Mari
bangga menjadi Ibu rumah tangga!
“Japanese woman is the best woman to
be married but Japanese man is the worst man to be married”. Itulah sebuah ungkapan pepatah yang sangat populer bagi masyarakat
Jepang. Pepatah ini memberikan gambaran betapa perempuan Jepang yakin bahwa ketika
menikah dan menjadi seorang isteri, dia memasuki fase terbaik dalam hidupnya. Karena
dia akan menjadi perempuan terbaik, saat mengurus suami, anak-anak dan urusan
rumah tangganya. Perempuan Jepang yang sebelum menikah adalah wanita karir dan
bekerja di kantoran, pada saat menikah dia akan dengan senang hati meninggalkan
profesinya dan mengurus keluarganya. Bagi perempuan Jepang, bahkan sampai zaman
modern ini masih memandang profesi sebagai ibu rumah tangga adalah profesi
mulia dan terbaik. Bahkan, pemerintah Jepang menggalakkan jargon “Kyoiku
mama”. Kyoiku mama adalah sebuah nilai yang tertanam bagi wanita Jepang
bahwa ibu harus berperan seratus persen terhadap anak-anaknya. Maka tidaklah
heran, di Jepang saat ini banyak wanita yang bergelar master, tetapi bekerja
mengurus anak di rumah alias menjadi ibu rumah tangga, dan bagi mereka hal itu
bukanlah kehinaan, tetapi justru kemulian. Sebab, dengan begitu mereka
benar-baner menjadi tulang punggung bangsa Jepang untuk menghasilkan generasi
terbaik. Dan lihatlah bangsa Jepang hari ini!
Tetapi, di negeri kita
(Indonesia) seiring pergantian zaman ada pergeseran nilai di masyarakat dimana
peran ibu rumah tangga kini dipandang sebelah mata. Mayoritas perempuan merasa
sayang jika pendidikan tinggi mereka hanya berakhir di pekerjaan rumah tangga. Jarang
sekali kita temui perempuan-perempuan muda yang memiliki cita-cita menjadi
seorang ibu rumah tangga. Hal itu diperburuk dengan gaya hidup yang sanagt
meterialistis-hedonis di mana keberhasilan dan kesuksesan seseorang atau sutau
keluarga di nilai dari bentuk rumah dan jumlah mobil. Suami dan isteri kemudian
menjadi saling berpacu untuk mengumpulkan harta dan materi sebanyak-banyaknya. Suami
dan isteri berangkat sebelum subuh dan pulang setelah Isya’, bahkan waktu
beranagkat anaknya masih tidur dan pulang anaknya pun suadh tidur. Apa yang
terjadi kemudian? Akibatnya anak Indonesia dari golongan ayah dan ibu yang berpendidikan
malah berada dalam asuhan para pembantu rumah tangga dan baby sitter yang
terkadang malah tidak tamat sekolah dasar. Memang anak-anak itu bisa
menyelesaikan pendidikan yang setinggi-tingginya dan mendapat dukungan
finansial yang kuat. Tetapi ada satu hal yang berbeda yaitu: pola pikir dan
jiwa mereka bukan duplikasi dari orang tuanya mereka, tetapi duplikasi dari
pembantunya.
Mungkin tidak semua
orang setuju dengan pikiran saya ini. Tetapi perlu saya kemukan kepada wanita
negeri ini bahwa menjadi ibu rumah tangga, itu juga merupakan profesi mulia. Kenapa
kebanyakan kaum perempuan saat ini tidak mau mengakui pekerjaan ibu rumah
tangga sebagai profesi dan malah menganggap profesi ini adalah inferior atau
pelecehan terhadap kemampuan intelektualitas perempuan.
Ketahuilah! Ibu rumah
tangga bukanlah profesi inferior. Mendidik anak dalam keluarga juga diperlukan
intelektualitas. Pendapat yang mengatakan "buat apa sekolah tinggi-tinggi,
jika akhirnya diam dirumah menjadi ibu rumah tangga" itu adalah kekeliruan.
Rumah adalah pusat pendidikan, pusat pelatihan etika dan intelektualitas bagi
anak-anak. Tentu peran seorang ibu yang memberikan andil besar dalam pendidikan
dasar ini. Sangatlah penting sebuah pendidikan dan intelektualitas yang
dimiliki oleh seorang ibu sebagai modal mendidik anak-anaknya nanti. Lihatlah al-Qur’an,
kenapa ibu disebut umm yang secara harfiyah berarti “berkumpul, teladan
dan diikuti”. Ibu adalah tempat anak-anaknya berkumpul dan mencurahkan segala
apa yang dirasakannya. Ibu adalah teladan bagi anak-anaknya. Dan ibu adalah
ikutan bagi anak-anaknya baik fisik, mental maupun spritual. Maka jika umm tidak
ada di rumah, lalu kepada siapakah mereka akan mengadu? siapa yang akan mereka
teladani? Dan siapa yang akan mereka ikuti? Maka jangan salah jika anak-anak
kemudian mencari orang yang salah untuk mendaptkan peran umm tadi.
Thomas Alpa Edison
tentu nama yang tidak asing bagi semua orang, karena dialah yang penemu
listrik. Tetapi, tahukah kita bahwa Edison sewaktu kecil adalah anak yang bodoh
dan kemamuan intelejensinya sangat rendah, bahkan dia kemudian harus
dikeluarkan dari sekolah. Dengan senang hati ibunya mendidik di rumah dengan
penuh kesabaran dan kasih sayang. Hasilnya Edison menjadi orang terkenal di
seluruh penjuru dunia dengan penemuannya, dikarenakan didikan seorang ibu.
Ini hanyalah sekelumit
pemikiran penulis, setelah mengikuti perkuliahan dengan Prof. Abudin Nata
di UIN Jakarta. Semoga bermanfaat! Salam
ukhuwah. Syofyan hadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar