Kamis, 19 Desember 2013

Pesan Menyambut Tahun Baru Hijrah 1435 H.



Pesan Menyambut Tahun Baru Hijrah 1435 H.
Hari ini Jum’at 1 November 2013 bertepatan dengan 27 Zu al-Hijjah 1434 H. sekitar 4 hari lagi, tepatnya hari Selasa tgl 5 November 2013 besok kita akan memasuki pergantian tahun baru Hijriyah, 1 Muharram 1435 H. Mungkin sebagian dari kita umat Islam luput atau tidak menyadarinya sama sekali. Karena memang sikap kita sebagai umat Islam sangat jauh berbeda dalam menyambut dan merayakan pergantian tahun baru Hijriyah dan tahun baru Masehi.
Setiap kali pergantian tahun baru masehi datang, hampir semua orang melakukan persiapan yang maksimal. Mereka melaksanakan berbagai acara semalam suntuk, mulai dari pawai, karnaval, meniup terompet, pesta kembang api, sampai pesta pantai dengan menyalakan api unggun sambil berjoget diiringi berbagai jenis musik dan lagu. Itulah pemandangan atau bahkan bisa disebut rutinitas yang sudah menjadi budaya bagi sebagian besar manusia dan juga umat Islam tentunya dalam menyambut kemunculan tahun baru Masehi.  
Tidak begitu halnya dengan pergantian tahun baru Islam yang nyaris tanpa perayaan. Bahkan, tidak sedikit di antara umat Islam sendiri yang tidak sadar kalau dia telah melewati pergantian tahun baru dalam Islam. Tentu saja ini sebuah sikap yang sangat memprihatinkan dari umat Islam. Karena, peringatan tahun baru Hijrah merupakan salah satu tonggak sejarah penting dan besar dalam perjalanan masyarakat Islam bahkan dunia. Peristiwa hijrah boleh dikatakan salah satu syi’ar atau symbol agama Islam yang harusnya mendapat tempat tersendiri dalam hati dan fikiran umat Islam.  
Melalui khutbah yang pendek ini, khatib tidak akan membicarakan tentang sejarah hijrahnya nabi Muhammad dan para sahabatnya ke Madinah serta kejadian-kejadian besar yang mereka alami dalam peristiwa tersebut. Uraian tentang peristiwa hijrah tersebut sudah sangat banyak ditulis dalam beragam buku dan ceritanya sudah sangat sering didengar dalam majelis-majelis ilmu. Dalam kesempatan ini, khatib ingin mengajak jama’ah untuk melihat pesan utama yang disampaikan Allah swt dari peristiwa hijrah atau berpindahnya nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah tersebut

.   Hijrahnya nabi Muhammad dan para sahabatnya ke Madinah salah satunya Allah sebutkan dalam surat at-Taubah [9]: 20.
الذين آمنوا وهاجروا وجاهدوا فى سبيل الله بأموالهم وأنفسهم أعظم درجة عند الله وأولئك هم الفائزون.
Artinya: Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.
Dalam ayat ini, Allah swt menutup cerita hijrah dengan kalimat (وأولئك هم الفائزون) atau itulah mereka yang memperoleh kemenangan dan kesuksesan. Maka, pesan utama dari peristiwa hijrah atau berpindahnya nabi Muhammad saw dan sahabatnya ini adalah dalam rangka mencapai kesuksesan dan kemenangan. Dan itu memang terbukti dalam sejarah, bahwa hanya dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun dari peristiwa hijrah tersebut, Islam sudah tersebar luas ke seluruh penjuru Jazirah Arab bahkan ke beberapa wilayah di luar Jazirah Arab sendiri.
Sukses, menang, atau berhasil adalah tujuan semua orang dalam setiap apapun yang dilakukanya. Jangankan dalam hal besar dan sangat serius, dalam hal kecil sepele pun manusia ingin menang dan merasa sakit jika kalah. Lihatlah pemain sepakbola, betapa mereka senang dan bahagianya jika bisa mencetak gold an meraih kemenangan. Dan betapa mereka sangat marah, kecewa bahkan menangis jika mengalami kekalahan. Tidak hanya para pemain, para suporterpun akan larut dalam pesta kemangan jika timnya menang dan akan berubah menjadi rusuh dan marah jika tim kesayangannya kalah. Begitulah berhargnya sebuah kemenangan dan kesuksesan dalam hidup manusia. Dan untuk bisa sukses, menang dan menjadi bahagia maka hijrah atau berpindah adalah jalan yang ditawarkan Allah.
Berpindah tempat (hijrah) seakan sudah menjadi sunnatullah sebagai jalan utama untuk bisa membuat sesuatu atau seseorang lebih baik dan lebih berharga. Lihatlah misalnya, air yang bersih dan bening jika dibiarkan di tempat tergenang, maka akan berubah menjadi keruh dan akhirnya berbau busuk. Tetapi, jika yang semula keruh dan kotor namun dibiarkan mengalir pada akhirnya akan terlihat bersih dan jernih. Kayu jati yang masih di hutan harganya tidak berbeda dengan kayu bakar lainnya. Namun, jika kayu jadi tersebut dipindahkan ke Jepara dan dibuat ukiran maka harganya akan sangat berbeda. Itulah yang dalam pepatah bijak kita disebutkan bahwa “benih tidak pernah menjadi besar di tempat persemaian”. Begitulah arti pentingnya hijrah bagai setiap manusia untuk menjadikan dirinya lebih berharga.
Dalam sejarahnya, ternyata hijrah atau berpindah tidak hanya dilakukan nabi Muhammad dan pengikutnya. Nabi-nabi terdahulu juga melakukan hijrah untuk untuk meraih sukses dalam perjuanagan mereka. Nabi Nuh hijrah melalui kapalnya dengan peristiwa banjir besar yang menghadang kaumnya. Nabi Ibrahim hijrah ke mesir dan palestina setelah tidak bisa menghadapi kaumnya di Babilonia.  Maryam [19]: 46
قال أراغب أنت عن آلهتي يا إبراهيم لئن لم تنته لأرجمنك واهجرني مليا
Nabi Musa juga hijrah dari mesir ke Madyan dan kemudian ke Palestina sebelum menghadap fir’aun dan sukses menghancurkannya. surat al-Qashash ayat 20.
وجاء رجل من أقصى المدينة يسعى قال يا موسى إن الملأ يأتمرون بك ليقتلوك فاخرج إني لك من الناصحين (20)

Mari kita kembali ke urat at-Taubah [9]: 20 di atas, tentang beberapa pelajaran dari peristiwa hijrah tersebut.
Pertama, Hijrah (هاجروا) dikaitkan dengan kata (آمنوا)  atau iman yang berarti bahwa hijrah harus dilakukan atas dasar iman. Keimanan adalah soal keyakinan, dan keyakinan itu ada di dalam hati. Maka, hijrah sesungguhnya menuntut keyakinan yang kokoh serta kebulatan hati bagi yang ingin menjalankannya. Sebab, hijrah bukanlah perkara mudah, banyak godaan, rintangan dan gangguan dalam mewujudkannya. Lihatlah nabi Muhammad dan para sahabatnya yang harus meninggalkan kampung halamannya, anak dan isterinya, rumah dan hartnya serta pekerjaannya yang tentu saja jika bukan karena keyakinan dan hati yang bulat maka itu tidak akan terlaksana. Begitu juga, hijrah secara personal yang menuntut keyakinan dan kekuatan hati yang penuh. Mislanya, seorang yang selama ini hidup dengan dosa, kemudian ingin berhijrah dari dosa itu dan menjadi orang salih. Maka, dia harus siap menghadapi cemoohan, ledekan temannya, kehilangan sahabat yang selama ini bersamanya atau bahkan juga akan kehilangan pekerjaannya. Jika dia tidak memiliki keyakinan yang kuat dan hati yang kokoh untuk berubah, maka hal itu tidak akan mungkin terlaksana.
Kedua,  hijrah dikaitkan dengan kata (وجاهدوا) atau berjuang yang berarti bahwa hijrah bukan untuk bersenang-senang, tetapi untuk hijrah adalah awal sebuah jihad atau perjuangan. Lihatlah apa yang dilakukan oleh nabi Muhammad dan para sahabatnya pada saat dan setalah hijrah ke Madinah. Mereka harus berhadapan dengan beragam intimidasi kaum Quraish, bahkan harus menghadapai beberapa peperangan besar setelah itu. Begitu juga, jika seseorang ingin hijrah atau merubah dirinya untuk mencapai sukses, maka perubahan itu akan menuntut perjuangan yang ektsra. Seseorang yang sebelumnya hidup malas, dan ingin merubah dirinya menjadi rajin, maka pastilah perubahan itu akan menuntut perjuangan yang keras.
Ketiga, jihad dikaitkan dengan (في سبيل الله) atau di jalan Allah yang menunjukan bahwa tidak semua hijrah dan jihad yang dilakukan manusia di jalan Allah. Seperti halnya sebagian sahabat nabi Muhammad yang hijrah karena ingin memperolah harta dan wanita di Madinah. Dalam kehidupan ini, juga banyak kita temui manusia yang berjuang dengan harta, jiwa dan bahkan nyawanya bukan untuk jalan Allah. Tetapi, untuk sesuatu yang bahkan boleh dikatakan sia-sia belaka. Lihat misalnya, sebagian anak muda yang rela mengucurkan uangnya jutaan rupiah dan menghabiskan tenaga untuk hanya berteriak dalam pertandingan sepak bola di sebuah stadion atau menonton konser seorang artis. Ada anak juga muda yang berjuang menghabiskan uang, waktu, dan tenaganya hanya untuk bermain game online dan seterusnya. Mereka semua berjuang, namun bukan di jalan Allah. Hanya perjuangan di jalan Allah saja yang akhirnya menjadikan seseorang atau sebuah masyarakat meraih kesuksesan
Keempat, Hijrah dan jihad dikaitkan dengan ( الاموال والأنفس) atau harta dan jiwa yang berarti bahwa hijrah dan jihad menuntut pengorbanan harta benda bahkan nyawa. Lihatlah yang dilakukan Ali yang bersedia mengorbankan nyawanya saat menggantikan nabi Muhammad tidur di tempatnya pada malam hijrah tersebut. Begitu juga Abu Bakar yang menghabiskan harta dan kekayaannya untuk hijrah bersama Rasulullah. Begitul juga dengan hijrah seseorang yang ingin merubah dirinya dan mencapai kesuksesan. Bahwa kesuksesan memang menuntut pengorbanan yang tidak sedikit, berupa harta, fikiran, perasaan bahkan juga pengorbanan secara fisik.
Demikian, semoga bermanfaat. Amin. 

Tidak ada komentar: