Fungsi dan Tujuan Al-Qur'an Diturunkan
Al-Qur’an sebagai sesuatu yang bersumber dari Allah Yang Maha Bijaksana, diturunkan kepada manusia memiliki maksud dan tujuan yang besar. Dan yang pasti bahwa maksud dan tujuan itu adalah untuk kebaikan dan kemashlahatan manusia itu sendiri baik dunia maupun akhirat. Dalam surat Yunus [10]: 57 Allah swt berfirman
يَاأَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.”
Ayat ini menjelaskan empat fungsi atau tujuan al-Qur’an didatangkan kepada manusia. Pertama, al-Qur'an berfungsi sebagai pelajaran (mau'izhah). Mau'izhah berasal dari kata wa’zhun yang berarti memberi peringatan dengan menyentuh hati dan perasaan sehingga menimbulkan rasa takut. Kedua, Al-Qur'an berfungsi sebagai obat (syifâ’). Ketiga, Al-Qura'an berfungsi sebagai petunjuk (hudan). Dan keempat, al-Qur'an berfungsi sebagai rahmat (rahmah).
Jika diibaratkan dengan kehidupan nyata, maka al-Qur'an datang kepada manusia seperti layaknya seorang dokter yang sedang menangani penyakit pasiennya. Tahap pertama, dokter bertanya tentang apa yang dirasakan pasiennya itu untuk kemudian memeriksa dan memberikan pelajaran bahwa sakitnya akan sembuh, tetapi dia harus melakukan beberapa hal untuk kesembuhan dari penyakit yang sedang dideritanya, itulah tahap mau'izhah. Selanjutnya, dokter akan memberikannya obat sesuai dengan penyakit yang diderita pasiennya tersebut, serta menunjukan cara mengkunsumsinya, itulah tahap mengobati (Syifâ'). Tahap berikutnya, dokter memberikan nasehat dan arahan kepadanya bagaimana cara menjaga kesehatan dan pola hidup sehat, sehingga penyakitnya tidak kembali atau dijangkiti penyakit lain, inilah yang disebut petunjuk (hudan). Tahap terakhir diserahkan kepada pasienya, bila dia mengikuti saran dan nasehat dokter dengan baik maka sampailah dia ke tahap kebahagiaan dan ketenangan dalam hidupnya (ramhah). Hal itu berarti bila seseorang membaca dan mengikuti serta mengamalkan semua petunjuk al-Qur'an dengan sempurna, maka berarti dia mendapatkan rahmat sebagai muara terakhir dari fungsi al-Qur'an.
Oleh karena itu, selayaknya setiap muslim berusaha untuk berada sedekat mungkin dengan al-Qur'an. Sehingga, mereka bisa mengambil pelajaran dan petunjuk dari padanya demi kebahagian hidup dunia dan akhirat. Bagi seorang muslim tentu tidak cukup hanya sampai pada taraf bisa membaca saja. Namun, harus selalu ditingkatkan sampai dia bisa memahaminya sehingga apa yang ada di dalam al-Qur'an bisa diambilnya sebagai pelajaran dan petunjuk. Sebab, tidak mungkin seseorang bisa mengambil pelajaran dari al-Qur'an, kalau dia sendiri tidak bisa memahami maksudnya. Wajarlah kiranya, kalau Allah swt mengatakan bahwa ciri orang yang benar-benar sempurna imannya salah satunya adalah orang yang bertambah imannya disaat mendengar bacaan al-Qur'an, tentu karena dia memahaminya. Firman Allah swt surat al-Anfal [7]: 2.
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ ءَايَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhan-lah mereka bertawakal.”
Bahkan dalam salah satu ayat-Nya, Allah swt menegaskan bahwa orang yang memiliki kedudukan yang terhormat di sisi Allah yang disebutnya sebagai Ulûl Al-Bâb, adalah orang yang berusaha mentadabburi (mendalami dan memahami) al-Qur'an serta mampu mengambil pelajaran daripadanya. Dan mereka adalah orang yang akan berada dalam rahmat Allah swt. Seperti yang Allah firmankan dalam surat Shad [38]: 29
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا ءَايَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
Artinya: “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.”
Bagi manusia yang tidak berusaha untuk mendekatkan diri dengan al-Qur'an dan tidak mau mendalami serta memahaminya, maka Allah swt mencela mereka dengan beberapa bentuk celaan. Di antaranya Allah swt menyebut mereka sebagai orang yang bodoh (buta aksara), sekalipun mereka pintar menulis dan membaca. Seperti firman Allah swt dalam surat Al Baqarah [2]: 78
وَمِنْهُمْ أُمِّيُّونَ لَا يَعْلَمُونَ الْكِتَابَ إِلَّا أَمَانِيَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَظُنُّونَ
Artinya: “Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui Al Kitab (Taurat), kecuali dongengan bohong belaka dan mereka hanya menduga-duga.”
Lebih jauh lagi, Allah swt mencela orang-orang yang tidak mempelajari al-Qur’an dan tidak mengambil pelajaran dari padanya, seperti keledai yang dijadikan kendaraan untuk memikul beban buku yang berisi ilmu pengetahuan, namun ia tidak mengerti apa yang sedang dipikulnya sehinggga tidak ada manfaat yang bisa diambilnya selain menanggung beban yang berat di punggungnya. Gambaran tentang “kedunguan” yang begitu hebat Allah sebutkan dalam firman-Nya surat al- Jum’ah [62]: 5
مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Artinya: “Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zhalim.”
Bahkan yang lebih hebat lagi, Allah swt menyamakan mereka dengan binatang gembalaan. Dimana binatang gembalaan tersebut mendengar panggilan pengembala atau tuannya, namun ia tidak mengerti dan memahami apa arti seruan itu. Karena yang didengarnya hanyalah suara teriakan saja. Firman Allah dalam surat Al-Baqarah [2]: 171
وَمَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا كَمَثَلِ الَّذِي يَنْعِقُ بِمَا لَا يَسْمَعُ إِلَّا دُعَاءً وَنِدَاءً صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَعْقِلُونَ
Artinya: “Dan perumpamaan (orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti.”
Akan tetapi, bahwa al-Qur’an tidak begitu mendapat perhatian yang tinggi dari umat Islam sendiri sudah dipredisikan Rasulullah saw. Bahwa hanya sebagain kecil saja dari umatnya yang akan memberikan perhatian yang serius untuk mengkaji dan mendalami al-Qur'an. Ramalan Rasulullah saw. ini digambarkan oleh Allah swt dalam surat al-Furqan [25]: 30
وَقَالَ الرَّسُولُ يَارَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْءَانَ مَهْجُورًا
Artinya: “Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Qur'an ini suatu yang tidak diacuhkan".”
Meninggalkan al-Qur'an bisa mengandung beberapa makna. Di antaranya tidak mendengar atau membaca al-Qur'an, tidak memikirkan dan memahami kandungannya, atau juga tidak mengamalkan apa yang disampaikannya. Oleh karena itu, selayaknya seorang muslim harus selalu berusaha meningkatkan kedekatannya dengan al-Qur'an. Setelah membacanya, kemudian berusaha untuk memahami kandungannya, lalu berusaha sebaik mungkin mengamalkan isinya, sehinggga fungsi dan tujuan al-Qur'an diturunkan Allah dapat terwujud demi kebahagian manusia sendiri di dunia dan akhirat.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar