Berikanlah Yang Terbaik!
Dalam surat Ali Imran [3]: 92 Allah swt berfirman
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
Artinya; “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan (mempersembahkan) sesuatu yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.”
Dalam ayat di atas Allah swt menegaskan bahwa manusia tidak akan pernah memperoleh kebaikan yang sempurna (al-birr), sebelum mempersembahkan apa yang paling dia cintai atau sesuatu yang terbaik dari apa yang dia miliki. Allah swt memang tidak menjelaskan secara tegas apa yang dimaksud kebaikan yang sempurna itu (al-birr). Namun, untuk mengetahui bentuk kebaikan yang sempurna atau dalam bahasa al-Qur’an disebut al-birr, maka perlu kiranya merujuk kepada lawan dari kata al-birr itu sendiri.
Dalam surat al-Ma’idah [5]: 2 Allah swt berfirman
...وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya: “…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan (al-birr)dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa (al-itsm) dan pelanggaran (al-‘udwân). Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
Dalam ayat di atas, Allah swt menyebutkan dua hal yang menjadi lawan kata al-birr. Pertama, al-itsm yang berarti dosa, di mana dosa adalah sesuatu yang membuat manusia jauh dari Allah swt. Dosa juga yang membuat manusia jauh dari ketenangan dan kebahagian hidup. Begitu juga, dosa membuat manusia jauh dari rahmat dan kasih sayang Tuhan, serta dekat dengan azab-Nya. Maka makna al-birr dalam bentuk pertama adalah ketenangan dan kebahagiaan batin yang dirasakan oleh seseorang, karena dekat dengan Tuhan dan mendapat rahmat serta kasih sayang-Nya. Dengan demikian, Allah swt menegaskan bahwa manusia tidak akan pernah memperoleh kebahagiaan dan ketenangan batin serta rahmat dan kasih sayang Tuhan, sebelum mempersembahkan yang terbaik atau sesuatu yang paling dicintainya.
Kedua, al-‘udwân yang berarti permusuhan, di mana permusuhan adalah kondisi seseorang yang tidak memiliki hubungan yang bagus dengan sesama manusia. Permusuhan berarti seseorang jauh dari penghargaan, keharmonisan, serta kasih sayang manusia lain. Oleh karena itu, makna al-birr yang kedua adalah hubungan yang baik dan harmonis, penghomatan, serta kasih sayang orang lain. Dengan demikian, Allah swt menegaskan bahwa manusia tidaklah akan pernah memperoleh perhargaan, dan kasih sayang orang lain sebelum memberikan yang terbaik untuk mereka.
Oleh karena itu, al-birr dalam konteks ayat di atas adalah hubungan yang baik dengan Allah swt, dan hubungan yang harmonis dengan sesama manusia. Al-birr juga berarti penghargaan atau kedudukan terhormat di sisi Allah swt, berikut penghargaan serta kedudukan terhormat di hadapan manusia. Hal inilah yang digambarkan Allah swt terhadap nabi Ibrahim as. di mana ketika dia mempersembahkan yang terbaik dari apa yang dimilikinya, yaitu anak yang paling dicintainya untuk dikorbankan, Allah swt menjadikannya sebagai orang muhsinîn. Seperti yang disebutkan Allah dalam surat ash-Shafat [37]: 110
كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ
Artinya: “Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik(muhsinin).”
Muhsinîn adalah prestasi tertinggi yang dicapai makhluk di hadapan Tuhan. Sebab, kesediaan seseorang memberikan yang terbaik dari apa yang dimilikinya, Allah akan menjadikannya sebagai orang yang paling dicintai dan dikasihi-Nya. Tentu, tiadalah kebahagiaan tertinggi selain menjadi orang yang paling dicintai Allah swt. firman-Nya dalam surat al-Ma’idah [7]: 13
....فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاصْفَحْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Artinya: “…maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik (muhsinîn).”
Sedangakan di hadapan manusia, Allah swt akan menjadikannya ikutan, patron, teladan, contoh, serta buah bibir bagi manusia lain. Seperti yang diperoleh Ibrahim as. ketika mempersembahkan yang terbaik dari apa yang dimilikinya. Firman Allah swt dalam surat al-Baqarah [2]: 124
وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji oleh Tuhannya dengan banyak ujian, lalu semua ujian itu diselesaikannya dengan sangat sempurna maka Allah berfirman Saya menjadikan engkau imam (pemimpin) untuk manusia, Ibrahim berkata; jadikan juga keturunanku menjadi imam. Allah menjawab janji-Ku tidak akan mengenai orang yang zhalim.”
Ibrahaim as. adalah manusia yang selalu menjadi ikutan, panutan, bahkan akan selalu menjadi buah bibir manusia sepanjang masa. Semua agama besar (agama langit/samawi) saling “menklaim” bahwa Ibrahim as adalah golongan mereka. Bahkan beliau digelari “Bapak Monoteis” atau tokoh sentralnya agama tauhid. Itulah jaminan Allah swt kepada Ibrahim as. setelah beliau mempersembahkan yang terbaik dari apa yang dimilikinya. Dia akan selalu menjadi teladan dan imam bagi semua manusia khususnya penganut agama tauhid.
Begitulah penghargaan Allah swt terhadap manusia, jika memberikan yang terbaik dari apa yang dimilikinya. Sepanjang masa, dia akan menjadi ikutan, contoh, teladan, imam, serta buah bibir manusia lain. Agaknya itulah yang dimaksud oleh Allah dengan al-birr atau kebaikan yang sempurna. Akan berbeda halnya dengan manusia yang kikir yang bukan saja jauh dari manusia, tetapi juga jauh dari Allah swt. Karena manusia yang kikir akan dekat dengan dosa (al-itsm) dan dekat dengan permusuhan serta kebencian manusia lain.
Ibn al-Jad’an seorang tabi’in pernah menceritakan apa yang pernah di alaminya ketika dia mepersembahkan sesuatu yang terbaik. Katanya, suatu ketika aku pernah memberikan kepada tetanggaku yang miskin, seekor unta yang sangat gemuk dengan air susu terbanyak dari unta-unta yang saya miliki berikut anaknya. Aku berkata kepadanya “Ambillah unta ini hai saudaraku, peliharalah anaknya ini, engkau ambillah air susunya untuk memenuhi kebutuhan gizi anak-anakmu, dan anak unta ini jika sudah besar, engkau boleh menjualnya untuk dijadikan modal usahamu”. Aku melihat alangkah bahaginya tetanggaku itu, dan kehidupannya sedikit lebih membaik dari sebelumnya.
Tidak lama kemudian, datanglah musim panas sehingga kekeringan melanda tempat tinggalku. Aku kemudian berupaya mencari sumber air untuk kebutuhan keluarga dan ternakku. Hingga akhirnya aku menemukan lobang sumur tua di padang pasir. Ketika aku melihatnya tiba-tiba aku terpeleset masuk ke dalam lobang sumur tua itu. Saya yakin kalau saya akan mati di dalamnya, karena tidak akan mungkin ada orang yang akan menemukan saya.
Saya pun merasa sangat lapar dan haus ketika berada di dalam sumur itu, namun saat lapar dan haus saya memuncak, tiba-tiba aku rasakan mulut kendi mendekati mulut saya. Dari mulut kendi tersebut keluarlah air susu, sehingga saya meminumnya. Begitulah terus menerus yang terjadi selama kurang lebih satu minggu. Sampai akhirnya, saya ditemukan oleh tetangga yang saya berikan unta kepadanya. Ternyata semenjak saya menghilang dia selalu berusaha mencari saya, bahkan usaha pencarian yang dilakukannya melebihi usaha yang dilakukan keluarga saya sendiri.
Dari kisah tersebut, dapat ditarik pelajaran bahwa ketika seseorang memberikan sesuatu yang terbaik, maka Allah swt akan memberikan perlindungan kepadanya. Sebab, Allah sudah menjamin bahwa orang tersebut adalah yang paling dikasihi-Nya. Begitu juga, jika seseorang memberikan yang terbaik kepada orang lain, maka orang lain pun akan memberi atau berbuat yang terbaik pula untuknya. Karena siapa yang berbuat baik maka kebaikan itu akan kembali untuk dirinya sendiri.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar