Selasa, 08 September 2009

Abid Dan Seekor Ular

Abid Dan Seekor Ular
Dikisahkan pada suatu masa, hiduplah seorang abid yang sangat terkenal kesalehan dan ketaatannya kepada Allah. Tidak ada kejahatan dan dosa, sekecil apapun yang berani dia lakukan terhadap Allah. Pada suatu hari, pergilah sang abid ke suatu tempat melewati sebuah daerah perbukitan. Ketika berada di daerah tersebut, dia menjumpai seekor ular yang berusaha lari sekuat tenaganya untuk bersembunyi. Dia melihat ular itu diliputi rasa takut yang luar biasa.
Ular itupun mendekat kepada sang abid dan meminta pertolongan. Ular itu berkata, “Wahai manusia, tolong selamatkan aku dari kejaran orang-orang yang ingin membunuhku. Di belakangku ada beberapa orang laki-laki yang berusaha mengejar dan membunuhku. Aku sudah berusaha sekuat tenaga untuk lari dan bersembunyi, namun aku yakin mereka pasti menemukanku juga”. Sang abid pun merasa kasihan, namun dia juga tidak tahu apa yang mesti dilakukannya.
Dia berkata kepada ular itu, “Bagaimana caranya saya bisa membantu engkau?”. Ular itu menjawab, “Tolong engkau sembunyikan aku di dalam perutmu, aku akan masuk melalui mulutmu. Nanti jika orang-orang yang mengejarku datang dan bertanya kepadamu, katakan bahwa engkau tidak melihat seekor ularpun selama di sini.” Oleh karena kasihan terhadap keselamatan ular itu, sang abidpun membuka mulutnya dan masuklah ular itu melalui mulut sang abid untuk kemudian menuju perutnya.
Beberapa saat kemudian, datanglah sekelompok laki-laki dengan nafas yang sesak dan membawa senjata di tangan mereka. Mereka bertanya kepada sang abid apakah dia melihat seekor ular melewati daerah ini. Sang abid menjawab dengan penuh berat hati, “Selama saya di sini, tidak ada seekor ularpun yang saya lihat”. Mendengar jawaban sang abid, merekapun percaya dan segera berlalu dari hadapannya.
Setelah beberapa lama dan keadaan sudah dipastikan aman, sang abid berkata kepada ular yang sudah berada di dalam perutnya, “Sekarang sudah aman, keluarlah engkau dari dalam perutku!”. Akan tetapi, ular tersebut berkata, “Wahai manusia, jika saja bukan karena nenek moyangmu Adam dan Hawa, tentulah saya dan nenek moyang saya tidak akan pernah terusir dari sorga. Sehingga, akibat nenek moyangmu berbuat dosa, kami menanggung kesusahan karenanya. Sekarang aku memberimu pilihan, apakah hatimu atau jantungmu yang akan saya patuk”. Alangkah kagetnya sang abid mendengar jawaban ular itu.
Sang abid kemudian menjawab, “Jika begitu keinginanmu, berilah saya waktu untuk berfikir selama satu hari. Setelah itu engkau boleh mematuk apa saja yang engkau inginkan dari bagian tubuhku”. Maka berangkatlah sang abid menuju sebuah batang pohon untuk berlindung dan kemudian dia mencari air untuk berwudhu’. Setelah berwudhu’ dia shalat sunat dan memohon ampun atas dosanya kepada Allah. Sang abid menyesali perbuatan dustanya, demi menyelamatkan ular yang ada di dalam perutnya. Allah kemudian memberi ampun kepada sang abid, lalu mengutus malaikat untuk datang menemui sang abid dan memberikan sehelai daun dari sorga untuk dimakannya. Setelah memakan daun itu, ular yang berada di dalam tubuhnya hancur dan keluar bersama kotorannya.
Dari kisah di atas dapat diambil beberapa pelajaran; Pertama, Janganlah pernah seseorang melakukan kebohongan sekecil apapun itu. Sebab, kebohongan tetaplah sebagai suatu dosa, sekecil apapun dan atas alasan apapun. Kalaupun terpaksa berbohong dalam kedaan yang sangat darurat dan memaksa, maka segeralah minta ampun kepada Allah setelah itu. Dalam surat an-Nisa’ [4]: 50 Allah swt. berfirman
انْظُرْ كَيْفَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَكَفَى بِهِ إِثْمًا مُبِينًا
Artinya: “Perhatikanlah, betapakah mereka mengada-adakan dusta terhadap Allah? Dan cukuplah perbuatan itu menjadi dosa yang nyata (bagi mereka).”
Kedua, janganlah seseorang memiliki sikap dendam dalam hatinya. Sebab, sikap dendam adalah salah satu bentuk penyakit rohani yang bukan hanya membuat seseorang menjadi tersiksa dan mengalami kebinasaan, namun juga membuat manusia jauh dari kebaikan dan dekat dengan dosa. Orang yang suka mendendam akan jauh dari manusia dan dari Allah serta dekat dengan syaithan. Hendaklah seseorang menjadi pemaaf atau bahkan menjadi orang yang berlaku ihsan (Membalas kejahatan dengan kebaikan). Bukankah Allah menjadikan orang yang muhsin sebagai penghuni sorga dan sekaligus kekasih-Nya? Begitulah janji Allah dalam surat Al-Imran [3]: 134
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema`afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”
Ketiga, hendaklah seseorang merasa malu kepada Allah atas dosa dan kesalahan yang telah dilakukannya, sekecil apapun bentuknya. Sikap malu terhadap kesalahan ini, akan membuat manusia selalu ingat kepada Allah dan meminta ampun atas dosanya itu. Manusia memang tidak akan ada yang bisa luput dari dosa dan kesalahan, namun sebaik-baik yang berdosa adalah yang mau bertobat. Begitulah yang disebutkan Allah dalam surat Ali ‘Imran [3]: 135
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Artinya: “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.”
Keempat, hendaklah setiap manusia memiliki sikap waspada dan hati-hati dalam berbuat dan mempercayai orang lain, apalagi terhadap orang yang sudah jelas akan mendatangkan bahaya kepada kita. Orang yang sudah jelas memusuhi kita, mestilah selalu diwaspadai sekalipun dalam penampilan luarnya kelihatan baik, sebab mungkin saja di dalam hatinya tersimpan kejahatan dan “penyakit” yang sewaktu-waktu bisa membahayakan kita. Begitulah yang dipesankan Alah dalam surat Ali ‘Imran [3]: 200
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.”
Kelima, bagi yang mau bertobat dari kesalahannya dan kembali kepada Allah, maka Allah pasti akan mencurahkan kasih sayang-Nya kepada hamba-Nya itu. Bukankah sebagian para nabi Allah juga pernah berbuat salah, namun ketika mereka bertaubat, Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada mereka. Begitulah yang ditegaskan Allah dalam surat al-Baqarah [2]: 37
فَتَلَقَّى ءَادَمُ مِنْ رَبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
Artinya: “Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”
Keenam, janganlah pernah mengkhianati kepercayaan yang telah diberikan orang lain, sekecil apapun. Sebab, mengkhianati amanah bukan hanya sesuatu yang dibenci oleh Allah, namun juga menjadikan orang lain terasing dari pergaulan hidup di dunia. Jika sekali saja seorang berbuat khianat, maka selamanya orang lain tidak akan mempercayainya lagi. Begitulah yang disebutkan Allah dalam surat al-Ma’idah [5]: 13
فَبِمَا نَقْضِهِمْ مِيثَاقَهُمْ لَعَنَّاهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَاسِيَةً يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ وَنَسُوا حَظًّا مِمَّا ذُكِّرُوا بِهِ وَلَا تَزَالُ تَطَّلِعُ عَلَى خَائِنَةٍ مِنْهُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِنْهُمْ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاصْفَحْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Artinya: “(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuk mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merobah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit di antara mereka (yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkanlah mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”
Begitu juga dalam surat al-Anfal [8]: 27
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.”

Tidak ada komentar: