BAGIAN KEDUA
IBADAH DAN BERBAGAI ASPEKNYA
Apa Saja Amal Shalih Itu?
Dalam al-Qur’an banyak sekali dijumpai kata amal shalih dengan berbagai bentuknya. Seperti dalam surat al-‘Ashr [103]: 3, disebutkan Allah swt bahwa salah satu manusia yang terhindar dari kerugian adalah orang-orang yang beramal shalih. Dalam surat at-Tin [95]: 6, Allah swt menyebutkan salah satu manusia yang tidak akan dilemparkan ke tempat yang paling rendah adalah orang-orang yang beramal shalih. Dalam surat an-Nahl [16]: 97, Allah swt menyebutkan bahwa orang-orang yang melakukan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan akan diberi balasan yang besar dan kehidupan yang baik di akhirat nanti. Masih banyak lagi ayat-ayat yang menyebutkan keutamaan amal shalih serta balasan yang akan diperoleh pelakunya.
Namun demikian, Allah swt tidak menyebutkan secara pasti apa saja jenis amal shalih tersebut. Namun, bukan berarti tidak bisa diketahui bentuk-bentuk amal shalih itu sendiri. Untuk mengetahui apa saja jenis amal shalih tersebut, perlu dilihat apa kata yang menjadi lawan amal shalih itu.
Dalam al-Qur’an kata amal shalih dilawankan Allah swt dengan kata fasâd (kerusakan). Hal itu terdapat dalam surat Shad [38]: 28
أَمْ نَجْعَلُ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَالْمُفْسِدِينَ فِي الْأَرْضِ أَمْ نَجْعَلُ الْمُتَّقِينَ كَالْفُجَّارِ
Artinya: “Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih sama seperti orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi?.”
Ayat ini memberikan isyarat bahwa rincian amal shalih itu dapat diketahui dengan merujuk semua bentuk perbuatan fasâd (berbuat kerusakan) yang ada dalam al-Qur’an. Di antara perbuatan fasâd yang disebutkan dalam al-Qur’an adalah:
1. Perusakan Alam, hewan dan tumbuhan, seperti yang disebutkan Allah swt dalam surat al-Baqarah [2]: 205
وَإِذَا تَوَلَّى سَعَى فِي الْأَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الْفَسَادَ
Artinya : “Dan apabila ia berpaling dari mukamu ia berjalan di bumi untuk berbuat kerusakan padanya, terhadap tumbuhan dan binatang, dan Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.”
Dengan demikian, amal shalih adalah perbuatan yang bermaksud memelihara alam dan kesimbangan lingkungan. Seperti tidak menebang pohon, tidak membunuh binatang secara liar, tidak mencemari air, udara, memelihara kebersihan lingkungan dan seterusnya. Bahkan, memilih sampah atau membuang sampah pada tempatnya pun termasuk bagian dari amal shalih.
2. Keengganan menerima kebenaran, seperti yang terdapat dalam surat Ali-Imran [3]: 62-63
إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْقَصَصُ الْحَقُّ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا اللَّهُ وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ(62)فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِالْمُفْسِدِينَ(63)
Artinya : “Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tidak ada Tuhan selain Allah, Dialah yang Maha Perkasa lagi Bijaksana. Kemudian jika mereka berpaling (dari menerima kebenaran), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui terhadap orang-orang yang berbuat kerusakan.
Oleh karena itu, menerima nasehat atau kebenaran dari seseorang merupakan bagian dari amal shlaih. Sebaliknya, orang yang tidak mau mendengarkan kebanaran orang lain, adalah bagian dari orang yang berbuat kerusakan.
Seringkali dalam kehidupan ini, kita melakukan sesuatu yang salah namun seringkali pula kita tidak pernah mendengarkan atau bahkan marah kalau dinasehati orang lain, apalagi jika yang menasehati kedudukannya lebih rendah dari kita.
3. Melakukan perampokan, pembunuhan, ataupun gangguan kepada orang lain. Seperti yang disebutkan Allah swt dalam surat al-Mai’dah [5]: 32
مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا…
Artinya: “Oleh karena itu, Kami tetapkan kepada Bani Israel (suatu hukum) bahwa siapa yang membunuh mansuia bukan karena orang itu membunuh orang lain atau berbuat kerusakan di bumi, maka dia seperti membunuh manusia semuanya…”
Melakukan perbuatan yang tidak menggangu orang lain, menciptakan ketenangan dan kedamaian di tengah masyarakat, berarti seseorang telah melakukan amal shalih. Sebaliknya orang yang selalu mengganggu ketenangan orang lain, apalagi membunuh dan mengambil hak orang lain berarti dia melakukan suatau kerusakan.
4. Pengurangan takaran, timbangan, seperti yang diungkapkan Allah swt dalam surat al-A’raf [7] : 85
…َأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا…
Artinya: “…maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu berbuat keruskan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya…”
Dengan demikian, jujur dalam menakar dan menimbang adalah salah satu bentuk amal shalih. Kegiatan ini biasanya dekat dengan dunia perdagangan. Oleh karena itu, para pedagang dapat melakukan amal shalih dengan cara tidak melakukan kecurangan ketika menimbang dan menakar sesuatu.
5. Memecah belah persatuan, seperti yang disebutkan Allah swt dalam surat al-Anfal [8]: 73
….إِلَّا تَفْعَلُوهُ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ
Artinya: “…jika kamu (hai umat Islam) tidak melakukan apa yang telah diperintahkan niscaya akan terjadi kekacaun di muka bumi dan kerusakan yang besar.”
Oleh karena itu, menjaga persatuan dan kesatuan, memelihara keutuhan bangsa, negara dan masyarakat adalah bagian dari amal shalih. Itulah sebabnya kenapa orang yang memecah persatuan atau gerakan separatis diwajibakan secara syari’at untuk ditumpas dan diperangi. Darah para pemberontak halal untuk ditumpahkan, karena dianggap pelaku perusakan di bumi.
6. Berfoya-foya dan bergaya hidup mewah, seperti yang disebutkan dalam surat Hud [11]: 116
فَلَوْلَا كَانَ مِنَ الْقُرُونِ مِنْ قَبْلِكُمْ أُولُو بَقِيَّةٍ يَنْهَوْنَ عَنِ الْفَسَادِ فِي الْأَرْضِ إِلَّا قَلِيلًا مِمَّنْ أَنْجَيْنَا مِنْهُمْ وَاتَّبَعَ الَّذِينَ ظَلَمُوا مَا أُتْرِفُوا فِيهِ وَكَانُوا مُجْرِمِينَ
Artinya: “Maka kenapa tidak ada dari umat-umat yang sebelum kamu orang-orang yang memiliki keutamaan yang melarang dari pada berbuat kerusakan di muka bumi, kecuali sebagian kecil di antara orang-orang yang telah Kami selamatkan di antara mereka, dan orang-orang yang zhalim hanya mementingkan kenikmatan dan kemewahan yang ada pada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa.”
Hidup sederhana dan bersahaja adalah bagian dari amal shalih. sederhana bukan berarti kikir, karena Allah swt juga mencela orang yang kikir. Akan tetapi, hidup sederhana berarti memenuhi segala sesutau yang memang manjadi kebutuhan dan tidak berlebihan, sekalipun punya kemampuan untuk melakukan itu. Serta tidak memenuhi semua keinginan, karena keinginan manusia tiada batasnya.
7. Pemborosan, seperti yang disebutkan dalam surat asy-Syu’ara’ [26]: 151-152
وَلَا تُطِيعُوا أَمْرَ الْمُسْرِفِينَ(151)الَّذِينَ يُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ وَلَا يُصْلِحُونَ(152)
Artinya: “Dan janganlah kamu mentaati perintah orang-orang yang melampaui batas. Mereka adalah orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi dan tidak berbuat amal shalih.”
Sikap hidup boros dan berfoya-foya walaupun secara prinsip sama, akan tetapi memiliki perbedaan. Kalau berfoya-foya atau bermewah biasanya dilakukan oleh orang yang memiliki materi yang berlebih dari orang lain. Sementara boros bisa dilakukan oleh siapa saja termasuk orang miskin. Karena salah satu bentuk boros adalah menghabiskan semua yang ada hari ini tanpa berfikir untuk hari esok. Oleh karena itu, orang yang suka berhemat adalah termasuk pelaku amal shalih.
8. Melakukan makar (rencana jahat dan penipuan), seperti yang disebutkan dalam surat an-Naml [27]: 49
قَالُوا تَقَاسَمُوا بِاللَّهِ لَنُبَيِّتَنَّهُ وَأَهْلَهُ ثُمَّ لَنَقُولَنَّ لِوَلِيِّهِ مَا شَهِدْنَا مَهْلِكَ أَهْلِهِ وَإِنَّا لَصَادِقُونَ
Artinya: “Mereka berkata, bersumpahlah kamu dengan nama Allah, bahwa kita pasti akan menyerang mereka dengan tiba-tiba beserta keluarganya di malam hari, kemudian kita katakan kepada ahli warisnya (bahwa) kita tidak menyaksikan kematian keluarganya itu, dan sesungguhnya kita adalah orang-orang yang benar.”
Merencanakan sesuatu kebaikan, baik untuk diri sendiri atau orang banyak adalah suatu amal shalih, sekalipun belum sempat terwujud dalam bentuk perbuatan. Sebab, niat yang tergores di hati mansuia sudah dicatat sebagai amal shalih di sisi Allah swt walaupun belum terwujud dalam bentuk aksi dan akan diperlihatkan kepadanya di akhirat nanti.
9. Pengorbanan nilai-nilai agama, seperti yang disebutkan dalam surat Ghafir [40]: 26
وَقَالَ فِرْعَوْنُ ذَرُونِي أَقْتُلْ مُوسَى وَلْيَدْعُ رَبَّهُ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يُبَدِّلَ دِينَكُمْ أَوْ أَنْ يُظْهِرَ فِي الْأَرْضِ الْفَسَادَ
Artinya:“Dan berkata Fir’aun kepada pembesar-pembesarnya, biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah ia bermohon kepada Tuhannya, kerena sesungguhnya aku khawatir dia akan menukar agamamu atau berbuat kerusakan di muka bumi.”
Ayat di atas menjelaskan ketakutan Fir’aun kepada Musa yang akan menukar agama dan keyikinan mereka. Dengan demikian, penggantian nilai agama tersebut dianggap Fir’aun sebagai perbuatan fasad (bukan berarti Fir’aun benar dan musa salah, namun maksudnya adalah menukar agama adalah bentuk perbuatan yang disebut fasâd). Oleh karena itu, segala perbuatan yang bertujuan membela, mempertahankan atau mempejuangkan nilai-nilai akidah dan agama termasuk amal shlaih.
10. Kesewenangan, seperti dalam surat al-Fajr [89]: 11-12
الَّذِينَ طَغَوْا فِي الْبِلَادِ(11)فَأَكْثَرُوا فِيهَا الْفَسَادَ(12)
Artinya: “Yang berbuat kesewenang-wenangan dalam negeri. Dan mereka berbuat banyak keruskan.”
Dengan demikian, perbuatan yang bertujuan menjaga dan menghormati hak dan kebebasan orang lain adalah amal shalih. Sesorang pemimpin yang berlaku adil kepada rakyatnya dan kekuasaannya adalah seorang yang beramal shlaih.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar