Senin, 30 Juni 2008

Penyebab Mandeknya Ilmu Pengetahuan

Penyebab Mandeknya Ilmu Pengetahuan

Dalam perjalanan sejarah manusia di pentas bumi ini, umat Islam pernah menjadi pelopor peradaban. Selama beberapa abad, umat Islam menjadi penerang dunia. Sehingga kata syarq atau masyriq yang berarti timur, pada masa lampau merupakan simbol superioritas. Bangsa Timur atau umat Islam disebut asy syarqiyûn karena matahari peradaban yang menyinari dunia muncul dari belahan Timur atau dunia Islam. Akan tetapi, itu adalah masa lalu, karena hari ini matahari peradaban tidak lagi terbit di Timur atau di dunia Islam. Matahari peradaban sekarang sudah muncul dan terbit di dunia Barat (al-gharb).
Kalau kita melihat sejarah, Islam pada masa kejayaannya pernah melahirkan tokoh-tokoh yang sulit dicarikan tandingannya. Islam memiliki al-Ghazali, Ibn Sina, Ibn Rusyd, al-Farabi, al-Kindi, dan sederetan tokoh lainya yang sulit menyebutkannya satu persatu. Islam memunculkan begitu banyak tokoh dalam berbagai lapangan dan disiplin ilmu pengetahuan. Seperti, sosial, matematika, kimia, kedokteran, sejarah dan sebagainya. Akan tetapi, lagi-lagi kita akan mengatakan “Itu adalah masa lalu”. Namun, pertanyaan yang mesti kita jawab; “Kenapa pada masa lalu umat Islam memegang kendali ilmu pengetahuan dan peradaban manusia?. Dan kenapa hari ini perkembangan ilmu itu berpindah ke dunia Barat?”. Untuk menjawabnya perlu kiranya kita mengetahui apa yang menyebabkan ilmu pengetahuan mandek atau tidak berkembang. Mengetahui hal ini menjadi penting untuk bisa menjawab kenapa masa lalu Islam begitu jaya, dan kenapa kejayaan itu hari ini berpidah ke dunia Barat.
Kalau kita cermati al-Qur'an al-Karim, setidaknya ada lima faktor yang menyebabkan kemunduran ilmu pengetahuan atau yang menghalangi kemajuan ilmu dan peradaban. Faktor itu adalah


1. Munculnya sikap subjektifitas
Sikap subjektifitas berarti, sebuah kebenaran diterima atau ditolak berdasarkan siapa yang membawanya. Bila yang menemukan atau membawa kebenaran itu disenangi, maka itu adalah kebenaran dan diterima. Akan tetapi, bila yang membawa kebenaran itu orang yang tidak disukai, maka ia ditolak, sekalipun dalam hati hal itu diakui sebagai kebenaran. Hal itu seperti yang dijelaskan Allah swt dalam firman-Nya surat al-A'raf [7]: 79
فَتَوَلَّى عَنْهُمْ وَقَالَ يَاقَوْمِ لَقَدْ أَبْلَغْتُكُمْ رِسَالَةَ رَبِّي وَنَصَحْتُ لَكُمْ وَلَكِنْ لَا تُحِبُّونَ النَّاصِحِينَ
Artinya: “Maka Shalih meninggalkan mereka seraya berkata" Hai kaumku sesungguhnya aku telah menyampaikna risalah Tuhanku dan aku telah menasehati kamu tetapi kamu tidak menyukai pemberi nasehat.”
Dalam ayat ini dijelaskan Tuhan salah satu bentuk sikap subjektifitas kaum nabi Shalih as. Mereka sesungguhnya bukanlah menolak kebenaran, karena mereka mengakui bahwa yang disampaikan oleh nabi Shalih as. adalah sebuah kebenaran. Namun, mereka menolaknya karena alasan tidak suka kepada pembawa kebenaran itu sendiri.
Hal inilah yang menyebabkan ilmu menjadi terhalang kemajuannya, karena ilmu itu dilihat dari penemunya, atau pembawanya. Umat Islam semakin terpuruk karena telah terlanjur membenci semua yang datang dari Barat. Umat Islam telah mencap bahwa semua yang berasal dari Barat adalah salah, tidak terkecuali ilmu pengetahuannya. Sementara itu, bila kita rujuk sejarah, justru bangsa Barat bangkit dan maju setelah mengambil ilmu dari dunia Islam.
Oleh karena itulah, sikap subjektifitas ini harus dibuang dari dalam diri setiap umat Islam. Imam Ali bin Abi Thalib kw. pernah berkata “Perhatikanlah apa yang disampaikan seseorang kepadamu, dan jangan kamu lihat siapa yang menyampaikannya.” Dalam sebuah ungkapan canda disebutkan “Sekalipun tempat keluarnya sama dengan kotoran, tetapi bila yang keluar itu telur, maka ambillah!”. Hal itu berarti, kita tidak boleh memandang sisi pembawa kebenaran, namun ambillah kebenaran itu dari siapapun asalnya, apakah orang kafir, anak kecil atau orang gila sekalipun.
2. Munculnya sikap taqlid yang berlebihan
Sikap taqlid adalah mengikuti suatu pendapat atau kebiasaan, tanpa keinginan untuk mengetahui kebenarannya. Kalau ditanya alsannya, mengapa dia mengikuti suatu ide, pendapat, atau kebiasan tersebut, maka dia hanya bisa menjawab “Begitulah yang sudah berlaku semenjak masa lalu”. Atau dia akan mengatakan “Ini sudah dilakukan sejak masa nenek moyang kami dahulu”. Begitulah yang digambarkan Allah swt dalam surat al-Ahzab [33]: 67
وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلَا
Artinya: “Mereka berkata"Ya Tuhan Kami telah mengikuti pemimpin-pemimpin Kami dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan-Mu.”
Begitu juga firman Allah dalam surat al-Baqarah [2]: 170
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ ءَابَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ ءَابَاؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ
Artinya: “Dan apabila dikatakan kepada mereka "ikutilah apa yang telah diturunkan Allah, mereka menjawab "kami hanya mengikuti apa yang telah biasa dilakukan oleh nenek moyang kami sekalipun nenek moyang mereka tidak mengetahui apa-apa dan tidak pula pernah mendapatkan petunjuk.”
Itulah sifat yang membawa kejumudan; mengikuti sesuatu yang diangggap benar tanpa adanya keinginan untuk mencari tahu hakikatnya. Hal ini sangat berbeda dengan yang dilakukan di dunia Barat saat ini. Mereka selalu menguji dan mempertanyakan setiap kebenaran yang dihasilkan akal manusia. Sehinggga, melalui proses pengujian dan penelitian ini, ilmu selalu mengalami perkembangan ke arah kemajuan. Teori-teori baru selalu bermunculan dalam banyak lapangan ilmu pengetahuan.
3. Angan-angan atau dugaan-dugaan yang tidak beralasan
Ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang berdasarkan fakta dan bisa diterima akal. Oleh karena itu, cara menemukan kebenaran harus melalui cara kerja ilmiah yang rasional dan tidak berdasarkan dugaan dan prasangka. Dengan menduga-duga, seseorang tidak akan pernah sampai pada hakikat kebenaran. Kalaupun seseorang menemukan kebenaran, maka kebenaran itu tidak akan diterima orang lain, karena tidak bisa dibuktikan kebenarannya melalui bukti dan argumentasi yang kuat. Hal inilah yang disebutkan Allah swt dalam surat Yunus [10]: 36
وَمَا يَتَّبِعُ أَكْثَرُهُمْ إِلَّا ظَنًّا إِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا.....
Artinya: “Kebanyakan mereka hanya mengikuti dugaan saja, sementara dugaan itu tidak akan pernah membawa seseorang kepada kebenaran…”
4. Tergesa-gesa mengambil keputusan
Dalam menemukan sebuah kebenaran, seseorang harus melalui beberapa langkah yang sudah digariskan dalam suatu disiplin ilmu. Oleh karena itu, dalam melakukan proses ini perlu ketelitian dan kesabaran. Ketika sebuah kebenaran dihasilkan, maka ia harus diuji lagi agar benar-benar bisa diterima orang lain dan kebenaran itu benar-benar bersifat universal, tidak seperti “kacamata kuda”. Hal ini seperti yang disebutkan Allah swt dalam surat al-Anbiya' [21]: 37
خُلِقَ الْإِنْسَانُ مِنْ عَجَلٍ سَأُرِيكُمْ ءَايَاتِي فَلَا تَسْتَعْجِلُونِ
Artinya: “Manusia diciptakan dalam keadaan tergesa-gesa, Aku pasti membukakan kebenaran (ayat-ayat-Ku) kepadamu, namun janganlah kamu minta disegerakan kepada-Ku.”
5. Sifat angkuh atau sombong
Sifat angkuh atau sombong merupakan sebuah penyakit hati manusia yang berasal dari godaan syaithan. Suatu sikap yang digambarkan oleh Rasulullah saw melalui haditsnya, yaitu sikap menolak kebenaran dan memandang remeh orang lain. Sikap seperti ini, harus dijauhkan dari setiap diri manusia. Sebab, kalau seseorang sudah dihanggapi sikap sombong, maka dia akan selalu menganggap dirinya benar dan orang lain salah atau tidak berhak untuk didengar dan diterima pendapatnya, sekalipun mengandung kebenaran. Seperti yang ditegaskan Allah swt dalam surat al-A'raf [7]: 146
سَأَصْرِفُ عَنْ ءَايَاتِيَ الَّذِينَ يَتَكَبَّرُونَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ...
Artinya: “Saya pasti akan palingkan orang-orang yang sombong di muka bumi ini dari kebenaran (ayat-ayat-Ku)…”
Bila kita melihat ke dunia Barat, ternyata budaya menghargai pendapat orang lain sangat berkembang, bahkan merupakan ciri peradaban mereka. Mereka selalu mendengar dan menerima kebenaran, tanpa melihat dari siapa asalnya. Bahkan, kebenaran yang disampaikan oleh seorang anak kecilpun mereka terima. Sehingga perkembangan ilmu pengetahuan kian pesat dan mendapatkan lahan subur di dunia Barat.
Dari hal di atas, jelaslah bahwa bila umat Islam ingin maju, maka hal-hal tersebut harus dijauhi dan dihindari. Sehingga kemajuan ilmu pengetahuan dapat terwujud untuk masa selanjutnya, seperti yang telah kita raih pada masa silam.

Tidak ada komentar: