Rabu, 11 Maret 2009

Abu Hurairah Dengan Pencuri

Abu Hurairah Dengan Pencuri
Abu Hurairah adalah sahabat yang sangat cinta dan setia kepada Rasulullah saw. Dia juga terkenal dengan kecintaannya kepada ilmu, sehingga gelar Abu Hurairah (Bapak yang seperti kucing kecil) diberikan oleh para sahabat kepadanya karena sikapnya yang selalu mengikuti Rasulullah saw. untuk bisa memperoleh ilmu dari beliau. Sikapnya terhadap Rasulullah saw. layaknya seperti seekor anak kucing yang selalu mengikuti kaki tuannya, sehingga wajar kiranya kalau diantara para sahabat dialah yang paling banyak meriwayatkan hadits Rasulullah.
Suatu ketika, Rasulullah memerintahkannya untuk menjaga baitul mal untuk beberapa malam. Pada saat dia menjaga tersebut datanglah orang tak dikenal yang bermaksud mencuri harta umat Islam dari baitul mal. Berkat kesigapan Abu Hurairah pencuri itu berhasil ditangkapnya. Abu Hurairah bermaksud hendak membawa pencuri itu ke hadapan Rasulullah untuk diberi hukuman. Pencuri itu kemudian meronta dan meminta belas kasihan Abu Hurairah. Pencuri itu berkata, “Tolong jangan hadapkan saya kepada Rasulullah, untuk kali ini maafkan dan lepaskanlah saya. Saya adalah orang miskin dan memiliki beberapa anak yang sedang kelaparan. Saya tidak punya pilihan lain, selain mencuri untuk memberi makan anak-anakku yang sedang menangis kelaparan”. Mendengar perkataan pencuri itu Abu Hurairah menjadi kasihan dan kemudian melepaskannya.
Keesokan harinya dia menghadap Rasulullah dan menceritakan apa yang terjadi tadi malam. Setelah mendengar cerita Abu Hurairah tentang pencuri itu, Rasulullah berkata, “Dia adalah pembohong, nanti malam dia akan datang lagi untuk mencuri”.
Maka pada malam berikutnya, Abu Hurairah kembali berjaga dan meningkatkan kewaspadaannya. Seperti yang dikatakan Rasulullah, pencuri itupun datang lagi untuk mengambil harta dari baitul mal. Abu Hurairah yang semenjak tadi siaga, kembali berhasil menangkap pencuri itu dan berkata, “Kali ini aku tidak akan melepaskanmu, aku akan membawamu kepada Rasulullah”. Mendengar hal itu, kembali pencuri tersebut ketakutan dan berkata, “Tolong maafkan saya utnuk yang terakhir kalinya. Mulai hari ini saya berjanji tidak akan mencuri lagi”. Mendengar pernyataan pencuri itu, Abu Hurairah kembali merasa kasihan sehingga dilepaskan untuk kedua kalinya.
Keesokan harinya kembali Abu Hurairah menemui Rasulullah dan menceritakan kejadian tadi malam. Setelah mendengar cerita Abu Hurairah tentang pencuri itu, Rasulullah berkata, “Dia adalah pembohong, nanti malam dia pasti datang lagi”.
Pada malam berikutnya, Abu Hurairah kembali menjaga baitul mal, dan dengan tekad yang kuat dan bulat dia benar-benar akan menangkap pencuri itu dan membawanya kepada Rasulullah. Abu Hurairah berkata dalam hati, “Kali ini aku benar-benar tidak akan melepaskanmu”.
Seperti yang dikatakan Rasulullah, setelah lewat tengah malam pencuri itu benar-banar datang dan ingin mencuri kembali. Abu Hurairah yang semenjak tadi menjaga dengan penuh kesiagaan kembali berhasil menangkapnya, dan kali ini benar-benar dipegangnya dengan kuat. Sekalipun pencuri itu berupaya meronta sekuat tenaga, namun pegangan Abu Hurairah jauh lebih kuat. Dia berkata, “Sekarang aku akan membawamu kepada Rasulullah untuk memperoleh hukuman”. Pencuri itu kemudian berkata, “Maukah engkau melepaskan saya, sebagai imbalannya saya akan mengajarkan kepadamu suatu kalimat yang jika engkau membacanya ketika akan tidur maka Allah pasti menjagamu sampai pagi, begitu juga syithan tidak akan bisa menganggumu”.
Mendengar tawaran pencuri itu, Abu Hurairah kembali melepaskannya dan bertanya, “Kalimat apakah itu?”. Pencuri itu menjelaskan “kalimat itu adalah ayat kursi, jika engkau membacanya saat akan tidur Allah akan menjagamu sampai pagi dan syaithan tidak akan bisa memasukimu”.
Setelah dilepaskan pencuri itu berlalu, dan seperti biasanya keesokan hari Abu Hurairah menemui Rasulullah dan menceritakan yang terjadi. Setelah mendengar uraian Abu Hurairah tentang pencuri itu, dan mengatakan bahwa dia melepaskannya karena diajari sebuah kalimat. Rasulullah berkata, “Kali ini pencuri itu berkta benar, sekalipun dia tetap pembohong”. Lalu Rasulullah bertanya kepada Abu Hurairah “Tahukah engkau siapa pencuri itu?”. Abu Hurairah menjawab, “Saya tidak tahu ya Rasulullah”. Rasulullah menjelaskan bahwa yang datang kepadanya adalah syaithan.
Dari kisah Abu Hurairah dengan pencuri tersebut dapat diambil pelajaran; Pertama, seperti yang dikatakan oleh syaithan sendiri bahwa bahwa siapa yang membaca ayat kursi setiap akan tidur maka Allah swt akan memeliharanya sampai pagi dan syaithan tidak akan pernah bisa memasuki dan mengganggunya.
Kedua, bahwa syaithan sekalipun makhluk pembohong dan berbohong adalah bagian dari ciri dan tabi’atnya, namun atas nama Allah syaithan tidaklah berani berbohong. Sedangkan manusia, ada sebagain mereka yang berani berbohong atas nama Allah, bahkan bersumpah dengan nama-Nya. Alangkah lebih durhakanya manusia bila dibandingkan dengan makhluk paling durhaka yaitu syaithan. Dalam surat al-An’am [6]: 21 Allah swt berfirman.
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِآيَاتِهِ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ
Artinya: “Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang membuat-buat suatu kedustaan terhadap Allah, atau mendustakan ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya orang-orang yang aniaya itu tidak akan mendapatkan keberuntungan.”
Begitu juga dalam surat Yunus [10]: 17
فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِآيَاتِهِ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْمُجْرِمُونَ
Artinya: “Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah atau mendustakan ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya, tiadalah beruntung orang-orang yang berbuat dosa (pelaku kejahatan).”
Ketiga, sikap yang ditunjukan oleh Abu Hurairah adalah bahwa seorang yang mencintai ilmu tidak akan pernah melihat sisi pembawa ilmu atau kebenaran itu. Akan tetapi, seorang yang mencintai ilmu akan menerima ilmu dari siapapun datangnya termasuk dari seorang pencuri sekalipun. Seorang yang benar-benar haus akan ilmu pengetahuan dia akan membuang jauh sikap subjektifitas dalam belajar, karena sikap itu adalah salah satu penghalang kemajuan ilmu. Seperti yang disebutkan Allah dalam surat al-A'raf [7]: 79
فَتَوَلَّى عَنْهُمْ وَقَالَ يَاقَوْمِ لَقَدْ أَبْلَغْتُكُمْ رِسَالَةَ رَبِّي وَنَصَحْتُ لَكُمْ وَلَكِنْ لَا تُحِبُّونَ النَّاصِحِينَ
Artinya: “Maka Shalih meninggalkan mereka seraya berkata" Hai kaumku sesungguhnya aku telah menyampaikna risalah Tuhanku dan aku telah menasehati kamu tetapi kamu tidak menyukai pemberi nasehat.”
Imam Ali bin Abi Thalib kw. pernah berkata “Perhatikanlah apa yang disampaikan seseorang kepadamu, dan jangan kamu lihat siapa yang menyampaikannya.” Dalam sebuah ungkapan canda disebutkan “Sekalipun tempat keluarnya sama dengan kotoran, tetapi bila yang keluar itu telur maka ambillah!”.
Keempat, seseorang bila mencintai ilmu pengetahuan maka kecintaan tersebut mengalahkan segalanya, termasuk rasa amarahnya ketika ditawarkan ilmu kepadanya. Inilah sikap yang ditunjukan oleh Abu Hurairah, dimana amarahnya melunak ketika pencuri menawarkan suatu ilmu kepadanya. Sikap seperti ini juga pernah ditunjukan oleh nabi Sulaiman as. yang terkenal dengan kecintaannya kepada ilmu. Diceritakan suatu ketika nabi Sulaiman memeriksa bala tentaranya, namun dia tidak menemukan burung hud-hud. Nabi Sulaiman marah dan berniat akan membunuhnya atau menghukumnya dengan hukuman yang sangat berat.
Ketika burung hud-hud datang ia berkata kepada Sulaiaman, “Aku mengetahuai apa yang belum engkau ketahui”. Mendengar ucapan burung hud-hud tersebut amarah Sulaiman menjadi lunak dan berbalik mendengarkan informasi burung hud-hud dengan penuh keseriusan. Begitulah yang diceritakan Allah dalam surat an-Naml [27]: 21-23.
وَتَفَقَّدَ الطَّيْرَ فَقَالَ مَا لِيَ لَا أَرَى الْهُدْهُدَ أَمْ كَانَ مِنَ الْغَائِبِينَ(20)لَأُعَذِّبَنَّهُ عَذَابًا شَدِيدًا أَوْ لَأَذْبَحَنَّهُ أَوْ لَيَأْتِيَنِّي بِسُلْطَانٍ مُبِينٍ(21)فَمَكَثَ غَيْرَ بَعِيدٍ فَقَالَ أَحَطتُ بِمَا لَمْ تُحِطْ بِهِ وَجِئْتُكَ مِنْ سَبَإٍ بِنَبَإٍ يَقِينٍ(22)إِنِّي وَجَدْتُ امْرَأَةً تَمْلِكُهُمْ وَأُوتِيَتْ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ وَلَهَا عَرْشٌ عَظِيمٌ(23)
Artinya: “Dan dia memeriksa burung-burung lalu berkata: "Mengapa aku tidak melihat hud-hud, apakah dia termasuk yang tidak hadir(20). Sungguh aku benar-benar akan mengazabnya dengan azab yang keras, atau benar-benar menyembelihnya kecuali jika benar-benar dia datang kepadaku dengan alasan yang terang"(21). Maka tidak lama kemudian (datanglah hud-hud), lalu ia berkata: "Aku telah mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya; dan kubawa kepadamu dari negeri Saba suatu berita penting yang diyakini (22). Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar (23).”

Tidak ada komentar: