Rabu, 05 Juni 2013

Isra’ dan Mi’raj Wujud Kebersamaan Allah swt.



Isra’ dan Mi’raj Wujud Kebersamaan Allah swt.
Rajab adalah bulan yang memiliki makna dan arti yang sangat penting bagi seluruh umat Islam. Dimana setiap tanggal 27 bulan ini umat Islam memperingati sebuah peristiwa besar yang pernah dialami Rasulullah Muhammad swa yang dikenal dengan peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Sebuah peristiwa luar biasa dimana beliau diperjalankan Allah swt. pada malam hari dari masjid al-Haram di Makkah menuju masjid al-Aqsha di Palestina, kemudian naik ke langit hingga titik terjauh yang bisa dijangkau makhluk bernama Sidratul Muntaha untuk menerima perintah shalat lima waktu yang kemudian menjadi ibadah pokok umat Islam. Sepanjang perjalanan Isra’ dan Mi’raj bermacam takwil kejadian, prilaku dan sikap makhluk diperlihatkan kepada beliau, hingga beliau bertemu dengan arwah para nabi terdahulu lengkap dengan pesan dan kesan yang mereka sampaikan kepada nabi Muhammad saw. Perjalanan yang begitu singkat dan cepat namun meninggalkan bekas serta pengarauh yang sangat mendalam dalam diri nabi Muhammad saw. yang kala itu sedang dilanda duka dan prahara. Sebab, masa itu Nabi Muhammad saw bersama pengikut dan keluarganya sedang dibaikot dan diisolasi dari pergaulan bangsa Arab karena aktifitas dakwahnya yang berlangsnung selama tiga tahun. Di saat yang bersamaan beliau baru saja beliau ditinggalkan oleh dua sosok yang sangat beliau cintai; Khadijah isteri tersayang yang selama 25 tahun selalu setia mendampingi dan memberikan support kepada beliau dan Abu Thalib paman tercinta yang telah merawat dan membela beliau dengan penuh kasih sayang.  
Isra’ dan Mi’raj bukan hanya sebagai bentuk perjalanan spiritual yang dijalankan nabi Muhammad saw dalam rangka menerima perintah shalat, namun sesungguhnya juga bertujuan menghibur nabi Muhammad saw dalam kedukaan yang sedang beliau pikul. Dalam konteks ini Allah swt ingin menegaskan bahwa Dia selalu bersama Rasul-Nya itu dan sedetikpun tidak pernah meninggalkannya. Dalam konteks ini menarik kita cermati hubungan yang sangat erat (munasabah) antara penutup surat al-Nahl [16]: 128 dengan pembuka surat al-Isra’ [17]: 1.
Dalam akhir surat al-Nahl tersebut Allah berfirman,
إن الله مع الذين اتقوا والذين هم محسنون
“Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan”.
Pada ayat ini Allah swt menegaskan bahwa Dia akan selalu bersama (ma’a) orang yang selalu menjaga dirinya dari segala aturan (muttaqin) dan orang yang selalu berbuat yang terbaik dalam hidupnya (muhsinin). Dan Nabi Muhammad saw adalah sosok manusia yang paling mampu menjaga diri (taqwa) untuk selalu tuntuk dan patuh pada segala aturan Allah swt baik berupa suruhan maupun larangan. Tidak satupun suruhan Allah swt yang dibaikan oleh beliau begitu juga tidak satupun larangan-Nya kecuali beliau menjauhinya dengan sempurna. Sementara dalam kesempatan yang sama beliau juga merupakan sosok yang memerankan sikap ihsan dengan sempurna. Beliau selalu melakukan yang terbaik (ihsan) dalam hidupnya kepada Allah swt dan kepada sesama manusia bahkan makhluk secara keseluruhan. Lihatlah Rasulullah saw dalam hidupnya yang menghabiskan malam-malamnya untuk beribadah sunat sementara beliau telah dijamin masuk sorga demi ihsan-nya kepada Allah swt. Perhatikan bagaimana beliau memperlakukan keluarga, teman, hingga orang yang memusuhinya sekalipun dengan perlakuan terbaik bahkan lebih dari perlakuannya terhadap dirinya sendiri. Rasulullah saw adalah sosok yang tidak mau memerintahkan siapapun untuk kepentingan dirinya, apalagi meminta dirinya untuk dilayani orang lain. Bahkan jika sepatu atau bajunya sobek, beliau menjahit dan menambalnya sendiri tanpa menunggu atau menyuruh isterinya untuk menjahitkannya. Jika ada teman atau bahkan orang yang selama ini sering memusuhi bahkan menyakiti beliau ditimpa musibah atau sakit, maka nabi Muhammad saw adalah orang pertama yang datang, menjenguknya. Begitulah sikap ihsan yang ditunjukan beliau dalam hidupnya, baik kepada Allah swt maupun kepada sesama.
Sikap inilah yang kemudian dibalasi oleh Allah swt dengan selalu menyertai beliau, hingga pada saat beliau dalam kesulitan dan masalah Allah swt datang untuk mengibur. Salah satunya adalah ketika beliau diajak melakukan perjalanan Isra’ dan Mi’raj yang terjadi pada suatu malam di bulan Rajab tahun kesepuluh masa kerasulan beliau. Lihatlah firman Allah dalam surat al-Isra’ [17]: 1. “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidilharam ke Al Masjidilaksa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.
Pelajaran berharga yang bisa kita petik dari peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini adalah bahwa sikap hidup yang taat, patuh, menjaga diri dari segala aturan (taqwa) dan sikap hidup selalu melakukan yang terbaik (ihsan) dalam setiap pekerjaan adalah sumber lahirnya kebersamaan. Kebersamaan Allah swt dengan manusia jika manusia tersebut mau menjaga diri dari segala aturan-Nya dan melakukan segala amal perbutan dalam wujud yang terbaik. Kebersamaan manusia dengan manusia juga lahir jika seseorang mau tunduk dan patuh pada aturan yang telah dibuat selama tidak bertentangan dengan aturan Allah serta jika dia mampu melakukan yang terbaik untuk orang lain.
Seorang pegawai misalnya, yang selalu menjaga diri dari segala aturan kantornya dan tidak pernah melanggar aturan tersebut. Sementara di sisi yang lain, dia berusaha untuk selalu melakukan yang terbaik dalam setiap pekerjaannya. Dia bahkan sudah datang sebelum pegawai lain datang ke kantor dan tidak pulang kecuali semua orang sudah pulang dan meninggalkan kantor. Melakukan tugasnya melebihi apa yang dituntut oleh kantor atau atasannya, maka tentu saja sang pegawai akan selalu berada di hati sang bos atau bahkan teman-teman lainnya. Jika ada kenaikan gaji misalnya, tentulah yang bersangkutan akan mendapat prioritas, sementara jika terjadai pemecatan atau PHK karyawan tentu saja yang bersangkutan akan menjadi yang terakhir masuk daftar pemecatan jika itu harus terjadi. Penyababnya tentulah sikap taqwa dan ihsan dalam kehidupan yang dijalaninya.
Seorang pimpinan misalnya, yang selalu menjaga dirinya untuk selalu berada dalam aturan kepemimpinan (undang-undang) serta berbuat yang terbaik terhadap rakyat yang dipimpinnya tentulah sang pemimpin akan selalu berada di hati rakyatnya bahkan seluruh rakyatnya akan selalu bersama dan berada di belakangnya ketika ada masalah yang menghadangnya. Lihatlah Jokowi sang Gubernur “nyentrik” yang ketika digertak oleh anggota DPRD DKI Jakarta dengan hak interpelasinya terkait Kartu Jakarta Sehat (KJS) rakyat beramai-ramai membelanya. Kenapa? Jawabannya tentu sikap taqwa dan ihsan-nya itu yang membuat dia tidak pernah sendirian.
Taqwa Jokowi yang dimaksud adalah bagaimana dia tetap komitmen menjaga janjinya saat kempanye dulu. Jokowi selalu teguh untuk menjalankan segala aturan yang telah dirancang dan dibuatnya untuk kepentingan rakyat DKI. Tentu kita masih ingat bagaimana Jokowi menghentikan pengerjaan jalan sementara pembangunan Jalan Layang Non Tol (JLNT) Kampung Melayu-Tanah Abang Jakarta hingga audit Badan Pemeriksa Keuangan selesai untuk melihat apakah ada penyimpangan anggaran atau tidak. Dan tentu saja masih banyak lagi contoh ketaqwaan Jokowi dalam hidupnya.   
Sikap Ihsan Jokowi dimaksud adalah bagaimana dia berlaku yang terbaik untuk orang lain. Dia pemimpin yang rela menghabiskan waktunya untuk turun mendengar keluhan rakyatnya, blusukan dari pasar ke pasar, dari tempat sampah ke tempat sampah lain, dari kali ke kali yang lain, dari pemukiman kumuh ke pemukimam kumuh lain demi melihat langsung keadaan rakyatnya. Sikpanya ihsan-nya juga terlihat dari gaya hiduonya yang sederhana dan jauh dari kesan mewah padahal dia bisa dan mampu melakukannya. Dan tentu saja yang tidak boleh dikesampingkan sikap ihsan-nya yang tidak mau dilayani bahkan tidak pernah berharap dilayani secara berlebihan oleh orang lain. Sikap taqwa dan ihsan inilah yang pada gilirannya menjadikan Jokowi sosok yang tidak akan pernah ditinggalkan oleh rakyatnya.
Begitulah juga halnya dengan Allah swt terhadap hamba-Nya yang taqwa dan berlaku ihsan, di mana Dia akan selalu bersama hamba-Nya itu dalam setiap kondisi dan keadaan yang dilaluinya. Peristiwa isra’ dan mi’rajnya nabi Muhammad saw adalah bukti betapa manusia yang taqwa dan ihsan akan selalu diseratai Allah swt dalam setiap langkah perjalanan hidupnya.