Senin, 30 Juni 2008

Hikmah Puasa dan Bulan Ramadhan

Hikmah Puasa dan Bulan Ramadhan

Bulan Ramadhan adalah bulan di mana umat Islam diperintahkan melaksanakan suatu ibadah khusus, yaitu puasa di siang hari dan serangkaian ibadah lainnya pada malam hari. Allah Yang Maha Bijaksana tidak akan memerintahkan melaksanakan sesuatu, melainkan punya maksud, tujuan dan hikmah yang berada di balik perintah tersebut. Sebab, tidak ada satupun ciptaan dan perbuatan Allah swt yang lepas dari maksud dan tujuan serta hikmah. Ada hikmahnya yang diketahui manusia, namun kebanyakan tidak atau belum diketahui manusia.
Akan tetapi, semua hikmah tersebut adalah untuk kebaikan manusia itu sendiri. Allah Yang Maha Kaya tidak berhajat kepada apapun dan siapapun. Bahkan, sekiranya seluruh makhluk membangkang serta durhaka kepada-Nya, kebesaran dan keagungan Tuhan tidak akan pernah berkurang. Dalam ibadah puasa terdapat sejumlah hikmah dan mashlahat, di antaranya adalah:
1. Tadzkiyat al-Nafsi( Penyucian jiwa)
Manusia, sebagaimana yang dijelaskan Allah swt dalam surat Shad [38]: 71-72 dan surat as-Sajadah [32]: 15-17, diciptakan dari dua unsur yang berbeda. Pertama, Allah sebuat unsur thîn (tanah) yang merupakan unsur pembentuk jasmani manusia. Kedua, Allah sebut ruhî (Roh Saya) yang merupakan unsur yang kudus dan suci dalam diri manusia. Dengan Roh Tuhan ini pula manusia menjadi objek sujud kedua bagi makhluk selain Allah swt.
Ketika Allah swt selesai menciptakan jasmani manusia dari tanah, lalu Allah hembuskan roh-Nya ke dalam jasad tersebut, jadilah manusia makhluk paling sempurna dan paling tinggi kedudukan dari semua makhluk Allah swt (dalam bahasa al-Qur’an disebut khlaqan âkhar/makhluk yang unik). Namun, di saat manusia memenuhi kebutuhan jasmaninya, terkadang manusia melakukan dosa dan kesalahan yang berakibat rohani yang semula suciv - karena berasal dari Yang Maha Suci - sedikit demi sedikit mulai kotor. Karena rohani yang sudah kotor itu, secara perlahan-lahan manusia yang pada mulanya dekat dengan Allah swt mulai menjauh. Sebab, Allah swt adalah Dzat Yang Maha Suci, tidak akan mendekati dan bisa didekati kecuali yang suci pula.
Kalau jasmani disucikan dari kotoran dengan berwudhu’, mandi atau tayammum, maka rohani yang kotor dibersihkan dengan cara ibadah. Dengan melaksanakan puasa sebagai salah satu ibadah, berarti seseorang berupaya mensucikan rohaninya dari kotoran yang berupa dosa. Rasulullah saw bersabda “Siapa yang melaksanakan puasa dan ibadah Ramadhan dengan penuh keimanan dan perhitungan, Allah akan mengampuni segala dosanya yang telah berlalu” (H.R. Bukhari dan Muslim).
2. Tarbiyat al-Irâdah ( Mendidik kemauan dan keinginan)
Manusia sebagai makhluk hidup, tentu memiliki banyak kebutuhan dan keinginan yang mesti dipenuhi. Bahkan keinginan manusia tidak akan pernah habis dan tidak akan ada batasnya, sampai dia berpisah dengan kehidupan dunia ini. Akan tetapi, tidak semua keinginan itu bisa diwujudkan menjadi kenyataan. Ketika itu terjadi, maka seseorang diharapkan menerima dan menghadapinya dengan kesabaran. Itulah salah satu didikan yang didapatkan dari ibadah puasa. Artinya, jangankan sesuatu yang kita tidak berkesempatan memperolehnya, sesuatu yang sudah didepan matapun, jika belum saatnya diperoleh maka dia harus bersabar. Bukankah seorang yang berpuasa ketika menemukan makanan dan dalam kondisi lapar harus menahan dulu sebelum datang waktu berbuka?.
Begitulah keagungan puasa yang menuntut kesabaran dari para pelakunya. Sangat tapat kiranya Rasulullah saw mengatakan “Ramadhan syahru al-shabr/ Ramadhan adalah bulan kesabaran”(H.R Ibn Majah dari Abu Hurairah).
3. Menjinakan Nafsu Seksual
Nafsu seksual seringkali menjadi hal yang paling banyak dan paling efektif menjerumuskan manusia ke lembah dosa. Lihat saja misalnya nenek moyang manusia Adam dan Hawa, yang sudah diperbolehkan Allah swt menikmati dan menggunakan seluruh kenikmatan dan fasilitas sorga, dan hanya satu larangan Allah swt yang mesti mereka tinggalkan “la taqrabâ hâdzihi al-Syajarah” (jangan kamu berdua dekati pohon ini Q.S. al-Baqarah [2]: 35). “Pohon ini” menurut sebagian mufassir adalah berarti jima’ (berhubungan seksual). Adam as. ternyata tidak mampu menahannya dan atas desakan iblis mereka terjerumus melanggar larangan Allah swt.
Dengan berpuasa berarti seseorang berupaya menjinakan seksualnya. Betapa tidak, bagi yang berpuasa jangankan melakukan zina, memperkosa dan sebagainya, melakukan hubungan dengan istrinya yang sudah halalpun harus diatur, agar dia tidak melakukannya ketika berpuasa. Rasulullah saw bersabda “wahai para pemuda jika kalian sudah mampu lahir dan batin maka menikahlah, sedangkan bagi yang belum mampu perbanyaklah berpuasa” (H.R. Bukhari dari Ibn Mas’ud).
4. Lebih menajamkan perasaan akan ni’mat Allah swt.
Manusia biasanya baru bisa menghargai dan merasakan sesuatu sebagai nikmat, kalau sesuatu itu didapatkan dengan susah payah dan usaha yang berat. Seorang yang kaya tidak tidak akan merasakan nikmatnya kaya, kalau tidak pernah merasakan miskin. Seorang yang sehat tidak akan merasakan nikmatnya sehat, kalau belum pernah sakit. Begitu juga seorang yang kenyang tidak akan merasakan kenyang sebagai nikmat, kalau belum merasakan lapar dan seterusnya.
Jadi puasa adalah sebagai salah satu hal yang membuat manusia menghargai dan mensyukuri nikmat Allah swt. Ketika dia merasakan lapar dan haus, barulah dia sadar betapa berat rasanya menjadi orang yang susah dan setiap hari hidup dengan perut kosong. Sehingga diharapkan dia menjadi orang yang bersyukur atas kelebihan yang dimilikinya, bila dibandingkan saudara-sudaranya yang kurang beruntung lainnya.
5. Menyadarkan manusia akan kehidupan akhirat
Dengan melaksankan puasa, menahan makan dan minum manusia disadarkan akan kehidupan akhirat. Betapa tidak, dengan merasakan haus dan lapar yang hanya beberapa jam saja manusia sudah sangat kepayahan, apalagi kalau itu dilakukan dalam waktu yang panjang dan tak terbatas. Di tambah lagi di bawah terik matahari yang sangat kuat. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa di padang mahsyar nanti, matahari didekatklan ke ubun-ubun manusia dalam jarak yang sangat dekat sekali. Kita bisa bayangkan jika matahari yang kita saksikan di dunia ini saja sudah begitu panasnya dalam jarak lebih dari 15 juta km dari bumi, apalagi dalam jarak yang begitu dekatnya.
6. Memupuk rasa solidaritas sosial
Dengan berpuasa diharapkan akan muncul rasa solidaritas di antara sesama manusia khususnya sesama umat Islam. Setelah manusia merasakan rasa haus dan lapar, maka diharapkan pengalaman itu membawa manusia yang berpuasa memiliki perasaan simpati dan empati terhadap penderitaan orang lain, dan bersedia berbagi bersama orang-orang yang selama ini hidup dalam kekurangan, yang setiap hari merasakan haus dan lapar. Dalam sebuah haditsnya Rasulullah saw bersabda:
من فطر صائما فله مثل أجره ولا ينقص من أجر الصائم شيئا
Artinya: Siapa yang memberi perbukaan kepada orang yang berpuasa maka dia akan mendapatkan pahala seperti orang yang berpuasa tanpa kurang sedikitpun.” (H.R. Ahmad, Tarmizi dan Ibn Majah).
Dalam hadits lain disebutkan: “Berilah orang yang berpuasa perbukaan sekalipun sebuah korma”. Agaknya bukan sebuah korma itu yang dimaksud Nabi saw, akan tetapi yang lebih ditujukan beliau adalah rasa peduli kepada orang lain. Kepedulian inilah yang kemudia ditunjukan oleh orang yang berpuasa pada akhir bulan Ramadahn dengan membayar zakat fitrah.
7. Menjadikan manusia orang yang bertaqwa
Ini adalah tujuan dan hikmah seperti yang disebutkan dalam surat al-Baqarah [2]: 183. Taqwa secara harfiyah berarti terpelihara, yang berarti dengan berpuasa diharapkan manusia dapat terpelihara dari dosa, syaithan, dan dari azab neraka Allah swt. Bukankah dalam sebuah haditsnya Rasulullah saw bersabda “ Apabila telah datang Ramadhan dibuka seluruh pintu sorga, ditutup seluruh pintu neraka dan dibelenggu seluruh syaithan” (H.R. Bukhari dan Muslim dari Abu Huarairah). Hadits lain juga menyebutkan “Ash shaumu junnah min al-nâr kajunnatikum min al-qitâl / Puasa adalah perisai dari neraka, seperti perisai yang kamu pakai dalam berperang untuk memelihara tubuhmu” (H.R Ahmad, Nasa’i, dan Ibn majah).

Tidak ada komentar: