Petapa dan Anak Tikus
Dikisahkan pada suatu masa, hiduplah seorang petapa yang mengabdikan diri dan umurnya kepada Tuhan, sehingga do’anya selalu dikabulkan Tuhan. suatu hari, dia duduk di sebuah kebun beristirahat dari lelah perjalanannya. Tiba-tiba dia melihat seekor elang terbang dengan menggengam seekor anak tikus di tangannya. Tepat di atas petapa anak tikus tersebut jatuh dari genggaman burung elang. Karena kasihan, akhirnya dia membawa anak tikus itu pulang ke rumah dan kemudian dirawatnya seperti merawat anak manusia.
Karena tidak punya anak, petapa berdo’a kepada Tuhan agar anak tikus tersebut berobah menjadi manusia. Dengan izin Tuhan, maka berobahlah wujud anak tikus tersebut menjadi gadis kecil yang mungil dan cantik. Anak itu kemudian dia rawat dan besarkan, hingga mencapai umur dewasa. Setelah dewasa petapa berkata kepada anak perempuan itu, “Sekarang sudah saatnya engkau menikah, maka pilihlah jodohmu sesuai keinganmu niscaya aku akan mencarikannya untukmu”. Maka menjawablah anak gadis tersebut, “Aku hanya mau menikah dengan yang paling berkuasa dan paling kuat”.
Petapa berfikir bahwa yang paling kuat dan berkuasa agaknya adalah matahari. Maka berangkatlah petapa menemui matahari dan berkata kepadanya, “Hai matahari! Aku punya anak perempuan yang cantik dan sudah saatnya menikah, dia berkata kalau hanya akan menikah dengan yang paling kuat dan berkuasa. Aku melihat engkaulah yang paling kuat dan berkuasa”. Matahari menjawab, “Engkau keliru, bukanlah saya yang paling kuat dan berkuasa. Namun, yang paling kuat berkuasa adalah awan, sebab ia selalu menutupi wajah dan kekuatan saya. Bahkan, selama berhari-hari ia berani menutupi wajah saya tanpa bisa saya cegah, pergilah engkau kepadanya”.
Berangkatlah petapa menemui awan dan berkata, “Hai awan! Aku punya anak gadis yang hendak menikah. Dia hanya akan menikah dengan yang paling kuat dan berkuasa, aku melihat engkaulah orangnya”. Awanpun menjawab, “Engkau salah, bukan aku yang paling kuat dan berkuasa, namun anginlah yang paling kuat dan berkuasa. Betapa tidak, ia membawa dan menerbangkan saya sesuka hatinya kemanapun ia mau. Ia tidak pernah memberikan pilihan kepadaku ke mana aku akan pergi, bahkan tidak sekalipun aku bisa mencegahnya, pergilah engkau kepadanya”.
Berangkatlah petapa menemui angin dan berkata kepadanya, “Hai angin! Saya punya seorang anak gadis yang hendak menikah, dia hanya mau menikah dengan yang paling kuat dan berkuasa, saya melihat engkaulah yang paling kuat dan berkuasa”. Angin menjawab, “Engkau salah, bukanlah saya yang paling kuat dan berkuasa, namun yang paling kuat dan berkuasa adalah gunung. Sebab, setiap kali saya berjalan dan bergerak ia adalah yang selalu menghentikan perjalanan saya. Bahkan, ketika saya berlari kencangpun ia dengan badannya yang kokoh memberhentikan saya, dan tidak sekalipun pernah saya bisa menggoyahkannya, pergilah engkau kepadanya”.
Maka berangkatlah petapa tersebut menemui gunung dan berkata kepadanya, “Hai gunung, saya punya seorang anak gadis yang hendak menikah, dia hanya mau menikah dengan yang paling kuat dan berkuasa, aku melihat engkaulah orangnya”. Gunung menjawab, “Engkau salah, bukan saya yang paling kuat dan berkuasa, namun yang paling kuat dan berkuasa adalah seekor tikus, sebab ia selalu melobangi punggung dan badanku, ia membuat sarang dengan melobangi punggungku sesuka hatinya tanpa pernah sekalipun aku bisa mencegahnya, pergilah engkau kepadanya”.
Maka berangkatlah petapa menemui raja tikus di punggung gunung tersebut dan berkata, “Hai tikus! Saya punya seorang anak gadis yang hendak menikah, dia hanya ingin menikah dengan yang paling kuat dan berkuasa, saya melihat engkaulah yang paling kuat dan berkuasa”. Maka tikuspun memenuhi keinginan petapa untuk menikahi anaknya. Namun, ia mengajukan keberatan kepada petapa, “Bagaiama mungkin saya seekor tikus menikahi manusia?”. Maka anaknya meminta kepada petapa agar berdo’a kepada Tuhan untuk mengembalikan wujudnya menjadi seekor tikus. Atas izin Tuhan berobahlah wujudnya menjadi tikus kembali, dan menikahlah ia dengan tikus tersebut.
Dari kisah di atas dapat diambil pelajaran; Pertama, manusia haruslah menyadari bahwa betapapun hebatnya seseorang, pastilah di tempat lain atau di waktu yang lain ada orang yang melebihinya. Bukankah di atas langit masih ada lngit?. Jika hal ini disadari oleh setiap manusia, tentu tidak ada seorangpun yang akan sombong dengan kelebihan yang dimilikinya. Sebab, boleh saja dia memiliki kelebihan di satu sisi dan keadaan, namun di sisi lain dan dalam keadaan yang lain, ada orang yang lebih baik darinya. Itulah yang disebutkan Allah dalam surat al-An’am [6]: 165
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلَائِفَ الْأَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا ءَاتَاكُمْ إِنَّ رَبَّكَ سَرِيعُ الْعِقَابِ وَإِنَّهُ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya: “Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Kalaupun tidak ada manusia lain yang mampu mengatasi seseorang, maka pasti Allah mengatasinya. Begitulah jamian Allah dalam surat al-An’am [6]: 18
وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ
Artinya: “Dan Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba-hamba-Nya. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui”.
Kedua, sesuatu yang sudah menjadi kodrat atau tabi’at manusia, betapapun dia berusaha merobahnya tetap tidak akan bisa, dan suatu ketika yang aslinyapun akan muncul. Seorang laki-laki bagaimanapun merobah diri menjadi seorang perempuan, tetap tidak akan bisa dan suatu ketika akan kembali kepada wujud aslinya, begitupun sebaliknya. Seseorang yang sudah menjadi tabi’atnya hidup dengan kejahatan, maka betapaun dia merobah diri suatu ketika tabi’atnya yang asli akan kelihatan. Seorang yang sudah terbiasa dengan suatu ibadah dan kebaikan dan bahkan sudah menjadi tabi’atnya, betapapun orang lain membawanya kepada kejahatan, dia akan tetap cendrung kepada kebaikan. Di sinilah pentingnya pembiasaan diri melakukan sesuatu kebaikan semenjak dini, sehingga kemudian menjadi tabi’at dalam diri seseorang. Begitulah kurang lebih yang dipesankan Allah swt. dalam surat ar-Rum [30]: 30
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahu”.
Ketiga, seseorang akan diberikan jodohnya sesuai kesamaan yang dimilikinya. Seekor tikus jodohnya adalah seekor tikus pula. Orang yang baik-baik dan shalih, maka Allah juga akan memberikan kepadanya jodoh atau pasangan hidup yang baik-baik dan shlaih pula, begitu sebaliknya. Hal itu sesuai dengan janji Allah dalam surat an-Nur [24]: 26
الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ أُولَئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
Artinya: “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).”
Selasa, 08 September 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar