Kamis, 31 Januari 2013

Mari bangga menjadi Ibu rumah tangga!



Mari bangga menjadi Ibu rumah tangga!
Japanese woman is the best woman to be married but Japanese man is the worst man to be married. Itulah sebuah ungkapan pepatah yang sangat populer bagi masyarakat Jepang. Pepatah ini memberikan gambaran betapa perempuan Jepang yakin bahwa ketika menikah dan menjadi seorang isteri, dia memasuki fase terbaik dalam hidupnya. Karena dia akan menjadi perempuan terbaik, saat mengurus suami, anak-anak dan urusan rumah tangganya. Perempuan Jepang yang sebelum menikah adalah wanita karir dan bekerja di kantoran, pada saat menikah dia akan dengan senang hati meninggalkan profesinya dan mengurus keluarganya. Bagi perempuan Jepang, bahkan sampai zaman modern ini masih memandang profesi sebagai ibu rumah tangga adalah profesi mulia dan terbaik. Bahkan, pemerintah Jepang menggalakkan jargon “Kyoiku mama”. Kyoiku mama adalah sebuah nilai yang tertanam bagi wanita Jepang bahwa ibu harus berperan seratus persen terhadap anak-anaknya. Maka tidaklah heran, di Jepang saat ini banyak wanita yang bergelar master, tetapi bekerja mengurus anak di rumah alias menjadi ibu rumah tangga, dan bagi mereka hal itu bukanlah kehinaan, tetapi justru kemulian. Sebab, dengan begitu mereka benar-baner menjadi tulang punggung bangsa Jepang untuk menghasilkan generasi terbaik. Dan lihatlah bangsa Jepang hari ini!
Tetapi, di negeri kita (Indonesia) seiring pergantian zaman ada pergeseran nilai di masyarakat dimana peran ibu rumah tangga kini dipandang sebelah mata. Mayoritas perempuan merasa sayang jika pendidikan tinggi mereka hanya berakhir di pekerjaan rumah tangga. Jarang sekali kita temui perempuan-perempuan muda yang memiliki cita-cita menjadi seorang ibu rumah tangga. Hal itu diperburuk dengan gaya hidup yang sanagt meterialistis-hedonis di mana keberhasilan dan kesuksesan seseorang atau sutau keluarga di nilai dari bentuk rumah dan jumlah mobil. Suami dan isteri kemudian menjadi saling berpacu untuk mengumpulkan harta dan materi sebanyak-banyaknya. Suami dan isteri berangkat sebelum subuh dan pulang setelah Isya’, bahkan waktu beranagkat anaknya masih tidur dan pulang anaknya pun suadh tidur. Apa yang terjadi kemudian? Akibatnya anak Indonesia dari golongan ayah dan ibu yang berpendidikan malah berada dalam asuhan para pembantu rumah tangga dan baby sitter yang terkadang malah tidak tamat sekolah dasar. Memang anak-anak itu bisa menyelesaikan pendidikan yang setinggi-tingginya dan mendapat dukungan finansial yang kuat. Tetapi ada satu hal yang berbeda yaitu: pola pikir dan jiwa mereka bukan duplikasi dari orang tuanya mereka, tetapi duplikasi dari pembantunya.
Mungkin tidak semua orang setuju dengan pikiran saya ini. Tetapi perlu saya kemukan kepada wanita negeri ini bahwa menjadi ibu rumah tangga, itu juga merupakan profesi mulia. Kenapa kebanyakan kaum perempuan saat ini tidak mau mengakui pekerjaan ibu rumah tangga sebagai profesi dan malah menganggap profesi ini adalah inferior atau pelecehan terhadap kemampuan intelektualitas perempuan.
Ketahuilah! Ibu rumah tangga bukanlah profesi inferior. Mendidik anak dalam keluarga juga diperlukan intelektualitas. Pendapat yang mengatakan "buat apa sekolah tinggi-tinggi, jika akhirnya diam dirumah menjadi ibu rumah tangga" itu adalah kekeliruan. Rumah adalah pusat pendidikan, pusat pelatihan etika dan intelektualitas bagi anak-anak. Tentu peran seorang ibu yang memberikan andil besar dalam pendidikan dasar ini. Sangatlah penting sebuah pendidikan dan intelektualitas yang dimiliki oleh seorang ibu sebagai modal mendidik anak-anaknya nanti. Lihatlah al-Qur’an, kenapa ibu disebut umm yang secara harfiyah berarti “berkumpul, teladan dan diikuti”. Ibu adalah tempat anak-anaknya berkumpul dan mencurahkan segala apa yang dirasakannya. Ibu adalah teladan bagi anak-anaknya. Dan ibu adalah ikutan bagi anak-anaknya baik fisik, mental maupun spritual. Maka jika umm tidak ada di rumah, lalu kepada siapakah mereka akan mengadu? siapa yang akan mereka teladani? Dan siapa yang akan mereka ikuti? Maka jangan salah jika anak-anak kemudian mencari orang yang salah untuk mendaptkan peran umm tadi.
Thomas Alpa Edison tentu nama yang tidak asing bagi semua orang, karena dialah yang penemu listrik. Tetapi, tahukah kita bahwa Edison sewaktu kecil adalah anak yang bodoh dan kemamuan intelejensinya sangat rendah, bahkan dia kemudian harus dikeluarkan dari sekolah. Dengan senang hati ibunya mendidik di rumah dengan penuh kesabaran dan kasih sayang. Hasilnya Edison menjadi orang terkenal di seluruh penjuru dunia dengan penemuannya, dikarenakan didikan seorang ibu.  
Ini hanyalah sekelumit pemikiran penulis, setelah mengikuti perkuliahan dengan Prof. Abudin Nata di  UIN Jakarta. Semoga bermanfaat! Salam ukhuwah. Syofyan hadi.