Mensyukuri Ni’mat Kemerdekaan
Hari ini adalah Jum’at 16 Agustus 2013. Dan besok adalah tanggal 17 Agustus,
di mana tanggal tersebut adalah tanggal atau hari yang sangat bersejarah bagi bangsa
Indonesia dan kedatangannya selalu disambut dengan penuh suka cita. Sebab, hari
itu adalah saat di mana bangsa Indonesia memperingati hari kemerdekaanya.
Tepatnya 68 tahun yang lalu, tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan
kemerdekaannya yang dalam sejarah dicatat hari itu bertepatan dengan hari
Jum’at dan bulan Ramadhan.
Setiap bulan Agustus datang, berbagai macam acara dan keramaian
dilaksanakan masyarakat Indoneisa di seluruh pelosok negeri ini. Pemandangan seperti
ini, sepertinya sudah menjadi rutinitas dan budaya bangsa ini. Karena memang
pesta dan perayaan, merupakan salah satu wujud syukur kita kepada Allah atas
nikmat yang telah diberikan-Nya. Dan kemerdekaan adalah salah satu dari ni’mat
Allah swt yang diberikan-Nya kepada manusia dan semestinya disyukuri. Seperti
disebutkan Allah swt dalam surat al-Ma’idah [5]: 20
وَإِذْ
قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ يَاقَوْمِ اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ
جَعَلَ فِيكُمْ أَنْبِيَاءَ وَجَعَلَكُمْ مُلُوكًا وَءَاتَاكُمْ مَا لَمْ يُؤْتِ
أَحَدًا مِنَ الْعَالَمِينَ
Artinya: “Dan ingatlah, ketika Musa
berkata kepada kaumnya, wahai kaumku, ingatlah ni’mat Allah atas kamu Dia telah
menjadikan banyak nabi untukmu dan telah menjadikan kamu bangsa yang mardeka.”
Hal yang sama Allah sebutkan dalam surat al-Baqarah [2]: 49, surat
al-A’raf [7]: 141, dan surat Ibrahim [14]: 6.
Dalam ayat di atas, Allah swt. menyebutkan betapa nikmat kemerdekaan
adalah salah satu nikmat terbesar yang diberikan Allah kepada suatu individu,
masyarakat atau suatau bangsa. Nikmat mardeka setara dengan nikmat diutusnya para
nabi kepapada suatu kaum. (اذْكُرُوا نِعْمَةَ
اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ جَعَلَ فِيكُمْ أَنْبِيَاءَ وَجَعَلَكُمْ مُلُوكًا). Begitu ungkap Allah swt.
Kenapa Nikmat mardeka disetarakan Allah swt dengan nikmat diutusnya
seorang nabi? Sebab, keduanya sama-sama menjadikan manusia hidup dalam taraf
terhormat dan penuh kemuliaan. Kemerdekaan akan menyelamatkan seseorang atau
suatu bangsa dari kezaliman, penindasan, kebodohan, keterbelakangan, kegelapan
dan seterusnya. Lihatlah alinea kedua dan empat pembukaan UUD Negara Republik
Indonesia 1945 yang dengan tegas menyebutkan tujuan kemerdekaan adalah “menciptakan
bangsa yang mardeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”. Begitu juga
disebutkan pada alenia empat bahwa kemerdekaan bertujuan, “melindungi kehidupan
bangsa, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan
menciptakan keadilan sosial”.
Begitu juga tujuan diutusnya seorang rasul kepada suatu kaum atau bangsa
seperti dalam surat al-Baqarah [2]: 151
كَمَا
أَرْسَلْنَا فِيْكُمْ رَسُوْلًا مِنْكُمْ يَتْلُوْ عَلَيْكُمْ آياَتِنَا وَيُزَكِّيْكُمْ
وَيُعَلِّمُكُمْ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُوْنوْا تَعْلَمُوْنَ
Bahwa seorang rasul Allah utus kepada suatu kaum untuk menunjuki kaum itu
ke jalan kebenaran dan menata kehidupan mereka, mensucikan mereka dari kubangan
kezaliman, mengajarkan ilmu dan hikmah serta mengajarkan apa yang belum
diketahui sehingga mereka selamat dari kebodohan.
Ada hal menarik untuk dicermati terkait nikmat kemerdekaan yang Allah
sebutkan dalam surat al-Ma’idah ayat 20 di atas. Di mana nikmat mardeka
tersebut Allah ungkapkan dalam bentuk kata kerja masa lalu (fi’il madhi) dalam
ungkapan waja’alakum mulukan (وَجَعَلَكُمْ
مُلُوكًا). Secara teori
kebahasan bahwa kata kerja masa lalu adalah sesuatu yang pernah terjadi dan
kondisinya tidak permanen. Pola kata ini berbeda dengan fi’il mudhari’
”yaj’alu” (يجعل) yang berarti selalu dan terus menerus
(kontiniutas). Dengan menggunakan kata kerja masa lalu ja’ala (جعل), Allah ingin mengatakan bahwa nikmat
mardeka itu tidak bersifat permanen dan abadi. Bisa saja dulu kamu mardeka,
namun karena tidak bisa mensyukurinya akan kembali terjajah. Kondisi ini pernah
dialami oleh kaum Bani Israel yang berkali-kali mardeka, namun berkali-kali
pula dijajah karena tidak pandai bersyukur.
Begitu pula lah mungkin dengan
bangsa kita, Indonesia walaupun secara politik kita sudah mardeka dan menjadi
bangsa berdaulat selama 68 tahun lamanya, namun rasanya kita masih terjajah
dalam berbagai aspek kehidupan seperti ekonomi, budaya atau bahkan secara
politik masih dijajah bangsa lain. Sepertinya bangsa kita masih belum berdaulat
di banyak bidang kehidupan terutama ekonomi dan budaya. Hal itu salah satu
penyebabnya adalah masih banyaknya penduduk negeri ini yang belum pandai
mensyukuri nikmat kemerdekaan yang telah diberikan Allah.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana sikap kita terhadap nikmat kemerdekaan
ini? Jawabannya bisa kita temukan dalam surat al-Nashr [110]: 1-3.
إذا
جاء نصر الله والفتح. ورأيت الناس يدخلون في دين الله أفواجا. فسبح بحمد ربك
واستغفره إنه كان توابا
Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat
manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong. maka bertasbihlah dengan
memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha
Penerima tobat.
Seperti yang diketahui bahwa para pejuang dan pendiri bangsa ini sepakat
mengakui bahwa kemenangan dan kemerdekaan yang diperoleh bukan semata karena
perjuangan dan kehebatan serta kekuatan fisik. Namun, kemerdekaan itu semata
diperoleh karena pertolongan Allah semata “nashrullah” (نصر
الله). Itulah yang secara
eksplisit diungkapkan dalam pembukaan UUD 1945 alinea ketiga. Itulah wujud syukur
dalam tahap awal, yaitu pengakuan dengan hati akan nikmat Allah swt. Setelah
itu Allah menyuruh kita untuk mengucap syukur “fasabbih bihamdi rabbika
(فسبح بحمد ربك) inilah bentuk syukur dengan lidah dengan ucapan Alhamdulillah.
Dan paling terakhir Allah menyuruh istighfar “wa istaghfirhu” (واستغفره). Kenapa kita disuruh beristighfar dengan
nikmat kemardekaan?
Inilah hal yang paling penting dimana istighfar adalah
bentuk pengakuan akan kesalahan dan dosa. Dengan istighfar kita diminta untuk
menyadari betapa belum maksimalnya kita bersyukur terhadap nikmat kemerdekaan
dan pertolongan Allah tersebut. Kesadaran ini kemudian yang menuntun kita untuk
segera melakukan yang terbaik sebagai wujud syukur terhadap nikmat kemerdekaan
ini.
Kalaulah para pemimpin bangsa ini banyak beristghfar dalam pengertian
menyadari betapa belum maksimalnya mereka berbuat untuk bangsa ini selama
mengemban jabatan, tentulah tidak ada pemimpin yang akan berfoya-foya dengan
fasilitas yang diberikan Negara untuk mereka. Andaikata pada pejabat dan
penguasa di negeri ini banyak beristighfar dan menyadari betapa tidak bersyukurnya
mereka terhadap nikmat mardeka yang telah mereka nikmati, niscaya mereka akan
malu menikmati indahnya jabatan dengan segala kemewahannya itu. Sayang tidak
banyak penguasa, pejabat dan pemimpin negeri yang pandai beristighfar.
Jangankan beristighfar karena belum maksimal berbuat yang terbaik untuk bangsa
dan Negara atas amanah jabatan yang mereka emban, yang tertangkap tangan
korupsipun tidak pernah keluar ucapan maaf dan istighfar dari lidah mereka.
Bahkan yang terlihat hanyalah senyum dan tawa serta lambaian tangan mereka bak
selebriti saat wajah mereka dosort kamera televisi.
Begitu juga halnya dengan rakyat bangsa Indonesia, andai saja mereka
banyak beristghfar dan menyadari betapa mereka belum mampu melakukan yang
terbaik untuk bangsa ini, tentu mereka akan terpacu untuk sama-sama berbuat
yang terbaik untuk kemajuan bangsa dan Negara ini. Pendek kata, andai semua
penghuni bangsa ini yang telah dianugerahi nikmat kemerdekaan, sangat kurang
istghfarnya, niscaya kemerdekaan hanya tetap akan menjadi sebatas cerita dan
menjadi kenangan masa lalu. Bangsa ini selamanya benar-benar tidak akan pernah
mardeka dalam kehidupan mereka.
Terakhir, lihatlah kata mardeka yang Allah pakai dalam ayat di atas yaitu
(ملك)
yang secara harfiyah berarti berkuasa. Hurufnya terdiri dari tiga (م,
ل, ك). Ketiga huruf ini jika
diacak akan melahirkan kata-kata lain yang maknanya berkisar pada mardeka dan
berdaulat. Dari huruf ini bisa muncul kata (كلم) yang berarti bicara, ada kata (لكم) yang berarti memukul, dan ada kata (كمل)
yang berarti sempurna. Semua kata ini, baik berkuasa, bicara, memukul
dan sempurna tentu saja hanya bisa dimiliki oleh orang atau masyarakat yang
mardeka dan memiliki kedaulatan (malaka). Maka jika bangsa ini ingin
benar-benar disebut bangsa mardeka dan berdaulat (malaka), maka ia harus
punya suara dan didengar oleh dunia internasional (kalama). Bangsa ini
juga harus bisa menghardik dan menunjukan tajinya bahkan memukul bangsa lain
yang hendak menganggu dan mengobok-obok kedaulatannya (lakama). Dan
bangsa ini juga harus berani menunjukan kesempurnaan dan kemuliaanya di hadapan
bangsa lain (kamala). Bahwa bangsa ini bukan bangsa yang hina dan layak
direndahkan, tetapi, bangsa ini adalah bangsa hebat dan memiliki segalanya
untuk menjadi bangsa yang besar. Selama semua itu belum bisa diwujudkan maka
bangsa yang mardeka (malaka) hanyalah sebuah impian karena sesungguhnya
ia belum benar-benar terwujud.
2 komentar:
La haula wala quata ila billah.. baca juga Kalimat Thoyibah
As claimed by Stanford Medical, It's really the SINGLE reason women in this country live 10 years more and weigh 19 KG less than we do.
(And really, it has absoloutely NOTHING to do with genetics or some hard exercise and really, EVERYTHING to about "how" they are eating.)
P.S, I said "HOW", and not "what"...
Click on this link to uncover if this easy quiz can help you unlock your true weight loss potential
Posting Komentar