Selasa, 08 September 2009

Apakah Di Sana Ada Berkah?

Apakah Di Sana Ada Berkah?
Dikisahkan pada suatu masa hiduplah seorang laki-laki tua memiliki yang beberapa orang anak. Laki-laki tersebut sudah berusia lanjut dan membutuhkan perawatan anak-anaknya, sembari menunggu ajal datang menjemput. Semua anaknya menolak untuk merawat ayah mereka, karena tidak ada warisan yang akan ditinggalkannya, kecuali yang bersedia merawat dengan ikhlas dan kasih sayang tanpa mengharapakan apa-apa adalah anak laki-lakinya yang paling kecil.
Setelah merawat ayahnya beberapa lama, akhirnya ayahnyapun meninggal dunia. Setelah dikuburkan dia bermimpi bertemu dengan ayahnya. Dalam mimpi itu, ayahnya menyuruhnya untuk pergi ke suatu tempat dan mengambil harta seribu dinar yang ada dalam kantong di tempat yang ditunjukan itu. Akan tetapi, sebelum itu dilaksankannya dia bertanya kepada ayahnya, “Apakah di sana ada berkah?”. Sebelum ayahnya menjawab pertanyaan itu, diapun terbangun dari tidur dan mimpinya.
Pagi harinya, mimpi itu diceritakan kepada isterinya, dan isterinya mendesak agar pergi ke tempat itu untuk mengambil harta yang ditunjukan ayahnya. Namun, batinnya tetap berkecamuk dan menolak untuk mengambil harta itu karena pertanyaannya tidak dijawab oleh ayahnya. Dia tidak mau mengambil sesuatu yang tidak memilki keberkatan.
Malam berikutnya, kembali dia bermimpi bertemu dengan ayahnya. Ayahnya kembali menyuruhnya untuk pergi ke tempat yang telah ditunjukannya dan mengambil uang seribu dinar yang ada di tempat tersebut. Dia kembali bertanya kepada ayahnya, “Apakah di sana ada berkah?”. Sebelum ayahnya menjawab pertanyaan tersebut dia kembali terbangun dari tidurnya. Dan keesokan harinya, dia menceritakan kembali mimpi itu kepada isterinya. Isterinya pun menyuruh untuk pergi ke tempat itu dan mengambil uang seperti yang diberitahukan ayah suaminya. Namun, dia tetap menolak karena ayahnya belum menjawab pertanyaanya, dan dia tetap pada pendiriannya untuk tidak menyentuh sesuatu yang tidak ada berkahnya.
Malam berikutnya, kembali dia bermimpi bertemu ayahnya. Seperti mimpi sebelumnya ayahnya kembali menyuruhnya untuk mengambil uang sejumlah seribu dinar ditempat yang telah ditunjukannya. Dia kembali bertanya kepada ayahnya, “Apakah di sana ada berkah?”. Ayahnya menjawab, “Ya, ada”. Setelah itu dia terbangun dari tidurnya.
Keesoakan hari, atas dorongan isterinya berangkatlah dia ke tempat yang ditunjukan ayahnya di dalam mimpi untuk mengambil harta tersebut. Ketika sampai di tempat yang dimaksud, diapun menemukan uang kepingan sebanyak seribu dinar seperti yang disebutkan di dalam mimpi. Akan tetapi, dia hanya mengambilnya satu dinar saja dan meninggalkan selebihnya di tempat itu. Dengan uang satu dinar tersebut pergilah dia ke pasar untuk membeli kebutuhan rumah tangganya.
Di tengah perjalanan, dia bertemu dengan seorang miskin yang hendak menjual dua ekor ikan hasil tangkapannya. Karena kasihan akhirnya dia membeli dua ekor ikan tersebut dengan harga satu dinar yang dimilikinya. Diapun pulang membawa dua ekor ikan yang dibelinya itu. Setelah sampai di rumah ikan tersebut dibersihkannya. Alangkah terkejutnya dia, ketika membelah perut ikan tersebut, dia mendapatkan dalam masing-masing perut ikan itu satu biji permata indah.
Maka tersebarlah berita ke seluruh pelosok negeri itu tentang laki-laki yang mendapatkan permata dari perut ikan. Berita itupun sampai ke telinga raja, maka raja mengutus pembesarnya untuk membeli permata indah tersebut. Raja menawarkan kepada laki-laki itu sepuluh kantong uang sebagai bayaran atas permata tersebut. Kemudian laki-laki itupun menjual satu permatanya kepada raja dengan harga sepuluh kantong uang emas.
Setelah permata itu dibawa kehadapan raja, alangkah kagumnya raja dengan keindahan permata yang dilihatnya. Maka raja mengutus kembali pembesarnya untuk menemui laki-laki pemilik permata tersebut, agar bersedia menjual yang satu lagi kepada raja. Jika dia bersedia raja akan membeli dengan harga dua kali lipat dari harga yang pertama. Laki-laki itupun akhirnya menjualnya kepada raja sesuai permintaan raja sendiri.
Semenjak saat itu, hiduplah laki-laki yang memelihara ayahnya dengan keikhlasan itu dengan bahagia bersama keluarganya. Bahkan, akhirnya dia menjadi orang yang paling kaya di kerajaan itu.
Dari kisah di atas dapat diambil pelajaran; Pertama, jika seseorang berbuat baik kepada orang tuanya dengan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan apa-apa selain keridhaan Allah, maka Allah akan memberikan kebaikan yang melimpah kepadanya. Sebab, keridahaan Allah terletak pada keridhaan orang tua. Ketika seseorang berbuat baik kepada orang tua, sempurnalah kebaikannya terhadap Allah, dan Allah pun akan mencukupkannya. Ketika seseorang bersyukur kepada orang tuanya, berarti sempurnalah syukurnya kepada Allah sehingga Allah akan menambah nikmat-Nya kepada orang tersebut. Bukankah Allah telah mengingatkan hal itu dalam beberapa ayat-Nya, seperti dalam surat Luqman [31]: 14
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”
Dan ketika seseorang bersyukur, maka berarti dia bersyukur untuk kebaikan dirinya sendiri. Seperti yang disebutkan Allah dalam surat an-Naml [27]: 40
وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ
Artinya: “…Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri…”
Begitu juga dalam surat al-Isra’ [17]: 7, Allah swt. mengingatkan bahwa kebaikan yang kita lakukan adalah untuk diri kita sendiri balasannya. Seperti firman-Nya
إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ…
Artinya: “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri …”
Allah swt juga mengingatkan pentingnya syukur itu bagi manusia dalam surat Ibrahim [14]: 7
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Artinya: “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mema`lumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni`mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni`mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
Kedua, jika seseorang selalu mencari keberkatan atas apa yang dimilikinya, maka tentulah dia akan terhindar dari sikap tamak, rakus, loba dan sebagainya. Bagi orang yang menginginkan keberkahan hidup, tentu banyaknya materi bukanlah tujuan baginya. Jumlah yang banyak tentu perlu dalam kehidupan, akan tetapi yang lebih perlu lagi adalah keberkahan dari apa yang dimiliki tersebut. Janganlah takut tidak memiliki sesuatu, tetapi takutlah kalau sesuatu yang dimiliki itu tidak membawa berkah. Sebab, sesuatu yang tidak diberkati Allah adalah sesuatu yang sangat rapuh, ibarat debu yang mudah diterbangkan angin. Sedangkan yang diberkati Allah adalah sesuatu yang teramat kuat, kokoh dan tidak tergoyahkan seperti halnya gunung-gunung. Perumpamaan tersebut Allah sebutkan dalam surat Fushshilat [41]: 10
وَجَعَلَ فِيهَا رَوَاسِيَ مِنْ فَوْقِهَا وَبَارَكَ فِيهَا وَقَدَّرَ فِيهَا أَقْوَاتَهَا فِي أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ سَوَاءً لِلسَّائِلِينَ
Artinya: “Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni) nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya.”
Ketiga, kita tidak boleh memandang orang yang rendah kedudukannya dari kita, sebagai orang yang tidak berguna. Kita harus sadar bahwa mungkin saja seorang yang rendah kedudukannya, jika kita sayangi dan hargai akan mendatangkan kebaikan dan kehormatan bagi kita. Begitulah kurang lebih pesan Tuhan dalam surat adh-Dhuha, dimana umat Muhammad saw dituntut agar menjadi “Dhuha” dan selalu mendatangkan kebaikan dan manfaat bagi alam semesta (rahmatan lil ‘âlamîn). Diantaranya seperti yang disebutkan dalam ayat 10 surat adh-Dhuhâ
وَأَمَّا السَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْ
Artinya: “Dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya.”
Seorang yang menjadi “dhuhâ” dalam kehidupan masyarakatnya, akan dengan senang hati melayani setiap orang yang datang meminta kepadanya. Apakah yang diminta itu bersifat materi ataupun immateri, seperti bertanya atau mencari informasi tentang sesuatu. Seorang yang menjadi “dhuhâ” dalam masyarakatnya, dia tidak menganggap kedatangan orang lain seperti sampah yang tidak mendatangkan manfaat apa-apa dan karenanya perlu dibuang ke dalam tong sampah (tong sampah dalam bahasa Arabnya Minhar/ منهر ).

1 komentar:

Sabariah Faridah Jamaluddin mengatakan...

Salam Ustaz Sofyan.
jazakumullahukhairan di atas perkongsian kisah.
boleh share rujukannya untuk saya masukkan ke dalam penulisan saya.
Wassalam
hajiroslannordin@gmail.com +60192832500