Sulaiman Dan Seekor Semut
Pada suatu hari, nabi Sulaiman as. berjalan menelusuri wilayahnya yang luas. Di suatu tempat, bertemulah dia dengan seekor semut yang sedang memikul sebuah biji korma dengan susah payahnya. Nabi Sulaiman kemudian bertanya kepada semut, “Untuk apakah makanan sebesar ini ini engkau pikul, tidakkah engkau merasakan beratnya beban itu?”. Semut kemudian menjawab, “Ini adalah rezeki yang selalu diberikan Tuhan kepada saya. Saya selalu diberikan sebuah biji korma untuk makananku selama setahun kedepan”.
Mendengar jawaban dari semut tersebut, Sulaiman berkata, “Kalau begitu masuklah engkau ke dalam botol ini, saya akan berikan dua buah korma untukmu. Botol ini akan saya tutup, dan setahun lagi aku akan datang melihat keadaanmu”. Maka masuklah semut itu ke dalam botol yang disediakan oleh Sulaiman as. dan Sulaiman pun memasukan dua biji korma ke dalamnya lalu menutup botol tersebut.
Setelah berlalu satu tahun, maka datanglah Sulaiman melihat keadaan semut di dalam botol tersebut. Ketika bertemu dengan semut, alangkah terkejutnya Sulaiman ketika mendapatkan korma yang diberikannya dulu tidak banyak berubah, sementara yang satu lagi masih utuh dan bersih belum disentuh sama sekali. Sebelumnya dia yakin kalau korma yang diberikannya telah habis oleh semut itu, minimal hanya tinggal satu buah.
Sulaiman pun bertanya dengan keheranan, “Kenapa korma yang aku berikan tidak engkau habiskan? Bukankah engkau berkata satu korma hanya cukup untuk satu tahun? Tetapi, kenapa belum satupun yang engkau habiskan?” Semut itu menjawab, “Korma ini hanya sedikit sekali saya hisap, sebab saya lebih sering berpuasa selama setahun ini. Anda tahu, bahwa Tuhan saya selalu memberikan jatah korma setiap tahun untuk saya. Oleh Karen itu, saya selalu menghabiskan jatah saya untuk setahun, karena saya tahu Tuhan saya adalah Tuhan yang selalu hidup, Dia Maha Kaya dan pemilik segalanya. Namun, sekarang engkau yang memberi makan saya. Saya takut, bagaimana jika engkau tidak hidup untuk tahun depan? Atau bagaimana jika engkau tidak memperoleh apapun yang akan engkau berikan kepadaku? Bukankah yang engkau berikan kepadaku ini adalah juga pemberian yang diberikan untukmu?”. Mendengar jawaban semut, Sulaiman as. terdiam karenanya, dan memuji semut karena telah mengingatkannya akan kemahabesaran Tuhan.
Dari kisah di atas dapat diambil pelajaran; hendaklah seseorang menggantungkan hidup dan harapannya hanyalah kepada Allah semata. Karena yang selain-Nya adalah lemah, tidak berdaya, dan tidak bisa mendatangkan bahaya atau manfaat tanpa izin-Nya. Seperti yang ditegaskan Allah dalam surat Ali ‘Imran [3]: 173
الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ
Artinya: “(Yaitu) orang-orang (yang menta`ati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.”
Begitu juga dalam surat az-Zumar [39]: 38
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلْ أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ
Artinya: “Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka menjawab: "Allah". Katakanlah: "Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmatNya?. Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku". Kepada-Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri.”
Jika manusia menggantungkan hidup dan harapannya kepada manusia lain,berarti dia telah menyerahkan dirinya kepada sesuatu yang tidak bisa memberikan apa-apa kepadanya, karena diapun tidak berbeda denganya. Oleh karena itu, tidaklah semestinya seorang isteri takut ditinggal mati oleh suaminya, karena yang akan memberi rizeki adalah Allah, bukan suaminya. Anak-anak juga tidak semestinya takut ditinggal mati orang tua mereka, karena Allah telah menjamin rezeki mereka, begitulah seterusnya. Bukankah dalam beberapa ayat-Nya Allah swt mengingatkan hal itu? Seperti dalam surat al-Isra’ [17}: 31
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا
Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.”
Begitu juga dalam surat Thaha [20]: 132
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
Artinya: “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.”
Kedua, sebaiknya manusia berlaku hemat dalam kehidupan mereka dan tidak boros terhadap apa yang dimiliki. Apa yang kita peroleh hari ini, makanlah sebagian dan simpanlah sebagian yang lain untuk persiapan jika kita berada pada masa sulit dalam waktu yang akan datang. Sebab, kondisi manusia tidaklah tetap dalam suatu keadaan, manusia akan selalu berobah seiring terjadinya perputaran masa yang dilewati manusia. Hari ini kita kaya dan memiliki harta yang banyak, belum tentu masa berikutnya kekayaan akan tetap bersama kita.
Akan tetapi, jangan pula manusia kikir terhadap dirinya sendiri. Sebab, hal itu akan membuat manusia diperbudak oleh harta dan akan membuat manusia menyiksa dirinya sendiri. Seorang yang hidup boros akan menyesali perbuatanya jika suatu saat kesulitan datang menderanya. Sebaliknya, yang hidup kikir akan menyiksa dirinya dengan menjadikan dirinya seperti orang yang paling miskin. Oleh karen itu, hendaklah manusia hidup sederhana, tidak terlalu kikir dan tidak terlalu boros. Begitulah yang diingatkan Allah dalam surat al-Isra’ [17]: 29
وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا
Artinya: “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.”
Selasa, 08 September 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar