Allah Memberi Petunjuk Hamba-Nya Yang Sabar
Dalam suatu perkuliahan, Dr. Khalid al-Jabir salah seorang dokter spesialis bedah dirumah sakit Riyadh menuturkan sebuah kisah nyata. Beliau berkata, bahwa dulu ketika masih kuliah beliau punya seorang teman yang kuliah di akademi militer. Dia adalah mahasiswa yang sangat gagah, cerdas dan shalih. Ketika wisuda dia adalah lulusan terbaik dan meraih penghargaan tertinggi dari kampusnya. Tentu saja hal ini membuat dia dan keluarganya merasa bangga.
Akan tetapi, setelah beberapa bulan selesai dari pendidikannya itu, dia terserang demam yang pada awalnya hanyalah influenza biasa. Demamnya ini kemudian membuat tubuhnya menjadi sangat kurus bahkan akhirnya dia terserang lumpuh total. Dia harus dirawat intensif di rumah sakit karena kondisinya yang semakin memburuk. Menurut analisa dokter sangat kecil kemungkinan dia bisa sembuh dan baik kembali.
Sebulan kemudian, saya datang menjenguknya di rumah sakit. Saya mendapatinya terbaring lemah tanpa bisa bergerak, sangat berbeda dengan kondisinya yang gagah, kuat, lincah dan agresif ketika masih sehat dahulu. Saya berusaha menghiburnya untuk selalu bersabar dan berdo’a supaya bisa cepat sembuh. Akan tetapi, diluar dugaan saya dia mengucapkan suatu ungkapan yang membuat saya terkejut sekaligus merasa kagum atas kesabarannya. Dia berkata kepada saya, “Saudaraku, ini adalah bukti kasih saying Allah kepada saya. Dulu ketika saya sehat dan kuat saya lengah terhadap al-Qur’an, karena kesibukan saya menghadapi tugas dunia. Dengan sakit seperti ini, saya tidak lagi disibukan oleh dunia sehingga saya bisa berkosentrasi menghafal al-Qur’an”. Saya benar-benar terkejut dengan ucapannya itu dan mungkin tidak akan bisa saya lupakan.
Beberapa bulan kemudian, saya mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan program S2 sehingga saya harus berangkat ke luar kota. Sebelum saya berangkat terlebih dahulu saya menjenguknya di rumah sakit. Saat bertemu dengannya kembali saya menghiburnya dan mengajaknya untuk menggerak-gerakan kakinya demi percepatan kesembuhannya. Kembali saya mendapat pelajaran berharga yang keluar dari mulutnya, “Saudaraku, saya malu untuk cepat sembuh. Jika Allah mentakdirkan saya sembuh, saya akan terima dengan penuh rasa syukur. Namun, jika Allah mentakdirkan saya untuk tidak sembuh saya juga bersyukur kepadanya. Sebab, hanya Allah yang paling tahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya. Bisa jadi kita mengharapkan kesembuhan, namun bagi Allah kesembuhan bukanlah yang terbaik untuk kita. Ingatlah firman Allah
…وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Artinya: “…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Q.S. al-Baqarah[2]:216
Saya benar-benar kagum atas ketabahan dan sikapnya yang selalu memandang semua yang datang dari Allah adalah kebaikan. Kemudian saya berangkat melanjutkan studi ke luar kota selama dua tahun. Namun, setelah satu tahun saya kembali ke kampung saat liburan musim panas. Saya mengira sahabat saya masih terbaring tidak berdaya di rumah sakit, sehingga sayapun menuju ke sana untuk melihat keadaannya. Setelah saya tanya kepada petugas rumah sakit tentang keberadaan sahabat saya itu, petugas memberitahukan bahwa dia sudah pulang.
Ketika itu waktu shalat zuhur datang, saya berwudhu’ untuk kemudian shalat berjama’ah di sebuah masjid. Alangkah terkejutnya saya ketika ada suara memanggil yang tidak lain adalah sahabat saya yang dulu terbaring tidak berdaya di rumah sakit. Dia sekarang sangat sehat seperti sebelum dia diserang penyakit. Kemudian dia berkata, “Sahabatku, begitulah Tuhan menyayangi saya, dengan penyakit yang didatangkan-Nya dulu sekarang saya sudah hafal al-Qur’an dengan sempurna. Dan sekarang saya memperoleh beasiswa untuk melanjutkan studi ke Riyadh”.
Saat itulah saya menangis, disamping karena haru melihat sahabat saya atas kesembuhannya, namun juga saya menangis karena menyesali diri saya sendiri betapa lalai dan lengahnya saya yang diberikan kesehatan oleh Allah namun tidak bisa memanfaatkannya dengan baik.
Setelah itu lama sekali kami tidak bertemu, hingga lima tahun kemudian saya mengetahui bahwa dia sudah menjadi perwira berpangkat kapten di dinas militernya.
Begitulah akhir sebuah kesabaran dan baik sangka seorang hamba terhadap Allah. Allah akan selalu membimbingnya, mengasihinya bahkan akan memberikan yang terbaik untuknya, di dunia dan di akhirat. Begitulah yang disebutkan Allah adalam surat al-Baqarah [2]: 155
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ(155)الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ(156)أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ(157)
Artinya: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang
yang sabar(155), (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun"(156), Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.(157).”
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar