Senin, 30 Juni 2008

Hal-Hal Yang Berada di Luar Jangkauan Akal Manusia

Hal-Hal Yang Berada di Luar
Jangkauan Akal Manusia

Salah satu bentuk kesempurnaan manusia dari makhluk lain adalah bahwa Allah swt. memberikan kepadanya akal. Dengan akal tersebut manusia mampu memperoleh beragam ilmu pengetahuan sehingga dia bisa mengembangkan diri dan menjalankan tugas kekhalifahan dengan baik dan sempurna. Akal juga yang menjadi penyebab manusia mampu melakukan inovasi dalam rangka membangun peradaban bumi ke arah yang lebih baik dan lebih maju. Namun demikian, akal manusia memiliki berbagai keterbatasan, sehingga tidak semua hal bisa dijangkau hakikatnya oleh akal manusia. Kadangkala keberadaan sesuatu harus diyakini dengan hati melalui gerbang keimanan. Di antara hal yang tidak terjangkau hakikatnya oleh akal manusia seperti yang disebutkan dalam surat Luqman [31]: 34

إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Berdasarkan ayat di atas, ada lima hal yang kepastiannya berada dalam pengetahuan Allah swt. Manusia dengan keterbatasannya akalnya, tidak mungkin bisa mencapai hakikatnya. Yaitu;


1. Pengetahuan tentang hari kiamat
Tidak ada satupun makhluk bahkan malaikat sekalipun yang bisa mengetahui secara pasti kapan dan bagaimana kiamat itu terjadi. Kalaupun Allah menggambarkan kiamat pada beberapa ayat-Nya di dalam al-Qur’an, tentu bukanlah hakikatnya. Karena hal itu lebih kepada maksud upaya Tuhan dalam rangka menggambarkannya kepada manusia, agar manusia paham akan keberadaannya. Namun, kepastian berupa waktu terjadinya, bagaimana terjadinya, dan lain sebagainya hanya milik Allah swt semata. Oleh Karena itulah, kenapa pembicaraan tentang kiamat dan yang hal-hal terkait dengan kehidupan akhirat dalam al-Qur’an, Allah swt menggunakan kalimat Tanya “wa mâ adrâka mâ…/ tahukah kamu apa itu…”. Seperti “wa mâ adrâka mâ al-qâri’ah/ Tahukah kamu apa itu al-Qâri’ah (kiamat)?”, “wa mâ adrâka mâ yaumu al-dîn/ Tahukah kamu apa itu hari pembalasan?”dan seterusnya. Jika diperhatikan ternyata semua kalimat tanya yang menggunakan redaksi tersebut, objek yang dipertanyakan Allah swt adalah sesuatu yang berada di luar jangkauan akal manusia.
2. Pengetahuan tentang turunnya hujan
Sejauh ini belum ada seorang manusiapun dengan ilmu dan alat canggih yang dimilikinya, bisa memastikan kapan hujan akan turun dan di wilayah mana ia akan turun. Kalaupun itu bisa dilakukan, tetap saja dalam bentuk perkiraan yang mengandung kemungkinan benar dan salah. Sebab, pengetahuan tentang kapan hujan turun dan tempat diturunkannya adalah mutlak dalam ilmu Tuhan.
3. Pengetahuan tentang yang ada dalam rahim
Belakangan, hal ini dibantah oleh sebagian ahli dengan telah ditemukannya alat yang mampu melihat janin di dalam rahim seorang wanita hamil. Jenis kelamin bayi sudah bisa diketahui sebelum kelahirannya ke dunia. Akan tetapi, yang dimaksud pengetahuan yang di dalam rahim oleh ayat ini, bukanlah penentuan jenis kelamin manusia sewaktu dalam kandungan (dan jika memang itu yang dimaksud masih tetap benar, karena alat apapun yang dipakai untuk melihat jenis kelamin manusia sewaktu dalam kandungan tidak sepenuhnya menjamin secara pasti kebenaran hasil penglihatanya).
Dalam ayat tersebut Allah menggunkan kata “mâ” kata yang biasa dipakai untuk sesuatu yang tidak berakal atau benda mati. Oleh karena itu, yang dimaksud “mâ fi al-arham” dalam ayat di atas, adalah manusia sebelum menjadi “manusia” tepatnya sebelum manusia berumur empat bulan dalam kandungan.
Dalam sebuah hadits riwayat Muslim disebutkan, bahwa Allah meniupkan roh-Nya ke dalam jasad manusia ketika berumur empat bulan, sehingga dia baru bisa disebut manusia (man) atau dalam bahasa al-Qur’an disebut “khalqan âkhar” (makhluk yang lain). Ketika itulah, Allah menetapkan untuknya beberapa hal, di antaranya; tentang rezekinya, ajalnya, amalnya, dan kesudahan hidupnya; menjadi orang bahagia atau menjadi orang yang celaka. Itulah sesutau yang terjadi dalam rahim yang tidak akan pernah diketahui oleh manusia.
Namun, bisa juga dalam pengertian lain bahwa hanya Allah yang pasti mengetahui dan berhak menentukan jenis kelamin manusia sewaktu sebelum menjadi manusia yang sempurna tersebut. Sebab, tidak ada seorangpun yang bisa memastikan jenis kelamin manusia sebelum menjadi manusia sempurna atau sebelum berumur empat bulan. Kalaupun ada alat yang bisa melihat jenis kelamin manusia yang berada di dalam rahim, maka hal itu baru bisa dilakukan setelah kandungan berumur enam bulan ke atas.
4. Pengetahuan tentang rezeki hari esok yang diperoleh manusia
Manusia hanya disuruh berusaha dan berdo’a karena hanya itu yang bisa dilakukan manusia, sementara kepastian rezekinya ada di tangan Allah. Tidak seorangpun yang bisa memastikan apa yang akan diperolehnya untuk hari esok, serta di mana rezeki itu didapatkannya. Hal ini juga seperti yang terdapat dalam salah satu ketentuan yang ditetapkan Allah kepada manusia ketika sebelum menjadi manusia sempura sebagaimana hadits Muslim di atas.

5. Pengetahuan tentang kematian seseorang
Kematian adalah bentuk lain dari kiamat yang sudah dikatakan Tuhan sebelumnya, sebagai sesuatu yang berada di luar jangkauan akal manusia, juga disebutkan dalam hadits Muslim di atas. Tidak ada seorangpun manusia yang pasti mengetahui kapan kematiannya akan datang, dan di mana dia akan mati. Betapapun seseorang menghindarkan kematian, jika sudah saatnya ia pasti menemui manusia tersebut. Sebaliknya, betapun manusia menginginkan kematian secepatnya, jika belum saatnya dia belum akan mati.
Konon, pada masa nabi Sulaiman as. hiduplah seorang manusia yang bersahabat dengan nabi Allah tersebut. Hampir setiap hari dia berada di istana Sulaiman untuk belajar sekaligus membantu pekerjaan istana. Suatu ketika, datanglah malaikat maut ke istana Sulaiman dalam wujud manusia. Dalam pertemuan di istina, sahabat Sulaiman tersebut melihat manusia yang aneh dan baru kali ini dia dilihatnya berada di istana. Orang itu memandang kepadanya dengan pandangan yang menakutkan.
Setelah usai pertemuan dia bertanya kepada Sulaiman tentang manusia yang baru datang ke istananya. Nabi Sulaiaman mengatakan bahwa orang itu adalah malaikat maut yang datang bertamu kepadanya. Mengetahui bahwa yang baru dilihatnya adalah malaikat maut, dia menjadi takut terlebih ketika mengingat pandangan orang itu kepadanya. Dia berfikir jangan-jangan kedatangan orang itu adalah untuk mengambil nyawanya. Kemudian, dia meminta tolong kepada Sulaiman as. agar memerintahkan angin untuk membawanya ke suatu negeri yang jauh - yang dalam kisah itu disebutkan negeri Cina - untuk menghindarkan diri dari malaikat maut tersebut.
Atas desakan sahabatnya, Sulaiman as. memperkenankannya, lalu memerintahkan salah satu tentaranya; angin untuk membawa sahabatnya ke negeri jauh tersebut (Cina). Tidak lama kemudian, malaikat maut datang lagi ke istana Sulaiman dalam wujud yang sama. Sesampainya di istana, ia tidak lagi melihat manusia yang ditemuinya kemarin berada di sana. Malaikat maut bertanya kepada nabi Sulaiman tentang keberadaan laki-laki tersebut. Sulaiman menjelaskan apa yang terjadi dan kemudian berkata, “Dan sekarang sahabatku itu telah berada di negeri Cina karena takut kedatangan engkau untuk mengambil nyawanya”. Malaikat maut menjawab sambil tersenyum “Itulah yang membuat aku resah sewaktu datang ke sini hingga aku menatapnya. Sebab, Allah memerintahkan aku mengambil nyawanya di negeri Cina, sementara kemarin dia masih berada di sini, sehingga aku khawatir tidak bisa menjalankan perintah Allah. Namun, jika sekarang dia sudah di sana, agaknya saya perlu ke sana secepatnya supaya tugas saya cepat pula selesai”.
Begitulah gambaran kematian manusia, kapan dan di mana terjadinya, berada di luar jangkauan akal manusia, karena ilmu itu hanyalah milik Allah. Oleh karena itu, yang paling bagus adalah mempersiapkan diri menghadapi kematian, bukan menghindar atau mengharap agar ia datang lebih cepat.

Tidak ada komentar: