Cara memilih teman
Manusia adalah makhluk sosial dan suka hidup bersama, begitulah ungkapan populer tentang manusia. Memang tidak ada satupun manusia yang bisa hidup sendiri tanpa bantuan dan kerjasama dengan pihak lain. Karena tidak ada satupun pekerjaan yang bisa dilakukan seseorang, kecuali di sana ada bantuan dan andil pihak lain. Jangankan pekerjaan besar dan sulit, untuk tertawapun yang dianggap pekerjaan gampang dan mudah pastilah butuh orang lain. Bukankah tertawa sendiri tanpa ada orang lain akan mendatangkan masalah bagi yang bersangkutan?
Itulah sebabnya pesan pertama yang diturunkan Allah kepada nabi Muhammad saw. di Gua Hira’ adalah penegasan akan fitrah membangun kebersamaan ini. Di mana wahyu yang pertama kali diturunkan, salah satunya menyebutkan bahwa ”manusia diciptakan dari segumpal darah (’alaq). Kata ’alaq secara harfiyah berarti ”tergantung”. Karenanya, ”lintah” dalam kosa kata bahasa Arab juga disebut ’alaq karena sifatnya yang tergantung saat menghisap darah mangsanya. Gumpalan darah yang merupakan cikal bakal manusia tersebut disebut ’alaq karena sifatnya yang tergantung pada rahim seperti layaknya lintah. Dengan menyebutkan manusia diciptakan dari ’alaq, Allah swt. menegaskan bahwa begitulah sifat dasar manusia yang semenjak awal penciptaannya dia sudah memiliki ketergantungan pada pihak lain.
Sifat ketergantungan yang dimiliki manusia ini kemudian diwujudkan dalam bentuk membangun kerjasama dengan orang lain, dan kerjasama ini berawal dari hubungan persahabatan dan pertemanan. Oleh karenanya, mencari teman dan sahabat adalah fitrah setiap manusia. Namun demikian, agar manusia tidak salah dan keliru dalam memilih teman dan sahabat, maka Allah memberikan tuntunan tentangnya. Tuntunan tersebut menjadi penting, kesalahan dalam memilih teman dan sahabat justru bukannya akan memudahkan hidup manusia, justru malah bisa mendatangkan kesulitan dan petaka.
Adapun tuntuan tersebut seperti disebutkan dalam surat al-Qalam [68]: 8-13
فلا تطع المكذبين. ودوا لو تدهن فيدهنون. ولا تطع كل حلاف مهين. هماز مشاء بنميم. مناع للخير معتد أثيم. عتل بعد ذلك زنيم
Artinya: “Maka janganlah kamu ikuti orang-orang yang mendustakan (ayat-ayat Allah). Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu). Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina. Yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah. Yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa. Yang kaku kasar, selain dari itu, yang terkenal kejahatannya,
Ayat di atas memberikan beberapa kriteria orang tidak boleh kita jadikan teman dan sahabat yang akan kita terima dan ikuti segala saran dan nasehatnya atau bahkan sikap dan prilakunya. Mereka yang tidak boleh dijadikan teman adalah;
Pertama, Orang yang selalu mendustakan ayat-ayat Allah, yaitu mereka yang tidak mau percaya dan menerima kebenaran sekalipun sudah banyak bukti dan argumentasi diberikan pada mereka. Orang yang tidak mau menerima kebenaran biasanya adalah manusia yang egois dan sombong. Kesombongan adalah musuh kebaikan dan menjadikan seseorang jauh dari rahmat Allah serta dekat dengan syaithan. Bagaimanakah jadinya jika kita mengambil sahabat seorang yang jauh dari Allah dan dekat dengan syaithan? Di sisi lain, bahwa orang yang tidak mau menerima kebenaran dan mendustakan ayat-ayat Allah, tentu saja akan jauh dari amal kebajikan. Sebab, amal kebajikan biasanya selalu lahir dari kepercayaan dan keyakinan akan Allah dan kebesaran-Nya.
Kedua, jangan menjadikan teman dan mengikuti orang yang banyak bersumpah lagi hina. Kehinaan yang dimaksud adalah sesuatu yang lahir dari sifat-sifat buruk yang dimilikinya, salah satunya adalah banyak bersumpah.
Kenapa seseorang sering, banyak atau gampang bersumpah? Sumpah adalah bentuk penguat (ta’kid) yang paling tinggi dari sebuah ucapan. Biasanya sumpah digunakan ketika lawan bicara tidak mempercayai ucapannya. Sehingga, jika seseorang mudah bersumpah itu berarti bahwa dia yakin kalau ucapannya tidak dipercayai orang lain. Perasaan tidak akan dipercayai orang lain, biasanya memang karena ucapan itu mengandung unsur bohong atau mengada-ada. Maka orang yang sering dan banyak bersumpah biasanya adalah pembohong dan suka mengada-ada. Maka ayat ini melarang seseorang untuk menjadikan teman orang yang suka berbohong dan mengada-ada bicarannya. Berteman dengan pembohong hanya akan mendatangkan masalah dan kesulitan bagi yang bersangkutan. Karena seorang pembohong tiadak akan segan berbohong dan mencelakan temananya sendiri demi kesalamatan dan kemashlahatan dirinya.
Ketiga, jangan menjadikan teman orang yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah. Sikap mencela adalah sikap dimana seseorang tidak pernah bisa melihat kebaikan dalam diri orang lain. Setiap saat dia hanya sibuk mencari keburukan orang lain, bahkan kebaikan yang dimiliki orang lain yang semestinya dihargai justru dianggapnya kejahatan dan disebarkan pada manusia lain. Sikap suka mencela pada akhirnya akan menjadikan manusia dijauhi orang lain dan bahkan cenderung memiliki banyak musuh. Bagaimanakah jadinya, jika kita mengambil orang yang demikian menjadi teman? Tentulah kerugian yang akan kita derita dan alami.
Empat, jangan jadikan teman orang yang suka menghalangi perbuatan baik. Alangkah buruknya sahabat yang demikian, sudahlah tidak mau berbuat baik, diapun tidak senang melihat orang lain berbuat baik dan terus berusaha menghalangi orang tersebut sehingga jauh dari kebaikan. Alangkah celakanya kita jika menjadikan orang yang demikian menjadi sahabat dan teman karib. Ketika kita bermakasud shalat berjama’ah ke masjid, dia malah membujuk untuk pergi berjudi. Ketika kita bermaksud pergi sekolah dan belajar, dia malah mengajak untuk cabut dan bolos. Ketika kita hendak pergi mendengarkan ceramah di masjid atau mushalla, dia malah mengajak pergi ke bisokop nonton film. Adakah yang akan kita terima selain kerugian dan penyesalan dari sahabat yang demikian? Yang pasti tidak ada.
Lima, jangan jadikan teman orang yang melampaui batas lagi banyak dosa. Melampaui batas adalah sebuah perbuatan yang disukai oleh syaithan, karena kata syaithan itu sendiri memang berarti melewati batas. Bukankah perbuatan mubazzir adalah saudara syaithan? Karena mubazzir pada prinsipnya adalah perbuatan melampui batas. Makanan yang seharusnya diambil satu porsi yang memang demikianlah kapasitas perutnya, lalu di ambil dua porsi sehingga bersisa dan tidak habis, maka itu adalah bentuk mubazzir. Pakaian yang harusnya cukup 2 pasang, lalu dibeli 10 pasang sehingga menumpuk di lemari dan menjadi lapuk dan lusuh tanpa dimanfaatkan adalah perbuatan mubazzir dan melampaui batas. Handphone yang harusnya cukup 1 buah, lalu dipakai 3 sampai 4 dengan harga jutaan adalah perbuatan melampui batas dan mubazzir, dan seterusnya.
Suatu perbuatan yang melampui batas tentu saja akan selalu mendatangkan dampak buruk bagi yang bersangkutan. Jangankan perbutan yang sudah pasti buruknya, perbuatan yang mubahpun jika melampui batas akan berakibat buruk. Tertawa yang melampui batas akan berujung pada tangisan, begitu juga tangisan yang melampaui batas akan berakhir dengan tertawa sendiri alias ”gila”. Begitulah perbuatan melampui batas. Oleh karenanya, jangan pernah berteman dengan orang yang suka melampaui batas, karena hanya akan mendatangkan masalah dan kesulitan.
Enam, jangan jadikan tenam dan sahabat orang yang kasar. Sikap kasar jelas tidak akan mendatangkan rasa nyaman, karena hal itu adalah bertentangan dengan fitrah manusia. Oleh karena itulah manusia disebut Allah swt dengan sebutan al-ins yang secara harfiyah artinya jinak dan lembut. Manusia dinamakan demikian karena fitrahnya adalah lembut dan santun. Namun demikian, fitrah atau potensi lembut dan santun ini bisa berubah menjadi kasar karena faktor eksternal yang salah satunya adalah pengaruh orang dekat dan lingkungan sekitar. Seorang anak yang dididik di lingkungan yang identik dengan kekerasan dan prilaku kasar, maka secara perlahan namun pasti potensi lembutnya akan berubah menjadi kasar dan bengis pula. Bukankah seekor singa atau harimau, jika semenjak lahir dibesarkan di lingkungan manusia yang ramah dan penuh kelembutan akan kehilangan potensi buas dan liarnya serta akan berubah menjadi binatang jinak seperti layaknya seekor kucing. Begitulah besarnya peran orang dekat dalam membentuk karakter dan watak seseorang. Oleh karena itu, jangan pernah berteman dengan orang yang keras, bengis dan kasar karena sikap buruk itu banyak sedikit secara perlahan namun pasti akan menjalar dan menular pada kita sahabatnya.
Tujuh, jangan jadikan teman orang dan yang terkenal kejahatannya. Sebuah ungkapan bijak mengatakan, ”jika engakau ingin tahu dengan seseorang, maka tidak perlu engkau mengenalnya lebih dekat, namun cukup engkau mengetahui siapa teman dan sahabatnya. Sebab, teman dan sahabatnya itu adalah gambaran siapa sesungguhnya dia”.
Adalah fitrah manusia kalau dia akan mencari teman dan gampang bersahabat dengan orang yang memiliki kesamaan dengan dirinya, apakah persamaan umur, ras, bahasa, profesi, pendidikan dan sebagainya. Maka wajar jika dikatakan bahwa teman seseorang adalah gambaran siapa dirinya. Maka jika kita berteman dengan seorang ustadz misalnya, maka tentulah orang lain akan mengaggap diri kita sebagai orang baik. Jika berteman dengan pemabuk dan pejudi, mungkinkah orang lain menganggap kita seorang ustadz? Tentu tidak. Maka, jika anda berteman dan bersahabat dengan pendosa dan memang sudah terkenal dengan kejahatannya, maka tentulah anggapan manusia lain adalah bahwa anda juga seorang penjahat seperti sahabat anda tersebut. Pepatah bijak lain mengatakan, ”jika anda berteman dengan penjual minyak wangi, maka minimal anda akan mencium aroma wanginya. Namun, jika anda berteman dengan ”tukang apa” atau pandai besi, minimal anda akan terkena bunga api, asap atau minimal panasnya api”.
Semoga bermanfaan. Wallahu a’lam.
Minggu, 26 Februari 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar