Pesan Menyambut Tahun Baru Hijrah
1435 H.
Hari ini Jum’at 1 November 2013 bertepatan dengan 27 Zu al-Hijjah 1434 H.
sekitar 4 hari lagi, tepatnya hari Selasa tgl 5 November 2013 besok kita akan
memasuki pergantian tahun baru Hijriyah, 1 Muharram 1435 H. Mungkin sebagian
dari kita umat Islam luput atau tidak menyadarinya sama sekali. Karena memang
sikap kita sebagai umat Islam sangat jauh berbeda dalam menyambut dan merayakan
pergantian tahun baru Hijriyah dan tahun baru Masehi.
Setiap kali pergantian tahun baru masehi datang, hampir semua orang
melakukan persiapan yang maksimal. Mereka melaksanakan berbagai acara semalam
suntuk, mulai dari pawai, karnaval, meniup terompet, pesta kembang api, sampai
pesta pantai dengan menyalakan api unggun sambil berjoget diiringi berbagai
jenis musik dan lagu. Itulah pemandangan atau bahkan bisa disebut rutinitas
yang sudah menjadi budaya bagi sebagian besar manusia dan juga umat Islam
tentunya dalam menyambut kemunculan tahun baru Masehi.
Tidak begitu halnya dengan pergantian tahun baru Islam yang nyaris tanpa
perayaan. Bahkan, tidak sedikit di antara umat Islam sendiri yang tidak sadar
kalau dia telah melewati pergantian tahun baru dalam Islam. Tentu saja ini
sebuah sikap yang sangat memprihatinkan dari umat Islam. Karena, peringatan
tahun baru Hijrah merupakan salah satu tonggak sejarah penting dan besar dalam perjalanan
masyarakat Islam bahkan dunia. Peristiwa hijrah boleh dikatakan salah satu
syi’ar atau symbol agama Islam yang harusnya mendapat tempat tersendiri dalam
hati dan fikiran umat Islam.
Melalui khutbah yang pendek ini, khatib tidak akan membicarakan tentang
sejarah hijrahnya nabi Muhammad dan para sahabatnya ke Madinah serta
kejadian-kejadian besar yang mereka alami dalam peristiwa tersebut. Uraian
tentang peristiwa hijrah tersebut sudah sangat banyak ditulis dalam beragam
buku dan ceritanya sudah sangat sering didengar dalam majelis-majelis ilmu. Dalam
kesempatan ini, khatib ingin mengajak jama’ah untuk melihat pesan utama yang
disampaikan Allah swt dari peristiwa hijrah atau berpindahnya nabi Muhammad
dari Makkah ke Madinah tersebut
. Hijrahnya nabi Muhammad dan para sahabatnya ke
Madinah salah satunya Allah sebutkan dalam surat at-Taubah [9]: 20.
الذين
آمنوا وهاجروا وجاهدوا فى سبيل الله بأموالهم وأنفسهم أعظم درجة عند الله وأولئك
هم الفائزون.
Artinya:
Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan
harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan
itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.
Dalam ayat ini, Allah swt menutup cerita hijrah dengan
kalimat (وأولئك هم الفائزون) atau itulah mereka yang memperoleh
kemenangan dan kesuksesan. Maka, pesan utama dari peristiwa hijrah atau
berpindahnya nabi Muhammad saw dan sahabatnya ini adalah dalam rangka mencapai
kesuksesan dan kemenangan. Dan itu memang terbukti dalam sejarah, bahwa hanya
dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun dari peristiwa hijrah tersebut, Islam
sudah tersebar luas ke seluruh penjuru Jazirah Arab bahkan ke beberapa wilayah
di luar Jazirah Arab sendiri.
Sukses, menang, atau berhasil adalah tujuan semua orang
dalam setiap apapun yang dilakukanya. Jangankan dalam hal besar dan sangat serius,
dalam hal kecil sepele pun manusia ingin menang dan merasa sakit jika kalah. Lihatlah
pemain sepakbola, betapa mereka senang dan bahagianya jika bisa mencetak gold
an meraih kemenangan. Dan betapa mereka sangat marah, kecewa bahkan menangis
jika mengalami kekalahan. Tidak hanya para pemain, para suporterpun akan larut
dalam pesta kemangan jika timnya menang dan akan berubah menjadi rusuh dan
marah jika tim kesayangannya kalah. Begitulah berhargnya sebuah kemenangan dan
kesuksesan dalam hidup manusia. Dan untuk bisa sukses, menang dan menjadi
bahagia maka hijrah atau berpindah adalah jalan yang ditawarkan Allah.
Berpindah tempat (hijrah) seakan sudah menjadi sunnatullah
sebagai jalan utama untuk bisa membuat sesuatu atau seseorang lebih baik dan
lebih berharga. Lihatlah misalnya, air yang bersih dan bening jika dibiarkan di
tempat tergenang, maka akan berubah menjadi keruh dan akhirnya berbau busuk.
Tetapi, jika yang semula keruh dan kotor namun dibiarkan mengalir pada akhirnya
akan terlihat bersih dan jernih. Kayu jati yang masih di hutan harganya tidak
berbeda dengan kayu bakar lainnya. Namun, jika kayu jadi tersebut dipindahkan
ke Jepara dan dibuat ukiran maka harganya akan sangat berbeda. Itulah yang
dalam pepatah bijak kita disebutkan bahwa “benih tidak pernah menjadi besar di
tempat persemaian”. Begitulah arti pentingnya hijrah bagai setiap manusia untuk
menjadikan dirinya lebih berharga.
Dalam sejarahnya, ternyata hijrah atau berpindah tidak
hanya dilakukan nabi Muhammad dan pengikutnya. Nabi-nabi terdahulu juga
melakukan hijrah untuk untuk meraih sukses dalam perjuanagan mereka. Nabi Nuh hijrah melalui kapalnya dengan
peristiwa banjir besar yang menghadang kaumnya. Nabi Ibrahim hijrah ke mesir
dan palestina setelah tidak bisa menghadapi kaumnya di Babilonia. Maryam [19]: 46
قال
أراغب أنت عن آلهتي يا إبراهيم لئن لم تنته لأرجمنك واهجرني مليا
Nabi Musa juga hijrah dari mesir ke Madyan
dan kemudian ke Palestina sebelum menghadap fir’aun dan sukses menghancurkannya.
surat al-Qashash ayat 20.
وجاء
رجل من أقصى المدينة يسعى قال يا موسى إن الملأ يأتمرون بك ليقتلوك فاخرج إني لك
من الناصحين (20)
Mari kita kembali ke urat at-Taubah [9]: 20 di
atas, tentang beberapa pelajaran dari peristiwa hijrah tersebut.
Pertama, Hijrah (هاجروا) dikaitkan dengan kata (آمنوا) atau iman yang
berarti bahwa hijrah harus dilakukan atas dasar iman. Keimanan adalah soal
keyakinan, dan keyakinan itu ada di dalam hati. Maka, hijrah sesungguhnya
menuntut keyakinan yang kokoh serta kebulatan hati bagi yang ingin
menjalankannya. Sebab, hijrah bukanlah perkara mudah, banyak godaan, rintangan
dan gangguan dalam mewujudkannya. Lihatlah nabi Muhammad dan para sahabatnya
yang harus meninggalkan kampung halamannya, anak dan isterinya, rumah dan
hartnya serta pekerjaannya yang tentu saja jika bukan karena keyakinan dan hati
yang bulat maka itu tidak akan terlaksana. Begitu juga, hijrah secara personal
yang menuntut keyakinan dan kekuatan hati yang penuh. Mislanya, seorang yang
selama ini hidup dengan dosa, kemudian ingin berhijrah dari dosa itu dan
menjadi orang salih. Maka, dia harus siap menghadapi cemoohan, ledekan temannya,
kehilangan sahabat yang selama ini bersamanya atau bahkan juga akan kehilangan
pekerjaannya. Jika dia tidak memiliki keyakinan yang kuat dan hati yang kokoh
untuk berubah, maka hal itu tidak akan mungkin terlaksana.
Kedua,
hijrah dikaitkan dengan kata (وجاهدوا) atau berjuang yang berarti
bahwa hijrah bukan untuk bersenang-senang, tetapi untuk hijrah adalah awal
sebuah jihad atau perjuangan. Lihatlah apa yang dilakukan oleh nabi Muhammad
dan para sahabatnya pada saat dan setalah hijrah ke Madinah. Mereka harus
berhadapan dengan beragam intimidasi kaum Quraish, bahkan harus menghadapai
beberapa peperangan besar setelah itu. Begitu juga, jika seseorang ingin hijrah
atau merubah dirinya untuk mencapai sukses, maka perubahan itu akan menuntut
perjuangan yang ektsra. Seseorang yang sebelumnya hidup malas, dan ingin
merubah dirinya menjadi rajin, maka pastilah perubahan itu akan menuntut
perjuangan yang keras.
Ketiga, jihad dikaitkan dengan (في سبيل الله) atau di jalan Allah yang menunjukan
bahwa tidak semua hijrah dan jihad yang dilakukan manusia di jalan Allah. Seperti
halnya sebagian sahabat nabi Muhammad yang hijrah karena ingin memperolah harta
dan wanita di Madinah. Dalam kehidupan ini, juga banyak kita temui manusia yang
berjuang dengan harta, jiwa dan bahkan nyawanya bukan untuk jalan Allah. Tetapi,
untuk sesuatu yang bahkan boleh dikatakan sia-sia belaka. Lihat misalnya,
sebagian anak muda yang rela mengucurkan uangnya jutaan rupiah dan menghabiskan
tenaga untuk hanya berteriak dalam pertandingan sepak bola di sebuah stadion atau
menonton konser seorang artis. Ada anak juga muda yang berjuang menghabiskan
uang, waktu, dan tenaganya hanya untuk bermain game online dan seterusnya.
Mereka semua berjuang, namun bukan di jalan Allah. Hanya perjuangan di jalan
Allah saja yang akhirnya menjadikan seseorang atau sebuah masyarakat meraih
kesuksesan
Keempat, Hijrah dan jihad dikaitkan dengan ( الاموال والأنفس)
atau harta dan jiwa yang berarti bahwa hijrah dan jihad menuntut pengorbanan
harta benda bahkan nyawa. Lihatlah yang dilakukan Ali yang bersedia
mengorbankan nyawanya saat menggantikan nabi Muhammad tidur di tempatnya pada
malam hijrah tersebut. Begitu juga Abu Bakar yang menghabiskan harta dan
kekayaannya untuk hijrah bersama Rasulullah. Begitul juga dengan hijrah
seseorang yang ingin merubah dirinya dan mencapai kesuksesan. Bahwa kesuksesan
memang menuntut pengorbanan yang tidak sedikit, berupa harta, fikiran, perasaan
bahkan juga pengorbanan secara fisik.
Demikian, semoga bermanfaat. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar