Penjual Telur
Konon, pada suatu masa hiduplah seorang pemuda miskin yang setiap hari hidup dengan berbagai macam khayalan di benaknya. Suatu ketika, dia di suruh oleh ibunya pergi ke pasar membawa beberapa butir telur untuk dijual. Maka berangkatlah dia menuju pasar dengan membawa beberapa butir telur ke pasar yang berada cukup jauh dari rumahnya. Perjalanan menuju pasar harus ditempuhnya dengan menyeberangi sebuah sungai menumpang pada sebuah perahu.
Setelah menaiki sebuah perahu, pemuda itupun duduk di pinggir badan perahu sambil menjulurkan kakinya ke dalam air. Sambil menggoyangkan kakinya ke dalam air dan memegang kantong telur yang ada di tangannya, diapun mulai berkhayal tentang masa depan yang indah dan cemerlang. Dia berkata, “Nanti, jika sudah sampai di pasar telur ini saya jual, lalu saya belikan seekor ayam betina. Ayam ini kemudian saya pelihara, hingga beranak-pinak dan berjumlah ratusan ekor. Kemudian, ayam yang banyak itu saya jual, dan saya belikan seekor kambing. Kambing itupun saya pelihara, hingga beberapa bulan kemudian dia berkembang biak dan mencapai jumlah puluhan bahkan ratusan. Kambing itupun kemudian saya jual, dan saya belikan seekor sapi. Sapi itu saya pelihara hingga beberapa tahun kemudian berjumlah puluhan ekor atau bahkan rastusan ekor. Sapi ini saya jual, lalu saya beli sebuah rumah yang sangat bagus seperti istana raja. Sebagiannya saya belikan kebun-kebun yang luas. Sebagian lagi saya belikan budak-budak dan pelayan yang akan membantu mengurus kekayaan saya. Sayapun menikah dan mempunyai beberapa isteri yang cantik-cantik. Dari isteri-isteri itu, saya mendapatkan banyak anak yang sehat dan cerdas. Semua anak, isteri, dan pembantu saya, hidup dengan senang dan berlimpah harta. Sehingga semua mereka mematuhi dan menghormati saya. Jika mereka membantah atau melawan perintah saya, maka saya akan memukul dan menghajar mereka”. Sambil memperagakan bagaimana dia menghajar, diapun menggerakan kaki dan tangannya dengan kuat, sehingga telur yang ada di tangannya terlempar ke dalam sungai dan berserakan. Dan dalam beberapa detik, telur itupun hilang ditelan air sungai yang dalam. Dia hanya bisa menggigit anak jarinya, sambil melihat telur yang akan di jualnya di telan oleh arus sungai.
Dari kisah di atas dapat diambil pelajaran, bahwa khayalan dan angan-angan hanyalah akan membuat seseorang menjadi manusia yang merugi. Dalam beberapa ayat-Nya Allh swt. melarang manusia untuk menjadi orang yang panjang angan-angan. Misalnya dalam surat al-Hijr [15]: 88
لَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِينَ
Artinya: “Janganlah sekali-kali kamu menujukan pandanganmu kepada keni`matan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman”.
Begitu juga firman Allah dalam surat al-Qashash [28]: 79, di mana Allah swt mencela sebagian manusia yang berangan-angan agar memperoleh kenikmatan seperti Qarun.
فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ فِي زِينَتِهِ قَالَ الَّذِينَ يُرِيدُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا يَالَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُونُ إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
Artinya: “Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar”.
Khayalan atau panjang angan-angan (thûl al-amal), bukan hanya membuat manusia menjadi orang pemalas, namun juga membuat hati menjadi mati. Bukankah malas juga merupakan salah satu penyakit rohani, yang mana manusia disuruh berlindung dari sikap hidup tersebut. Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah mengajarkan suatu do’a kepada umatnya
اللهم إني أعوذبك من الهم والحزن وأعوذبك من الجبن والبخل وأعوذبك من العجز والكسل وأعوذبك غلبة الدين وقهر الرجال
Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari sikap takut dan rusuh, dari sikap penegcut dan kikir, dari sikap lemah dan malas, dari sikap lililatan hutang dan desakan orang lain.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Oleh karena itu, sebaiknya manusia giat dan tekun bekerja tanpa menunggu dan banyak berpangku tangan. Kerjakanlah apa yang bisa dikerjakan, sehingga tidak sedikitpun waktu terbuang percuma tanpa hasil yang bisa dipetik. Tidaklah ada kesuksesan tanpa kerja keras, dan tiadalah kebahagiaan tanpa kesusahan. Begitulah yang dipesankan Allah dalam surat al-Jumu’ah [62] : 10
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya : “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
Waktu harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk berusaha mencari kebaikan dunia sebanyak banyaknya, dan pada saat yang bersamaan juga mencari kebaikan akhirat. Karena keberuntungan dan kesuksesan manusia terletak pada pemanfaatan waktu yang diberikan kepada mereka. Tuhan menyebut mereka dengan kelompok manusia sukses, berhasil atau beruntung (muflihûn). Begitu juga Allah swt berfirman dalam surat Alam Nasyrah [94]: 7, “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain”. Dengan demikian, tidak ada istilah waktu kosong atau waktu “nganggur” dalam kehidupan setiap manusia.
Pemanfaatan waktu sebaik mungkin juga menjadi bagian dari ciri manusia yang sempurna. Sebab, Rasulullah saw. memerintahkan umatnya untuk berakhlak dengan akhlak dan sifat Allah swt. walaupun tidak akan bisa sampai ke tingkat sempurna. Salah satu sifat Allah swt. yang mesti diikuti dan diteladani manusia adalah selalu sibuk dengan urusan, seperti yang disebutkan dalam surat ar-Rahman [55]: 29
يَسْأَلُهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ
Artinya: “Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan”.
Sehingga, manusia yang sibuk termasuk manusia yang meneladani sifat Allah swt dan berpeluang bukan hanya menjadi manusia yang sukses, namun juga menjadi manusia yang sempurna. Sementara manusia yang tidak mampu mempergunakan waktunya dengan baik akan menjadi manusia yang merugi.
Selasa, 08 September 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar