Rabu, 11 Maret 2009

Burung Merpati, Bangau Dan Srigala

Burung Merpati, Bangau Dan Srigala

Suatu ketika, seekor burung merpati hendak bertelur, maka mulailah ia membangun sarang dengan mengumpulkan dan merajut berbagai jenis dedaunan dan rerumputan. Ia membangun sarang di atas sebuah pohon korma yang tinggi menjulang ke langit.
Setelah bertelur kemudian mengeraminya, maka tibalah saat anaknya lahir. Akan tetapi, begitu anaknya lahir datanglah seekor srigala yang berteriak di bawah pohon korma tempat merpati bersarang. Srigala itu menyuruh merpati agar menjatuhkan anak-anaknya dan menggertaknya dengan ancaman jika ia tidak menjatuhkan anaknya, maka srigala itu akan naik ke atas pohon dan memakannya. Merasa takut akan ancaman srigala itu, merpati dengan berat hati menjatuhkan anaknya untuk menjadi santapan srigala.
Kemudian masa terus berlalu, hingga datang kembali masa bertelur burung merpati tersebut. Seperti biasanya ia kembali membangun sarang di puncak sebuah batang korma. Setelah bertelur, mengerami, maka tibalah saat kelahiran anak-anaknya. Teringat kejadian yang lalu, burung merpati kembali merasa sedih dan cemas, karena ia yakin srigala itu akan datang lagi dan meminta anak-anaknya untuk menjadi santapan.
Burung merpati sedang dirudung rasa sedih, cemas, dan takut, hingga dia bermenung di atas pelepah korma tempat dia bersarang. Saat itulah datang seekor bangau yang sedang melintasi pohon tempat merpati bermenung. Melihat kondisi merpati yang sedang menanggung beban dan masalah yang amat berat, burung bangau berhenti dan bertanya, “Apa gerangan yang membuat engkau bersedih seperti ini?”. Merpati menjawab, “Bagaimana saya tidak akan bersedih dan risau, karena sebentar lagi anak-anak saya akan lahir. Akan tetapi, saya yakin srigala itu datang lagi dan meminta anak saya untuk menjadi makanannya. Itulah yang terjadi terhadap anak-anak saya sebelumnya”.
Mendengar cerita burung merpati, bangau menjadi tertawa melihat kepolosan merpati. Ia berkata, “Maukah engkau saya ajarkan cara selamat dari ancaman srigala itu?”. Burung merpati menjawab dengan rasa senang hati, “Tentu wahai sahabatku”. Bangau kemudian berkata, “Nanti, jika ia kembali datang kepadamu dan meminta anakmu katakan kepadanya, aku tidak akan memberikan anak-anakku, jika engkau mau silahkan engkau naik ke atas batang pohon ini”. Srigala itu tidak akan berani naik ke atas pohon ini, karena ia tidak bisa naik pohon.
Seperti dugaan merpati, setelah anaknya lahir kembali srigala itu datang kepadanya dan meminta anak-anaknya. Sesuai anjuran bangau, merpati berteriak dari atas pohon, “Kalau engkau ingin anakku, silahkan naik sendiri ke atas batang pohon ini”. Mendengar jawaban merpati srigala merasa heran, lalu bertanya, “Siapa yang mengajari engkau berbicara seperti itu?”. Dengan cepat merpati menjawab, “Burung bangau yang telah mengajari aku”. Srigala kembali bertanya, “Di mana saya akan menemuinya”. Jawaban merpati, “Dia ada di pingir sungai, dengan menunjuk ke arah di mana burung bangau berada”.
Srigala kemudian bergegas ke tempat burung bangau berada, dan seperti yang ditunjukan merpati, ternyata ia memang sedang bermain di pinggir sungai.
Dengan wajah ceria dan penuh persahabatan srigala mendekati bangau sambil berkata, “Alangkah sempurnaya ciptaan Tuhan terhadapmu wahai burung bangau. Engkau diberikan Tuhan sesuatu yang tidak dimiliki makhluk lain. Engkau memiliki tubuh yang indah, leher yang panjang, dan sayap yang indah. Engkau bisa melakukan perjalan dalam sehari yang makhluk lain melakukannya dalam setahun. Akan tetapi, saya tidak tidak tahu bagaimana caranya engkau melindungi kepalamu dari terpaan angin kencang?”. Burung bangau terlena mendengar pujian srigala, hingga dengan bangga ia menjawab, “Caranya sangat gampang temanku, jika angin datang dari arah kanan maka saya menyembunyikan kepala saya di dalam sayap yang sebelah kiri. Jika anginnya datang dari arah kiri, maka saya menyembunyikan kepala saya di sayap sebelah kanan”. Srigala kembali bertanya, “Bagaimana jika yang datang adalah angin puting beliung dan bertiup dari semua arah, di manakah engkau sembunyikan kepalamu?”. Bangau menjawab, aku menyembunyikan kepalaku di bawah badan”. Srigala berkata, “Bagaimana mungkin engkau akan melakukannya, saya benar-benar tidak percaya sebelum aku melihatnya”.
Dengan rasa percaya diri yang tinggi, bangau mencontohkan bagaimana ia menyembunyikan kepalanya di bawah badannya. Saat itulah dengan cepat srigala melompat menerkam leher bangau, hingga ia jatuh tak berdaya dan menjadi santapan srigala.
Dari kisah di atas dapat diambil beberapa pelajaran. Pertama, seseorang yang memberi yang nasehat orang lain untuk sebuah kebaikan, maka semestinya yang memberi nasehat juga harus mengamalkan nasehatnya itu. Sebab, orang yang menasehati orang lain namun melupakan dirinya sendiri tidak ubahnya seperti lilin yang menerangi orang lain, dan membakar dirinya sendiri. Teramat buruklah sifat manusia yang seperti itu, karena bukan hanya dia akan merugi di dunia namun juga merugi di akhirat. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa manusia yang bersifat seperti demikian, akan dibangkitkan dari kuburnya dalam kondisi tanpa kepala. Sangatlah tepat jika Allah mencela manusia yang memiliki sifat seperti ini. Seperti celaan Allah dalam surat al-Baqarah [2]: 44
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Artinya: “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?.”
Begitu juga celaan Allah dalam surat ash-Shaf [61]: 3
كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
Artinya: “Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.”
Kedua, dalam hidup di dunia ini sikap waspada harus selalu dimiliki termasuk kepada orang-orang terdekat sekalipun. Buruk sangka memang sesuatu yang dilarang dan merupakan sebuah dosa di sisi Allah. Namun, kewaspadaan adalah sikap yang mesti dimiliki setiap manusia, karena tidak semua orang senang dan menginginkan kebaikan untuk kita. Atau bahkan tidak selamanya orang yang kita cintai dan sayangi mendatangkan kebaikan bagi kita. Itulah yang diingatkan Allah dalam surat al-Anfal [8]: 28
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
Artinya: “Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.”
Begitu juga dalam surat at-Taghabun [64]: 14
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ…
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka;…”
Ketiga, jika seseorang berbuat baik, maka semesti kita membalasnya dengan kebaikan pula, atau bahkan berbuat yang terbaik baginya sebagai balasan kebaikan yang sudah kita terima. Janganlah hendaknya seperti merpati yang diberikan kebaikan oleh bangau, namun dia sendiri memberikan kecelakaan bagi orang yang telah berbuat baik kepadanya. Bukankah Allah telah mengingatkan dalam surat ar-Rahman [55]: 60
هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ
Artinya: “Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).”
Begitu juga dalam surat al-Isra’ [17]: 7, Allah swt. mengingatkan bahwa kebaikan yang kita lakukan adalah untuk diri kita sendiri balasannya. Seperti firman-Nya
إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ…
Artinya: “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri …”
Keempat, seseorang tidak boleh lengah dan terlena dengan pujian orang lain, karena pujian itu belum tentu sesuai dengan sebenarnya. Sangat mungkin sekali ketika seseorang memuji kita, ada sesuatu yang diinginkannya. Dalam sebuah ungkapan bijak disebutkan “Pujian adalah racun yang paling ampuh membunuh seseorang tanpa dia sendiri menyadarinya”.
Oleh karena itu, jika seseorang memuji kita maka sebaiknya kembalikanlah kelebihan itu kepada Allah. Sebab, semua kelebihan yang dimiliki seseorang adalah berasal dari Allah dan diberikan atas kemurahan-Nya. Itulah yang pernah diucapkan oleh nabi Sulaiman as. atas kelebihan yang dimilikinya. Seperti yang terdapat dalam surat an-Naml [27]: 40
...فَلَمَّا رَآهُ مُسْتَقِرًّا عِنْدَهُ قَالَ هَذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي ءَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ….
Artinya: “…Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan ni`mat-Nya)…”

Tidak ada komentar: