Strategi Syaithan Menjerumuskan Manusia
Dalam surat al-Baqarah [2]: 286, Allah swt berfirman
.... لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ....
Artinya: “…Dia (manusia) mendapatkan ganjaran pahala atas kebaikan yang diusahakannya, dan dia juga mendapat siksa atas kejahatan yang diusahakannya…”
Ayat di atas menggunakan kata kasaba untuk arti usaha kebaikan, sementara usaha kejahatan (dosa), Allah swt pakai kata iktasaba. Menurut gramatika bahasa Arab, kasaba artinya usaha yang dilakukan dengan mudah dan gampang, sedangkan iktasaba adalah usaha yang dilakukan dengan berat dan susah. Dengan demikian, Allah swt mengatakan bahwa kebaikan itu adalah sangat mudah dilakukan, karena sesuai dengan fitrah manusia itu sendiri yang cendrung kepada kebaikan. Sementara kejahatan adalah suatu yang sangat susah untuk dilakukan karena melawan fitrah manusia.
Contoh sederhana sebagai bukti kebaikan merupakan fitrah manusia, apabila seseorang menonton suatu film –bahkan seorang anak kecilpun- pastilah dia menginginkan sang lakon kebaikan (protagonis) yang menang. Tidak seorangpun yang menginginkan sang lakon kebaikan kalah dan lakon kejahatan (antagonis) yang menang.
Oleh karena kebaikan fitrah maka ia mudah dilakukan, namun sebaliknya kejahatan atau dosa amat sulit dilakukan. Seorang yang tidak pernah mencuri, saat pertamakali melakukan pencurian badannya akan gemetar, jantungnya berdebar, dan akan selalu dihantui rasa takut. Akan tetapi, bilamana seseorang telah mencoba melakukannya, maka dia akan mengulangi lagi pada waktu berikutnya hingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan dan sikap hidup yang susah untuk dirobah. Artinya, jika seseorang sudah memulai melakukan satu kejahatn yang kecil, maka dia akan diliputi banyak kesalahan yang lain, hingga kejahatan yang pada mulanya sulit dilakukan menjadi mudah, bahkan berobah menjadi kebiasaan yang sulit untuk ditinggalkan. Seperti yang dikatakan Allah swt dalam surat al-Baqarah [2]: 81
بَلَى مَنْ كَسَبَ سَيِّئَةً وَأَحَاطَتْ بِهِ خَطِيئَتُهُ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Artinya: “Siapa yang melakukan satu kesalahan dia akan diliputi banyak kesalahan yang lain, mereka itulah orang yang kafir.”
Begitulah strategi jitu syaithan dalam menggoda manusia untuk berbuat dosa. Ia mulai membujuk manusia untuk melakukan kesalahan yang sangat kecil, pada akhirnya membuat manusia melakukan dosa-dosa besar, sehingga manusiapun menjadi kafir karenanya. Tentang strategi syaithan ini Allah swt menggambarkannya dalam surat al-An’am [6]: 113
وَلِتَصْغَى إِلَيْهِ أَفْئِدَةُ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ وَلِيَرْضَوْهُ وَلِيَقْتَرِفُوا مَا هُمْ مُقْتَرِفُونَ
Artinya: “Dan supaya cendrung hati orang-arang yang tidak beriman kepada bisikan itu, lalu mereka merasa senag kepadanya dan supaya mereka mengerjakan apa yang mereka (syithan) kerjakan.”
Dari ayat di atas, Allah swt menggambarkan tiga langkah syaithan dalam menjerumuskan manusia. Pertama, dia ciptakan kecendrungan hati manusia untuk kejahatan yang pada awalnya mungkin dianggap kecil. Kedua, dia mulai menarik hati manusia untuk berkeinginan melakukan dosa itu dalam bentuk rencana. Dan ketiga, manusia terjatuh ke dalam jurang dosa dan melakukan keinginan syaithan.
Untuk memahami strategi syaithan ini, agaknya menarik menyimak kisah seorang abid yang akhirnya mati di pangkaun syaithan dalam kekafiran. Dikasahkan, hiduplah seorang abid yang sangat taat dan tekun beribadah. Hari-harinya dihabiskan untuk berzikir, shalat, membaca al-kitab dan bermunajat kepada Allah swt. Bahkan, dia mendapatkan karamah dari Allah swt berupa kemampuan berjalan diangkasa. Suatu ketika, syaithan merasa tidak senang dengan kesalehan sang abid, lalu bermaksud menggodanya dan membuatnya menjadi kafir kepada Allah swt.
Suatu hari, datanglah syaithan ke tempat sang abid beribadah dalam wujud manusia. Ia pun ikut beribadah di samping sang abid selama beberapa hari. Ternyata, sang abid memperhatikan orang yang di sebelahnya semenjak pertama kali kedatangannya. Dia sangat kagum dan heran kepada orang itu, karena semenjak awal kedatangannya, ia begitu khusus' beribadah, sehingga selama beberapa hari ia lupa makan dan minum juga tidak tidur. Sementara sang abid seperti layaknya manusia biasa, ketika lapar dia makan dan saat haus dia minum, bila mengantuk diapun tidur. Kekaguman inilah yang kemudian membuat sang abid ingin tahu bagaimana rahasinya agar bisa beribadah sampai ke tingkat seperti itu.
Sang abid memberanikan diri bertanya kepada syaithan yang berwujud manusia tadi, tentang rahasia khusu' beribadah sampai bisa melupakan makan, minum dan tidur. Syaithan “sang penyamar” menjawab "Rahasianya adalah, engkau harus berbuat dosa terlebih dahulu, sebab bila manusia berdosa dia akan beribadah dengan penuh rasa takut sehingga menimbulkan kekhusu'an dan dia akan lupa segalanya, yang ada hanya rasa takut dan penyesalan”. Sang abid ternyata membenarkan teori syaithan tersebut dalam hatinya, dan berkeinginan untuk mencoba. Maka diapun bertanya tentang dosa apa yang akan dia lakukan. Syaithan menjawab “Engkau bisa membunuh seseorang”. Kata sang abid “Itu adalah dosa besar”. Syaithan menyarankan yang kedua agar dia berzina. Sang abid juga menjawab "Itu juga dosa besar”. Saran syaithan yang ketiga meminum tuak (khamar). Ternyata sang abid menerima, karena merasa meminum khamar adalah dosa kecil.
Akhirnya, sang abid ke luar dari tempat peribadatanya dan mencari segelas tuak. Dia mendapatkannya dari seorang wanita penjual tuak keliling. Setelah diminum ternyata menimbulkan rasa enak, sampai sang abid mabuk dan hilang akal. Dalam kondisi mabuk, akhirnya sang abid memperkosa wanita yang menjual tuak itu. Ternyata, berita perkosaan terhadap wanita penjual tuak sampai ke telinga suaminya, hingga membuat suaminya marah dan dia berniat membunuh sang abid. Akhirnya, terjadilah perkelahian antara keduanya yang berujung pada terbunuhnya suami wanita penjual tuak yang telah diperkosa sang abid.
Berita mengenai sang abid yang mabuk, lalu memperkosa dan membunuh manusia, tersebar ke seluruh negeri hingga akhirnya sang abid ditangkap dan disalib di tiang gantungan. Di saat sakaratnya sang abid, datanglah syaithan yang tadi berwujud manusia yang menawarkan bantuan penyelamatan, namun dengan syarat mananggalkan tauhidnya. Sang abid menyanggupi dan saat itulah malaikat datang mencabut nyawanya sehingga sang abid mati dalam kekafiran.
Dari kisah itu, tergambar kelicikan syaithan dalam menjerumuskan manusia. Ia mulai menanamkan ketertarikan hati manusia terhadap dosa yang dianggap kecil, namun pada akhirnya manusia terjerumus melakukan dosa besar yang berujung kepada kekafiran. Itulah yang mestinya selalu disadari oleh setiap manusia, bahwa dia memiliki musuh yang selalu ingin menggelincirkannya ke jurang dosa. Suatu permusuhan abadi sampai hari kiamat. Syaithan sudah memproklamirkan permusuhan itu kepada manusia, semenjak dia diusir dari sorga. Semenjak itu pula, dia bersumpah akan menggelincirkan manusia dari jalan Allah dengan cara apapun. Hal itu diungkapkan Allah swt dalam surat al-A'raf [7]: 16-17
قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ(16)ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ(17)
Artinya: “Iblis menjawab:" karena Engkau telah menghukum saya sesat, maka saya pasti akan menyesatkan mereka dari jalan-Mu yang benar . kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (ta`at).”
Syaithan bersumpah akan menyesetkan manusia dari segala arah; depan, belakang, kiri, dan kanan manusia. Namun, ada dua arah yang tidak bisa dimasuki syaithan, yaitu arah atas dan bawah. Dari kedua arah inilah manusia berpeluang selamat dari godaan syaithan. Jika diibaratkan tubuh manusia, di mana yang membuat tubuh itu sakit adalah virus yang menyerangnya. Maka, syaithan adalah virus yang membuat rohani manusia sakit. Bila jasad manusia ingin terbebas dari serang virus, maka dia harus menyuntikan sistem imunisasi atau kekebalan tubuh. Rohani yang bisa dijangkitai virus syithan, harus pula diberi imunisasi, dan imunisasinya adalah menutup dua arah yang tidak bisa dimasuki syaithan tadi. Arah atas adalah simbol zikir atau mengingat Allah swt. Sebab, bila manusia masih ingat kepada Tuhan syaithan tidak bisa memasukinya. Arah bawah, adalah simbol manusia yang menyadari kerendahan dan kelemahannya. Karena, bila manusia sadar akan kehinaannya dan kelemahannya sehingga dia jauh dari sikap ujub, takabbur atau sombong, maka dia selamat dari godaan syaithan.
Sementara itu, dalam surat al-A'raf [7]: 200-201 Allah swt memberikan petunjuk agar selamat dari godaan syaithan
وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ(200)إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَوْا إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُوا فَإِذَا هُمْ مُبْصِرُونَ(201)
Artinya: “Dan jika kamu ditimpa godaan syithan, maka berlindunglah kepada Allah karena Dia Maha Mendengar lagi Mengetahu (201). Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya. (202).”
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar