Senin, 30 Juni 2008

Doa Yang Dikabulkan Allah

Doa Yang Dikabulkan Allah

Secara harfiyah do’a berarti seruan, ajakan, permohonan dan permintaan. Akan tetapi, kata do’a kemudian mengalami penyempitan arti, sehingga akhirnya dipahami dalam bentuk permohonan atau permintaan. Permohonan atau permintaan tersebut, tentu saja ditujukan kepada Allah swt, karena berdo’a kepada yang selain-Nya adalah kemusyrikan.
Ada beberapa alasan kenapa seseorang mesti berdo’a kepada Allah swt. Pertama, manusia berdo’a sebagai wujud nyata dari bukti kelemahan manusia itu sendiri, seperti yang disebutkan Allah swt dalam firman-Nya surat an-Nisa’ [4]: 28
يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا
Artinya: “Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah”
Diantara kelemahan manusia terlihat dari aspek fisik. Di mana secara penciptaan, jika dibandingkan dengan makhluk lain, manusia sangatlah lemah. Seekor anak sapi misalnya, hanya membutuhkan waktu beberapa jam saja untuk bisa berdiri dan kemudian berjalan setelah dilahirkan induknya. Sementara manusia baru bisa berdiri dan berjalan setelah berumur lebih dari satu tahun. Begitu juga, seekor induk kelelawar melahirkan anaknya dalam kondisi bergantung, kaki ke atas dan kepala ke bawah. Akan tetapi, tidak pernah sekalipun anaknya jatuh ke tanah saat kelahirannya tersebut. Anak kelelawar begitu keluar dari perut induknya, segera mencari susu induknya untuk kemudian bergantung padanya. Sementara seorang anak manusia begitu lahir, tidak bisa mencari susu ibunya dengan sendiri, dia baru akan menyusu bila ibunya meletakan susunya pada mulut sang manusia tersebut. Begitulah kelemahan manusia dari segi penciptaan jika dibandingkan dengan makhluk Allah swt yang lain.
Kelemahan manusia yang lain adalah bahwa dia tidak mampu menjaga dirinya sendiri. Sehingga Allah swt perlu memberikan penjaga-pejaga yang akan menjaganya. Ketidakmampuan manusia memelihara dirinya terbukti dengan tidak mampunya manusia mengetahui mana yang baik dan buruk untuknya. Hal itu, seperti yang ditegaskan Allah swt dalam surat al-Baqarah [2]: 216
…وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Artinya: “…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
Begitu juga kelemahan manusia adalah bahwa tidak semua yang dinginkan dan diharapkannya bisa diwujudkan dengan usahanya sendiri. Di sinilah pentingnya manusia bero’a kepada Allah swt.
Kedua, manusia perlu berdo’a karena do’a adalah perintah Allah swt. Seperti firman-Nya dalam surat Ghafir [40]: 60
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
Artinya: “Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.”
Dengan demikian, do’a merupakan bagian dari ibadah yang diperintahkan Allah swt, kalau tidak akan mengatakannya sebagai sebuah kewajiban. Bahkan, Rasulullah saw pernah mengatakan “Do’a itu adalah intinya ibadah”. Bukankah shalat yang merupakan tiang agama, secara bahasa berarti do’a?
Namun demikian, tidaklah semua do’a bisa terkabulkan atau diperkenankan oleh Allah swt, sebelum yang berdo’a mengikuti prosedur berupa aturan yang ditetapkan Allah swt. Berikut beberapa aturan dalam berdo’a, sehingga do’a yang bersangkutan didengar dan dikabulkan Allah swt.
1. Do’a mesti ditujukan hanya kepada Allah semata.
Oleh karena itu, tidak boleh berdo’a kepada selain Allah swt. Seperti yang dijelaskan dalam firman-Nya surat Yunus [10]: 106
وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ
Artinya: “Dan janganlah kamu menyembah (berdo’a/meminta) apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim.”
Begitu juga firman Allah dalam surat ar-Ra’du [13]: 14
لَهُ دَعْوَةُ الْحَقِّ وَالَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ لَا يَسْتَجِيبُونَ لَهُمْ بِشَيْءٍ إِلَّا كَبَاسِطِ كَفَّيْهِ إِلَى الْمَاءِ لِيَبْلُغَ فَاهُ وَمَا هُوَ بِبَالِغِهِ وَمَا دُعَاءُ الْكَافِرِينَ إِلَّا فِي ضَلَالٍ
Artinya: “Hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) doa yang benar. Dan berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatupun bagi mereka, melainkan seperti orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. Dan doa (ibadat) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka.”


2. Berdo’a harus tulus ikhlas karena Allah swt.
Artinya, doa mestilah lahir dari keinginan yang bersangkutan untuk mengharap rahmat Allah swt, bukan karena malu, segan, takut, atau terpaksa oleh pihak lain. Do’a haruslah muncul dari hati sang pemohon, yang didasari dorongan akan kebutuhannya terhadap rahmat dan pertolongan Allah swt. Seperti yang dijelaskan Allah swt dalam surat al-Mu’min [40]: 14
فَادْعُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
Artinya: “Maka sembahlah (berdo’alah kepada) Allah dengan memurnikan ibadat kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai(nya).”
3. Do’a adalah ungkapan ketidakberdayaan manusia di hadapan Tuhan.
Oleh karena itu, semestinya do’a diungkapkan dengan bahasa yang tepat, penuh ketundukan dan kehinaan, bukan bahasa yang mengandung arogansi atau kesombongan. Sama halnya, dengan ketika kita meminta kepada manusia yang kedudukannya lebih tinggi, tentulah bahasa yang dipakai adalah bahasa yang penuh kerendahan dan harapan, bukan bahasa yang keras, penuh keangkuhan atau kesombongan. Jika meminta dengan ungkapan kasar, sombong, tanpa merendahkan diri maka sulit bagi seseorang untuk memperkenankan permintaan kita, kalau tidak akan dimarahi, diusir atau di perlakukan dengan kasar pula. Seperti yang diljelaskan Allah swt dalam surat al-A’raf [7]: 55
ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
Artinya: “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”

Ayat di atas, menyuruh manusia agar berdo’a kepada Allah swt dengan rasa hina dan suara yang lembut. Akan tetapi, Allah swt juga melarang melampaui batas kewajaran, seperti terlalu menghinakan diri, menangis secara berlebihan sehingga mengganggu orang lain.
4. Do’a tidak boleh untuk kejahatan, baik diri sendiri maupun orang lain.
Do’a, yang disamping sebagai permohonan seseorang akan sesuatu yang diinginkan, juga merupakan bagian dari ibadah kepada Allah swt. Oleh karena itu, semestinya do’a juga dalam bentuk kebaikan dan bertujuan baik pula. Seperti yang disebutkan Allah swt dalam surat al-Isra’ [17]: 11
وَيَدْعُ الْإِنْسَانُ بِالشَّرِّ دُعَاءَهُ بِالْخَيْرِ وَكَانَ الْإِنْسَانُ عَجُولًا
Artinya: “Dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.”
Biasanya seseorang berdo’a untuk kejahatan orang lain, jika dia disakiti atau dizalimi. Namun demikian, berdo’a untuk maksud dan tujuan seperti itu tetap tidak dibenarkan. Do’a seperti itu bukan hanya tidak akan dikabulkan Allah swt, akan tetapi yang berdo’apun akan mendapat dosa. Sebab, orang yang mendo’akan kejahatan orang lain, berarti dia tidak yakin akan adanya keadilan dan kebijaksanaan Tuhan.
5. Do’a adalah permohonan seorang hamba kepada Allah Dzat Yang Maha Tinggi.
Oleh karena itu, selayaknya bagi setiap yang berdo’a melakukan ibadah sebelum mengajukan permohonan. Sama halnya dengan ketika seseorang mau mengajukan permintaan kepada seorang pejabat, tentulah dia terlebih dahulu membuat sang pejabat menjadi senang kepadanya. Bisa dengan cara mematuhi perintahnya terlebih dahulu, atau dengan berbincang sambil memujinya. Setelah hatinya menjadi senang dan respek dengan yang meminta, tentu keinginan sang pemohon akan cepat dikabulkan. Dalam sebuah haditsnya Rasulullah saw bersabda;
قدمت العبادة على الاستعانة اقرب الى الإجابة
Artinya: “Mendahulukan ibadah dari mengajukan permohonan adalah lebih dekat utnuk dikabulkan”
Itulah agaknya, kenapa sebelum berdo’a kita disuruh minimal memuji Allah swt. Dan begitu juga, kenapa salah satu tempat do’a yang paling mustajab adalah setelah selesai shalat fardhu.
6. Memilih waktu yang tepat untuk berdo’a.
Memang do’a bisa dimohonkan setiap saat tanpa memandang waktu dan tempat, karena Allah akan selalu mendengar. Akan tetapi, dalam mengajukan permohonan kiranya perlu memperhitungkan dan mencari waktu yang paling tepat. Ibarat ingin menemui seorang, tentulah tidak pada semua waktu dan kesempatan. Jika ingin bertemu, tentu kita harus mencari waktu di mana dia sedang tidak sibuk, atau sedang sendirian dan butuh teman untuk berbicara. Agaknya waktu seperti itu, akan sangat tepat jika mengajukan suatu permohonan. Begitu juga kalau mengajukan permohonan kepada Allah swt, carilah waktu yang paling tepat. Seperti yang disebutkan dalam sebuah hadits Rasulullah saw
اقرب ما يكون الرب من عبده فى جوف الليل الآخر
Artinya: “Saat yang paling dekat antara Tuhan dengan hamba-Nya adalah pada pertengahan malam.”
Pada pertengahan malam, Tuhan berada sangat dekat dengan hamba-Nya, dikarenakan pada saat itu semua makhluk sedang asyik dan larut dengan tidur mereka. Sehingga, jika seseorang bangun beribadah dan mengajukan permohonan kepada Allah swt akan cepat dikabulkan dan diterima. Jika boleh disamakan dengan manusia, ketika itu ibaratnya seseorang sedang sendiri dan butuh teman untuk berbicara, tentu kedatangan kita kepadanya akan membuat dia menjadi gembira dan senang, sehingga permintaan akan cepat dikabulkan. Begitu juga, jika diibaratkan dengan kehidupan nyata di dunia, seperti layaknya sistem komunikasi. Saat tengah malam adalah waktu di mana jaringan tidak sibuk. Sehingga kalau melakukan sambungan komunikasi akan cepat tersambung atau sampai ke tujuan yang hendak di tuju.
7. Do’a harus ditujukan langsung kepada Allah swt tanpa melalui perantara. Sebab, Allah swt adalah sangat dekat dengn hamba-Nya. Seperti firman Allah dalam surat al-Baqarah [2]: 186
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
Artinya: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
8. Jangan putus asa dalam berdo’a.
Ketika, suatu permohonan belum dikabulkan Allah swt, maka mintalah selalu sampai bisa terwujud. Dalam surat Yunus [10]: 89 Allah swt menceritakan bahwa nabi Musa as dan Harun as berdo’a kepada Allah swt untuk kehancuran Fir’aun. Allah swt kemudian menjawab doa mereka dengan firman-Nya “ Sungguh telah Ku perkenankan do’a kamu berdua”. Menurut riwayat bahwa jarak antara jawaban Tuhan dengan terbunuhnya Fir’aun adalah setelah berlalu 40 tahun.
Begitulah cara berdo’a kepada Allah swt, di mana seseorang tidak boleh putus asa karena do’anya belum terkabulkan. Rasa putus asa juga membuat manusia jauh dari rahmat Allah swt, seperti firman-Nya dalam surat Yusuf [12]: 87
...وَلَا تَيْئَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لَا يَيْئَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ
Artinya: “…dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.”
Akan tetapi, ada hal yang mesti diyakini oleh setiap yang berdo’a kepada Allah swt, bahwa memang tidak semua do’a akan dikabulkan-Nya. Jika sudah beberapa kali berdo’a, namun belum terkabulkan, maka ada beberapa kemungkinan. Pertama, mungkin ada tata caranya yang kurang sempurna. Kedua, mungkin karena hati seseorang penuh dosa, sehingga menghambat hubungannya dengan Allah swt. Ketiga, mungkin seseorang belum siap menerima apa yang diminta, sehingga Allah swt belum mengabulkannya sambil menunggu waktu yang tepat utnuk memberikannya. Dan keempat, mungkin sesuatu yang diminta itu bukanlah yang baik baginya, akan tetapi justru buruk untuknya. Allah swt tidak mengabulkan permohonannya karena ingin mengganti dengan sesuatu yang lebih baik dari apa yang di mintanya. Sebab, Allah swt adalah Dzat yang Maha Tahu dan Bijaksana.
Terkait dengan hal ini, menarik untuk memperbandingkan firman Allah dalam surat al-Baqarah [2]: 129 dengan ayat 151. Dalam ayat 129 Allah berfirman
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ ءَايَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Artinya: “Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.”

Sementara dalam ayat 151 Allah berfirman
كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ ءَايَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ
Artinya: “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.”
Ayat 129 di atas berbicara tentang do’a nabi Ibrahim as. bersama Isma’il as. Allah menyebutkan empat permintaan yang diajukan mereka kepada-Nya. Pertama, agar diutus seorang rasul dari kalangan mereka. Kedua, seorang rasul yang akan membacakan ayat-ayat Allah kepada mereka. Ketiga, seorang rasul yang akan mengajarkan al-Kitab dan al-Hikmah kepada mereka. Dan keempat, seorang rasul yang akan mensucikan mereka.
Namun dalam ayat 151 Allah swt memberikan lima hal sebagai jawaban atas do’a mereka. Pertama, diutusnya seorang rasul dari kalangan mereka. Kedua, seorang rasul yang akan membacakan ayat-ayat Allah kepada mereka. Ketiga, seorang rasul yang akan mensucikan mereka. Keempat, seorang rasul yang akan mengajarkan al-Kitab dan al-Hikmah kepada mereka. Dan kelima, seorang rasul yang mengajarkan sesuatu yang belum mereka ketahui.
Dengan mencermati kedua redaksi ayat di atas dapat diambil pelajaran; pertama, bahwa sekiranya seseorang berdo’a dengan tulus dan ikhlas kepada Allah seperti yang dilakukan oleh Ibrahim as. dan isma’il as. maka Allah swt akan memberi lebih banyak dari yang mereka minta dan inginkan.
Pelajaran kedua yang bisa diambil dari kedua ayat di atas adalah dengan mencermati perbedaan redaksinya. Do’a Ibrahim as. dan Isma’il as. menyebutkan “…yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka…”. Sementara jawaban Allah atas do’a mereka dalam redaksi “…yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah…”. Terdapat perbedaan redaksi antara permohonan dan jawaban atas do’a yang diajukan. Hal itu mengandung hikmah bahwa tidak selalu apa yang diminta seseorang diberikan Allah swt sesuai dengan harapan atau keinginannya. Namun hal yang pasti, bahwa apapun yang diberikan Allah, maka itu adalah yang terbaik bagi pemohon. Sebab, manusia dengan segala keterbatasannya tidak bisa mengetahui dengan pasti mana yang terbaik untuk dirinya. Itulah yang ditegaskan Allah dalam surat al-Baqarah [2]: 216 seperti yang disebutkan sebelumnya.
Pelajaran ketiga yang bisa diambil dari kedua ayat di atas adalah, bahwa Ibrahim dan Isma’il berdo’ a kepada Allah swt sewaktu mereka hidup tepatnya setelah selesai membangun ka’bah. Sementara, nabi Muhammad saw lahir sebagai jawaban atas do’a mereka setelah ribuan tahun kemudian. Sungguh suatu jarak waktu yang sangat panjang antara permohonan dengan dikabulkannya do’a tersebut. Itulah yang mesti diyakini oleh seorang yang berdo’a bahwa tidak selalu apa yang diminta dikabulkan dalam waktu yang dekat. Allah swt mungkin akan mengundur waktu dikabulkannya suatu do’a dalam waktu yang sangat panjang seperti do’a nabi Ibrahim dan Isma’il di atas. Akan tetapi, tentu dengan maksud dan tujuan yang besar sesuai dengan kebijaksanaan Allah swt.

1 komentar:

herizal alwi mengatakan...

Langkah pertama, hindari perut dari kemasukan barang-barang haram. Jangan sampai sesuap pun makanan haram yang kita telan. Jangan setegukpun minuman haram yang kita minum. Selektiflah dalam memilih makanan, yang meragukan sebaiknya ditinggalkan. Pilih saja makanan atau minuman yang benar-benar halal dan baik. Allah berfirman, "Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan, karena sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (QS. al-Baqarah : 168)

Memakan makanan yang halal dan baik merupakan salah satu bentuk dari ketaatan kita kepada Allah dalam memenuhi segala perintah-Nya. Bila kita selalu taat kepada Allah dan dalam mengarungi kehidupan ini senantiasa berada dalam kebenaran, tentulah segala apa yang kita mohon, kita panjatkan, dan kita minta pastilah Allah akan mengabulkannya.

"Aku mengabulkan mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepadaku maka hendaklah mereka itu memenuhi segala perintahKu dan hendaklah mereka berikan kepadaKu, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (QS. al-Baqarah :186)

Langkah kedua, Karena doa ini pekerjaan yang agung dan sangat utama, sebagai inti ibadah, maka dalam pelaksanaannya harus khusyu'dan serius tidak dengan main-main. Usahakan dalam berdoa ini dengan penuh keyakinan, penuh harap dan rasa takut. Merendahkan diri dengan suara yang lirih, tenang, tidak tergesa-gesa, dengan keimanan, dan tahu akan hakikat yang diminta. Allah telah menyatakan,

"Berdoalah kepada Tuhanmu dengan merendah diri dan suara yang lembut .." (QS. al-A'raf : 55)

Langkah ketiga, mengetahui waktu-waktu doa dikabulkan. Walaupun berdoa ini bisa dilakukan sembarang waktu, namun ada waktu-waktu yang memang disunnahkan. Insya Allah pada waktu-waktu ini segala doa akan diperkenankan dan dikabulkan.