Senin, 30 Juni 2008

Kewajiban Menuntut Ilmu

Kewajiban Menuntut Ilmu

Dalam sebuah haditsnya Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang ingin hidup bahagia di dunia maka hendaklah dia memiliki ilmu, dan barangsiapa yang ingin hidup bahagia di akhirat mestilah memiliki ilmu, dan barangsiapa yang ingin hidup bahagia pada keduanya maka mesti juga dengan ilmu”. Hadits ini mengisyaratkan kepada kita, betapa pentingnya penguasaan ilmu oleh manusia demi kebahagiaan mereka sendiri baik dunia maupun akhirat. Sebagai contoh, seorang buruh yang hanya bekerja mangandalkan ototnya, bekerja selama sehari penuh di bawah terik matahari dengan beban pekerjaan yang sangat berat menerima upah Rp. 40.000. Sementara seorang Profesor memberikan ceramah dalam waktu 30 menit dan berada dalam ruangan ber-AC dengan suguhan menu yang istimewa, lalu dijemput dan di antar ke bandara dengan mobil mewah, diberikan uang saku jutaan rupiah. Perbedaan penghargaan itu terjadi karena keduanya berbeda dalam penguasaan ilmu. Wajarlah kalau Allah swt berfirman dalam surat al-Mujadilah [58]: 11
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ......
Artinya:”…Allah pasti mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberikan ilmu pengetahuan…”
Oleh karena itu, Islam sangat mendorong umatnya untuk menjadi penguasa ilmu pengetahuan. Hal itu tersirat dalam banyak ayat Allah swt maupun hadits Rasulullah saw. Seperti yang terdapat dalam hadits berikut, “Tuntutlah ilmu dari ayunan sampai ke liang lahat”. Dalam riwayat lain disebutkan “Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan. Begitu juga hadits lain memerintahkan, “tuntutlah imlu itu walupun sampai ke negeri Cina”.
Menuntut dan memiliki ilmu menjadi penting bagi kehidupan manusia, karena orang yang berilmu akan mendapatkan beberapa keuntungan, di antaranya:
1. Terhindar dari penipuan dan kesesatan
Hal itu disebutkan Allah swt dalam surat an-Nisa’ [4]: 113
وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكَ وَرَحْمَتُهُ لَهَمَّتْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ أَنْ يُضِلُّوكَ وَمَا يُضِلُّونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَضُرُّونَكَ مِنْ شَيْءٍ وَأَنْزَلَ اللَّهُ عَلَيْكَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُنْ تَعْلَمُ وَكَانَ فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكَ عَظِيمًا
Artinya: “Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, tentulah segolongan dari mereka berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. Tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak dapat membahayakanmu sedikitpun kepadamu. Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu.”
Biasanya orang yang mudah ditipu oleh manusia lain, adalah yang tidak berilmu. Seorang yang memiliki ilmu jangankan manusia biasa, jin dan iblispun tidak berani mengganggunya. Seperti kisah orang alim; pembesar Sulaiman as. yang memiliki ketinggian derajat, bahkan dari rajanya bangsa jin ‘Ifrit. Seperti yang disebutkan dalam surat an-Naml [27]: 40.
2. Terhindar dari pelecehan orang lain
Hal itu seperti terlihat dalam ungkapan Allah swt kepada nabi Nuh as dalam surat Hud [11]: 46
قَالَ يَانُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ فَلَا تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنِّي أَعِظُكَ أَنْ تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ

Artinya: “Allah berfirman: "Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatannya) perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat) nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan (orang bodoh).”
Ayat tersebut, walaupun tidak ditujukan Allah swt untuk merendahkan dan melecehkan nabi Nuh as. namun jika manusia dengan sesamanya mengungkapan ungkapan seperti itu, biasanya bermakna merendahkan lawan bicara.
3. Terhindar dari kematian hati
Allah swt menyebutkan bahwa salah satu yang menyebabkan hati manusia mati, adalah ketiadaan ilmu. Sebab, dalam surat an-Nahl [16]: 70, Allah swt memberikan hati kepada manusia agar hati itu digunakan untuk memperoleh ilmu dan mesti selalu diasah dan diasuh dengan ilmu pengetahuan. Jika tidak pernah diberikan haknya berupa ilmu, maka dia akan mati. seperti yang disebutkan Alah swt dalam surat al-An’am [6]: 122
أَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِنْهَا كَذَلِكَ زُيِّنَ لِلْكَافِرِينَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya: “Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.”
4. Terhindar dari sikap ceroboh
Biasanya orang yang berilmu akan sangat hati-hati dalam berbuat, berkata, bersikap atau memutuskan sesuatu. Namun, orang yang tidak berilmu biasanya cendrung bersikap ceroboh dan gegabah, baik dalam ucapan, tindakan, maupun sikap. Sehingga kecerobohan ini, seringkali membuat dia menghadapi bahaya dan kesulitan. Hal itu disebutkan Allah dalam surat Thaha [20]: 114
فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ وَلَا تَعْجَلْ بِالْقُرْءَانِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُقْضَى إِلَيْكَ وَحْيُهُ وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا
Artinya: “Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al Qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.”
5. Dapat melihat persolaan dengan baik dan memutuskan dengan tepat
Hal ini disebutkan Allah dalam surat ar-Ra’d [13]: 19
أَفَمَنْ يَعْلَمُ أَنَّمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ الْحَقُّ كَمَنْ هُوَ أَعْمَى إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ
Artinya: “Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran.”
Ini adalah salah satu keutamaan orang yang berilmu, di mana dia akan sangat arif menyikapi suatu persoalan. Baik persoalan sendiri, maupun orang lain yang diserahkan penyelesaiannya kepadanya. Tidak seperti orang yang buta, sebagaimana yang disebutkan Allah swt. Buta di sini tentu saja bukan buta mata, tetapi buta hati karena tidak memiliki ilmu dan wawasan.
Sikap bijaksana ini tergambar dari sikap ratu Balqis seperti diceritakan Allah swt dalam surat an-Naml [27]: 20-40. Ratu Balqis sebagai seorang ratu yang berilmu dan bijaksana, membuat dia dihormati dan disegani seluruh rakyat Yaman. Dia juga membuat nabi Sulaiman as. manjadi kagum atas sikapnya yang sangat bijaksana dan ketika menjawab semua pertanyaan Sulaiman.


6. Bisa membedakan yang baik dan yang buruk
Hal ini terganbar dari firman Allah swt dalam surat Muhammad [47]: 3
ذَلِكَ بِأَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا اتَّبَعُوا الْبَاطِلَ وَأَنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّبَعُوا الْحَقَّ مِنْ رَبِّهِمْ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ لِلنَّاسِ أَمْثَالَهُمْ

Artinya: “Yang demikian adalah karena sesungguhnya orang-orang kafir mengikuti yang batil dan sesungguhnya orang-orang yang beriman mengikuti yang hak dari Tuhan mereka. Demikianlah Allah membuat untuk manusia perbandingan-perbandingan bagi mereka.”
Agaknya bisa dipastikan bagi yang tidak berilmu susah membedakan antara yang baik dan buruk, bahkan untuk dirinya sendiri. Tidak mungkin seseorang melakukan sesuatu kebaikan atau menghindari keburukan kalau keduanya tidak berbeda baginya. Oleh karena itulah, dianggap wajar kalau binatang selalu salah dan tidak bisa membedakan mana yang baik dan buruk, yang boleh dan haram karena ia tidak mempunyai ilmu.
7. Terhindar dari gangguan jin, iblis dan makhluk halus lainnya
Hal ini seperti cerita seorang alim pada masa nabi Sulaiaman as. yang mengangkat istana Balqis dalam waktu kedipan mata, mengungguli jin ‘Ifrit yang mampu mengangkatnya dalam waktu yang lebih lama. Seperti dalam surat an-Namal [27]: 40. Hal ini mengisyaratkan bahwa orang yang berilmu memiliki kedudukan lebih hebat dari bangsa Jin, dan karena itu tidak akan mungkin bisa diganggu oleh makhluk semacam itu.

Tidak ada komentar: