Nikmat Kematian
Kematian adalah konsekwensi dari setiap kehidupan, sebab Allah swt telah memastikan hal tersebut melalui banyak firman-Nya di dalam al-Qur’an. Di antaranya surat Ali ‘Imran [3]: 185
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Artinya: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”
Begitu juga dalam surat an-Nisa’ [4]: 78
أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ…
Artinya: “Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh…”
Selanjutnya dalam surat al-Jum’ah [62]: 8
قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Artinya: “Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”
Begitulah kepastian tentang terjadinya kematian terhadap semua yang pernah megalami kehidupan. Namun demikian, dalam pandangan al-Qur’an kematian bukanlah akhir dari kehidupan, ia hanyalah salah satu fase dari beberapa fase kehidupan yang dilalui makhluk termasuk manusia. Tujuannya adalah untuk menuju kehidupan yang lebih baik dan lebih sempurna.
Kematian adalah gerbang menuju akhirat, yang disebut Allah swt sebagai kehidupan yang lebih sempurna. Seperti yang terdapat dalam surat al-‘Ankabut [29]: 64
وَمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
Artinya: “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.”
Oleh karena itu, kematian merupakan proses kehidupan yang dilalui manusia untuk menuju kesempurnaan hidup. Sebab, perpindahan dari satu alam ke alam lain, betujuan agar manusia lebih sempurna untuk kehidupan berikutnya. Dulu ketika di alam arwah, manusia belum disebut makhluk sempurna, lalu Allah swt pindahkan ke alam rahim. Di alam rahim manusia juga belum sempurna, maka Allah swt. pindahkan ke alam dunia. Di dunia manusia juga belum sempurna, kemudian Allah swt pindahkan ke alam akhirat melalui proses kematian. Begitu juga yang terjadi dengan makhluk lain, misalnya ayam yang masih dalam telur, belum lagi sempurna menjadi ayam. Kesempurnaannya baru terjadi setelah perpindahan dari “alam telur” ke alam dunia.
Disebabkan kematian adalah proses menuju kesempurnaan, makanya Allah swt menyebut juga proses tersebut dengan kata wafât yang secara harfiyah berarti sempurna. Seperti firman Allah dalam surat az-Zumar [39]: 42
اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: “Allah memegang (menyempurnakan) jiwa ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.”
Dengan demikian, pada hakikatnya kematian adalah sebuah nikmat dari Tuhan dan salah satu bentuk wujud kasih sayang-Nya kepada manusia. Sebagai bukti bahwa kematian adalah nikmat Tuhan, bukankah setiap bangun tidur kita selalu mengucapkan;
الحمد لله الذي أحيانا بعد ما اماتنا واليه النشور
Artinya: “Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kita setelah mematikan kita, dan kepada-Nya juga kembali.”
Tidur yang merupakan bagian kecil dari bentuk kematian, dirasakan manusia sebagai suatu kenikmatan yang begitu berharga, karena betapa tersiksanya manusia jika tidak bisa tidur. Maka kematian yang sesungguhnya, tentulah jauh lebih nikmat dari tidur yang dirasakan manusia. Sangat tepat, jika Allah swt mencela manusia yang tidak memahami dan bersyukur terhadap nikmat kematian tersebut. Seperti yang disebutkan Allah dalam surat al-Baqarah [2]: 28
كَيْفَ تَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَكُنْتُمْ أَمْوَاتًا فَأَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Artinya: “Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?”
Oleh karena kematian adalah sebuah nikmat, maka tidaklah sepantasnya manusia takut dan menghindarkan diri dari padanya. Sebab, siapa yang lari dari kematian berarti dia tidak menginginkan kesempurnaan atas dirinya. Yang terbaik adalah melakukan persiapan yang sempurna guna menghadapi proses kematian tersebut. Dalam sebuah hadits riwayat Imam Ahmad disebutkan “Seorang mukmin saat menjelang kematiannya, akan didatangi oleh malaikat sambil menyampaikan dan memperlihatkan kepadanya apa yang bakal dialaminya setelah kematian. Ketika itu tidak ada yang lebih disenanginya, kecuali bertemu dengan Tuhan (kematian). Berbeda halnya dengan orang kafir (orang yang tidak siap dengan kematian) yang juga diperlihatkan kepadanya apa yang bakal dihadapinya setelah kematian, dan ketika itu tidak ada yang lebih dibencinya kecuali bertemu dengan Tuhan (kematian).
Inilah manusia seperti yang disebutkan Allah swt dalam surat al-Munafiqun [64]: 10, di mana mereka meminta ditangguhkan kematiannya beberapa saat untuk bisa mempersiapkan diri. Namun hal itu tidak mungkin diberikan Allah, disebabkan ajalnya sudah datang (Q.S . an-Nahl [16]: 61 dan juga al-Munafiqun [64]: 11).
Ketakutan dan keengganan mereka yang tidak siap dengan kematian inilah yang akhirnya membuat malaikat maut terpaksa mencabut nyawanya dengan kasar seperti yang dijelaskan dalam surat an-Nazi’at [79]: 1. Sehingga bagi kelompok ini, kematian tentu saja tidak menjadi sesuatu yang nikmat, namun menjadi bagian dari azab Tuhan. Bahkan setelah sampai di alam barzakhpun nanti, orang yang kafir atau kelompok yang tidak punya persiapan dengan kematian meminta kepada Tuhan agar bisa dikembalikan ke dunia. Seperti yang terdapat dalam surat al-Mu’minun [23]: 99-100
حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ(99)لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلَّا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ(100)
Artinya: “(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia) (99). agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan (100).”
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar