Selasa, 08 September 2009

Khalifah Dan Penangkap Ikan

Khalifah Dan Penangkap Ikan
Dikisahkan pada suatu masa, hiduplah seorang khalifah yang sangat ditakuti oleh seluruh rakyatnya, karena kekuatan tentaranya yang amat besar dan kekuasannya yang sangat luas. Suatu hari, sang khalifah berjalan menelusuri sudut-sudut kerajaannya bersama beberapa orang menterinya. Ketika melewati suatu jalan, sang khalifah bertemu dengan seorang nelayan miskin yang membawa seekor ikan hasil tangkapannya yang cukup besar. Sang khalifah sangat tertarik dengan ikan nelayan tersebut, dan berkeinginan untuk mengambilnya dari nelayan itu.
Maka nelayan itupun dipanggil sang khalifah untuk mendekat. Setelah nelayan itu mendekat, tiba-tiba sang khalifah berkata dengan nada keras, “Berikan ikanmu itu kepadaku!”. Karena takut akan hardikan khalifah, dengan terpaksa nelayan miskin itu memberikan ikannya kepada sang khalifah. Tanpa memberikan imbalan apa-apa, bahkan tanpa ucapan terima kasih sang khalifah dengan keangkuhannya pergi meninggalkan nelayan itu, dan pulang ke istana bersama menterinya.
Sesampainya di istana, dia langsung membersihkan ikan itu dengan tangannya sendiri. Sang khalifah ingin menikmati daging ikan tersebut, dengan hasil masakannya sendiri. Akan tetapi, di saat dia memegang ikan itu dan bermaksud membersihkan isi perutnya, tiba-tiba ikan itu meronta dan menggigit tangan sang khalifah. Sang khalifah “meraung” kesakitan dan akhirnya pingsan. Ternyata ikan tersebut adalah ikan yang berbisa, sehingga sang khalifah tidak sadarkan diri selama beberapa hari, karena bisa ikan yang sudah menjalar di sekujur tubuhnya.
Setelah beberapa hari berlalu, ternyata kondisi khalifah semakin memburuk. Semua tabib terkenal sudah dipanggil ke istana untuik mengobati sang khalifah, namun usaha mereka hanya sia-sia saja karena nyawa sang khalifah sepertinya tidak bisa ditolong lagi. Orang-orang yang berada di sekitar khlifah yakin sekali kalau sang khalifah akan meninggal dunia.
Dalam keadaan panik, tiba-tiba salah seorang menteri yang pernah ikut bersama khalifah dalam perjalanannya beberapa hari yang lalu, teringat akan kesalahan khalifah yang merebut ikan dari seorang nelayan dengan paksa. Maka pergilah menteri itu menemui nelayan tersebut, dan memintanya datang ke istana untuk memberi maaf kepada khalifah dan menyembuhkannya. Dengan kebesaran hatinya, datanglah nelayan tersebut ke istana dan memberi maaf kepada khalifah. Setalah itu, dia mengangkat kedua tanganya dengan bibirnya yang “komat-kamit” membaca sesuatu. Ternyata tidak berapa lama kemudian, sang khalifah sadar dan sembuh dari sakitnya.
Setelah sadar dan merasa kuat, sang khalifah bertanya kepada para menterinya siapa yang telah membantu dan menyembuhkannya. Mereka memberitahukan bahwa nelayan yang dulu ikannya dirampas khalifah dengan paksalah, yang telah menolong. Sang khalifah kemudian meminta maaf kepada nelayan itu atas kesalahannya. Di depan semua rakyatnya, sang khalifah kemudian berjanji tidak kan pernah lagi mengambil sedikitpun hak rakyat.
Sang nelayan kemudian dijamu oleh khalifah dengan jamuan yang sangat istimewa. Kemudian sang khliafah memberinya beberapa kantong keping emas sebagai hadiah. Sebelum nelayan itu meninggalkan istana, khalifah bertanya kepadanya tentang apa yang dibacanya ketika mengobati sang khalifah. Dengan senyum dia menjawab, “ Saya hanya berkata kepada Allah, Ya Tuhan sang khalifah telah memperlihatkan kekuasaannya kepadaku, sekarang perlihatkan pula kekuasaan-Mu kepada saya”. Atas kekuasaan Allah lah baginda sembuh kembali. Khalifah sangat kagum dengan ucapan nelayan itu, sehingga semenjak saat itu khalifah mengangkatnya menjadi penasehat khalifah di istana.
Dari kisah di atas dapat diambil pelajaran; Pertama, jika seorang menzalimi orang lain, maka dia akan mendapatkan balasan yang lebih besar dari kezalimannya tersebut. Balasannya bukan hanya di akhirat, akan tetapi Allah akan memperlihatkannya di dunia ini. Apalagi jika orang yang dizalimi, mendo’akan orang yang berbuat zalim itu. Bukankah Raslullah saw. pernah bersabda dalam sebuah haditsnya, bahwa salah satu dari do’a yang mustjab adalah doa’ orang yang dizalimi terhadap orang yang menzalimi. Hal itulah yang peringatkan Allah seperti yang terdapat dalam surat asy-Syura [42]: 42
إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ وَيَبْغُونَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Artinya: “Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih.”
Kedua, begitulah utamanya sikap pemaaf jika dimiliki oleh manusia. Ketika seorang memberikan maaf atas kesalahan orang lain, sekalipun tanpa adanya permintaan maaf, maka Allah akan memberikan kepadanya sesuatu yang besar, baik di dunia maupun di akhirat. Begitulah yang disebutkan Allah dalam beberapa ayat-Nya. Diantaranya surat asy-Syura [42]: 40
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
Artinya: “Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barangsiapa mema`afkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.”
Begitu juga dalam ayat 43, surat asy-Syura
وَلَمَنْ صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَلِكَ لَمِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
Artinya: “Tetapi orang yang bersabar dan mema`afkan sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.”
Selanjutnya dalam surat al-A’raf [7]: 199
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
Artinya: “Jadilah engkau pema`af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma`ruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh.”
Ketiga, jika seseorang memilki keyakinan yang kokoh dan sempurna tentang kekuasaan Allah, maka satu kalimat saja dari nama Tuhan yang diucapkannya bisa melahirkan sesuatu yang dahsyat. Oleh karena itu, kunci utama dalam suatu keberhasilan dalam melakukan suatu pekerjaan, adalah keyakinan akan Kemahabesaran Allah dan pertolongan-Nya yang sangat dekat. Dengan kekuasaan Allah, tidak ada satupun yang tidak mungkin atau tidak bisa dicapai oleh manusia. Sebab, jika Allah menghendaki sesuatu, betapapun manusia menghalanginya, ia pasti akan terjadi. Namun, jika sesuatu itu tidak dikehandaki Allah, betapapun semua manusia menginginkannya, ia tidak akan pernah terjadi. Begitulah yang disebutkan Allah dalam surat an-Najm [53]: 26
وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ فِي السَّمَوَاتِ لَا تُغْنِي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلَّا مِنْ بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللَّهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَى
Artinya: “Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafa`at mereka sedikitpun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai (Nya).”
Bukankah Allah pemilik dan penguasa langit dan bumi serta isinya? Dan tidak ada yang bisa memberi bantuan kecuali atas izin-Nya. Begitulah yang ditegaskan-Nya dalam surat al-Baqarah [2]: 255
اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ
Artinya: “Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa`at di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
Keempat, janganlah seseorang memandang rendah orang lain, karena sikap tersebut adalah suatu bentuk kesombongan yang sangat dimurkai Allah. Tidak ada satupun makhluk, termasuk manusia yang memiliki kesempurnaan, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah semata. Sementara makhluk-Nya, penuh dengan kekurangan dan keterbatasan. Kalaupun seseorang memilki kelebihan dari yang lain, maka itu hanyalah dalam beberapa hal tertentu dan dalam waktu tertentu saja. Dan mungkin sekali dalam hal yang lain dan dalam waktu yang lain, ternyata banyak orang lain yang memiliki kelebihan yang tidak dimilikinya. Begitulah yang diingatkan Allah swt. dalam surat Luqman[31]: 18
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
Artinya: “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”
Begitu juga dalam surat al-Isra’[17]: 37
وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا
Artinya: “Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.”

Tidak ada komentar: