Ikrimah Yang Sakarat
Pada masa Rasulullah masih hidup, terdapatlah seorang sahabat yang bernama Ikrimah. Dia adalah seorang yang sangat mulia, taat, rajin beribadah, bahkan selalu ikut bersama Rasulullah saw dalam setiap kali peperangan yang beliau pimpin menghadapi kaum musyrik.
Ikrimah memiliki seorang isteri dan seorang ibu yang sudah tua. Mereka tinggal di rumah yang berbeda. Ikrimah dan isterinya tinggal di sebuah rumah yang mereka bangun, sementara ibunya tinggal di rumah peninggalan ayahnya. Akan tetapi, Ikrimah selalu memperlakukan ibunya dengan sangat baik. Setiap hari dia datang melihat ibunya dan memberikan apa yang juga diberikan untuk isterinya. Jika Ikrimah pergi ke pasar dan membeli sesuatu untuk isterinya, maka diapun membelikan untuk ibunya hal yang sama seperti yang dibelikan untuk isterinya. Sehingga, tidak sekalipun ibunya merasa kecewa atas perlakuan anaknya terhadap dirinya. Maka Ikrimahpun menjadi teladan bagi masyarakat lainnya, terhadap pengabdiannya kepada ibunya.
Suatu hari, Ikrimah bermaksud membelikan pakaian untuk iteri dan ibunya. Akan tetapi, kain yang hendak dicarinya tidak ditemukannya kecuali satu potong saja, yang hanya cukup untuk satu orang. Maka Ikrimahpun membeli yang satu potong tersebut, dan sepotong lagi dengan warna dan bentuk yang sama, namun dasar kainya berbeda. Jika yang pertama kainnya sangat lembut dan halus, sementara yang kedua agak sedikit kasar. Sehingga harga kedua potong kain itupun berbeda, walaupun tidak terlalu jauh perbedaaanya.
Maka pulanglah Ikrimah membawa dua potong kain yang telah dibelinya. Sesampainya di rumah, dia memberikan kain yang halus dan lembut untuk isterinya. Kemudian dia bergegas pula ke rumah ibunya dan memberikan kain yang satu lagi untuknya. Sampai suatu ketika, ternyata ibunya mengetahui bahwa anaknya telah membelikan dua potong kain yang berbeda harganya untuk isterinya dan untuknya. Ibunya juga tahu, bahwa Ikrimah telah memberikan kain yang mahal untuk isterinya dan yang murah untuk ibunya. Ibunyapun bersedih dan kecewa mendapatkan sikap anaknya kepada dirinya.
Setelah beberapa lama kejadian itu berlalu, Ikrimah dijangkiti suatu penyakit. Namun, penyakit tersebut tidak bisa disembuhkan hingga membuat Ikrimah sakarat, dan hendak menghembuskan nafas terakhirnya. Semua orang yang mengenalnya, termasuk Rasulullah saw. berkumpul di rumah Ikrimah guna melepas kepergiannya. Semua yang hadir meminta maaf sekaligus memberikan maaf kepada Ikrimah. Kalimat tauhidpun sudah diajarkan kepadanya untuk dibaca, dan yang lain telah membacakan surat Ya Sin di rumahnya. Akan tetapi, setelah lebih dari satu minggu, Ikrimah belum juga meninggal. Dia begitu susah dan payahnya meregang nyawanya. Ikrimah betul-betul merasakan sakarat dan sakit kematian yang luar biasa.
Setelah hampir dua minggu dalam keadaan sakarat dan berjuang meregang nyawa, akhirnya Rasulullah bertanya kepada para sahabatnya, “Siapa lagi yang belum datang memberikan maaf pada Ikrimah?”. Setelah diperiksa ternyata mereka menemukan bahwa yang belum datang memberi maaf kepada Ikrimah adalah ibunya sendiri. Maka Rasulullah saw. mengirim utusan untuk menjemput ibu Ikrimah, agar datang ke rumah anaknya yang sedang sakarat dan memberi maaf jika dia pernah berbuat salah.
Dua orang sahabat pergi menemui ibu Ikrmah dan memberitahukan keadaan anaknya. Ibunya kemudian diminta untuk datang memberikan maaf kepada anaknya. Akan tetapi, ibunya menolak untuk datang dan memberikan maaf. Maka pulanglah dua orang sahabat itu menemui Rasululllah saw. dan memberitahukan tentang ibu Ikrimah.
Rasuulullah saw. didampingi beberapa sahabat langsung pergi menemui ibu Ikrimah tersebut. Setelah sampai, Rasulullah mengucapkan salam kepadanya dan mengatakan, bahwa Ikrimah anaknya sudah beberapa hari sakarat. Oleh karena itu, Rasulullah meminta agar ibunya datang dan memberikan maaf kepada anaknya. Seperti sebelumnya, ibu Ikrimah juga menolak untuk datang dan memberi maaf kepada anaknya. Maka Rasulullah bertanya tentang kesalahan apa yang telah dilakukan oleh Ikrimah kepadanya, sehingga dia begitu marah dan tidak bersedia memberi maaf. Perempuan itupun menceritakankan kesalahan Ikrimah kepadanya.
Setelah mendengarkan cerita ibu Ikrimah, Rasulullah saw. kembali mengulangi permintaannya agar dia bersedia memberi maaf kepada anaknya. Namun, ibunya seperti sudah memiliki hati yang membatu, sehingga dia menutup pintu maaf bagi anaknya. Maka Rasulullah saw. pun pulang bersama beberapa sahabatnya ke rumah Ikrimah. Kemudian, Rasulullah saw. memerintahkan kepada para sahabatnya untuk segera mengumpulkan kayu api. Kayu yang sudah terkumpul kemudian disusun sebagaimana layaknya orang Arab menghidupkan api unggun. Begitu tumpukan kayu siap dibakar, Rasulullah saw. kembali mengutus salah seorang sahabatnya kepada ibu Ikrimah dan memberitahukan, jika dia tidak datang memberi maaf kepada Ikrimah, maka Rasulullah saw. akan membakar anaknya supaya dia bisa meninggal dengan cepat.
Mendengarkan kabar bahwa anaknya akan dibakar, menangislah perempuan tua itu dan segeralah dia pergi menemui anaknya. Setelah sampai di rumah Ikrimah, ibunya memeluknya dan menangis sambil memberikan maaf atas kesalahan anaknya itu. Ikrimahpun meninggal dengan tenangnya setelah mengucapakan kalimat syahadat. Semua yang hadir mengucapakan al-hamdulillâh, memuji kebesaran Tuhan.
Dari kisah di atas dapat diambil pelajaran; Pertama, begitulah jika orang tua tidak meridhai seorang anak, maka Allah pun tidak meridhainya. Betapapun shalih dan banyaknya amalan seseorang, jika hubungan dengan orang tuanya tidak baik, maka sia-sialah kebaikannya yang banyak itu. Sangatlah tepat, jika Allah mengaitkan syukur kepada-Nya dengan syukur kepada kedua orang tua. Sebab, tidak ada artinya pengabdian seorang hamba kepada Allah, jika dia tidak mengabdi kepada orang tuanya. Begitulah yang disebutkan Allah dalam surat Luqman [31] ayat 14
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”
Kedua, begitulah besarnya kasih sayang orang tua kepada anaknya terutama seorang ibu. Sebesar apapun kesalahan seorang anak kepada orang tuanya, mereka tetap tidak akan tega melihat anaknya disakiti atau mengalami kesengsaraan. Kalaupun mereka marah, maka kasih sayang mereka tetap mengalahkan amarah mereka. Apalagi seorang ibu, yang merasakan betul sakit, susah, serta pahit getirnya mengandung, melahirkan, menyusui, merawat hingga membesarkan anaknya. Tidak ada seorang ibupun yang akan tega melihat anaknya menderita. Kalaulah mereka memiliki dua atau tiga nyawa, pastilah akan diberikannya demi kebahagiaan anaknya. Apapun akan dilakukannya,- termasuk kalau dia mesti menjual harga dirinya sekalipun - demi kebahagiaan anak-anaknya.
Dalam sebuah bait nyanyi disebutkan, “Kasih ibu sepanjang jalan, tak terhingga sepanjang waktu, hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia”. Sangat tepat kiranya, kalau Rasulullah melebihkan ibu tiga kali lebih tinggi dibandingkan kedudukan ayah - tanpa maksud merendahkan kedudukan ayah dan mengecilkan jasanya terhadap anak-. Sebab, kesusahan yang dilalui ibu dalam mengandung, melahirkan, merawat, dan membesarkan anaknya digambarkan sendiri oleh al-Qur’an. Seperti yang terdapat dalam surat Luqman [31] ayat 14 di atas.
Selasa, 08 September 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar