Ibn Hajar; Murid Bodoh Jadi Ulama
Konon pada suatu masa, terdapatlah sebuah madrasah yang dipimpin oleh seorang ulama yang sangat terkenal kedalaman dan keluasan ilmunya. Di sana, berkumpullah banyak siswa untuk belajar yang datang dari berbagai penjuru negeri. Madrasah itu sudah banyak menghasilkan ulama-ulama terkenal yang terpencar ke berbagai negeri.
Dari sekian banyak yang belajar murid di madrasah tersebut, terdapatlah seorang murid bernama Ibn Hajar. Dia dikenal sebagai murid yang memiliki kemampuan rendah “bodoh” dalam menyerap pelajaran yang diberikan para gurunya. Setiap kali dijelaskan suatu pelajaran kepadanya, setiap kali itu pula dia lupa. Berbeda dengan kawan-kawannya yang lain, di mana mereka memiliki otak yang cerdas dan kemampuan yang bagus dalam menyerap pelajaran. Namun demikian, Ibn Hajar terkenal sebagai murid yang rajin dan sungguh-sungguh dalam mengikuti pelajaran. Tidak satupun meteri pelajaran yang ditinggalkannya, begitu juga tidak seorang gurupun yang tidak ditemuinya untuk mengikuti pelajaran.
Seiring berlalunya masa, Ibn Hajar ternyata tidak banyak mengalami perubahan. Dia masih saja sebagai murid yang “bodoh” dan tidak mampu menyerap pelajaran yang diberikan kepadanya. Bahkan sudah hampir separoh umurnya telah dihabiskannya di madarasah itu. Kawan-kawan yang dulu sama-sama belajar dengannya, sudah menjadi ulama-ulama terkenal di berbagai negeri. Maka muncullah rasa pesimis dalam diri Ibn Hajar untuk menuntut ilmu. Dia bermaksud meninggalkan madrasah itu, dan berkelana mencari sesuatu sambil menghabiskan sisa umurnya.
Suatu hari, datanglah Ibn Hajar menemui gurunya dan mengemukakan maksudnya hendak meninggalkan madrasah dan hidup berkelana ke berbagai negeri. Dia mengatakan bahwa ini mungkin sudah takdirnya sebagai orang yang tidak diberikan kecerdasan dan kemampuan intelektual. Sebelum berangkat, gurunya kembali mengingatkan agar mengurungkan niatnya meninggalkan pelajaran, dan tetaplah bersungguh-sungguh sampai Allah memberikan petunjuk-Nya. Gurunya juga berpesan, jika suatu hari nanti dia bermaksud kembali ke madrasah ini dan ingin melanjutkan pelajarannya, maka madarah ini selalu terbuka untuknya kapan saja dia datang.
Maka berangkatlah Ibn Hajar meninggalkan madrasah dan guru-gurunya. Dia terus berjalan mengikuti arah langklah kakinya. Setelah lama berjalan, dia pun merasakan kelelahan. Ibn Hajar beristirahat di sebuah tempat yang teduh, di atasnya tumbuh sebatang pohon besar yang rindang. Ketika itu, dia melihat air menetes ke sebuah batu yang ada di dekatnya. Dia memperhatikan hal itu dengan seksama, ternyata air menetes satu demi satu dari akar pohon itu dalam jarak yang lama dan menimpa batu tersebut. Namun, dia melihat bahwa batu itu ternyata berlobang karena tetesan air tersebut. Mulailah dia berfikir, “Jika saja air yang menetes satu demi satu dalam waktu yang lama, bisa melobangi batu yangs angat keras, lalu kenapa saya harus berputus asa dalam menuntut ilmu. Bukankah jika saya tetap bersungguh-sungguh mencari ilmu, walupun satu setiap hari, akan bisa membuat saya menjadi seorang alim?”.
Dengan perasaan senang seperti mendapatkan petunjuk dan bimbingan Allah, diapun bergegas kembali ke madarsah yang telah ditinggalkannya. Kemudian menyampaikan maksud dan keinginannya kepada gurunya untuk melanjutkan pelajaran di madrasah itu. Akan tetapi, mulai saat itu terjadi hal yang luar biasa dalam diri Ibn Hajar. Jika sebelumnya dia terekanal sebagai murid yang kurang cerdas dan lemah daya ingatnya, sekarang dia menjadi murid yang paling cerdas, memiliki otak yang encer dan daya ingat yang kuat. Bahkan, saking cerdasnya Ibn Hajar, ibarat pepatah “Satu yang diajarkan, sepuluh dia dapatkan”. Akhirnya semua guru dan murid di sana mengaguminya, dan dalam waktu yang cepat dia sudah menjadi seorang yang memilki ilmu yang sangat luas. Bahkan keluasan ilmunya, melebihi kawan-kawannya yang sudah menjadi ulama-ulama terkenal sebelumnya.
Dari kisah di atas dapat diambil pelajaran, bahwa begitulah buah dari kesungguhan dalam mengerjakan sesuatu, termasuk dalam menuntut ilmu. Sekalipun dengan kemampuan otak yang sederhana, namun jika terus-menerus di asah, maka hal itu tidak menghalangi seseorang menjadi seorang yang sukses dan mengusai ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, kesungguhan adalah kunci suatu keberhasilan. Kecerdasan tidak berarti apa-apa, jika tidak memiliki kesungguhan. Bukankah semut yang memiliki tubuh yang kecil, dengan kesungguhannya bisa membuat tumpukan sebesar gunung?
Di samping itu, seseorang hendaklah yakin akan petunjuk dan pertolongan Allah yang sangat dekat. Jika seseorang bersungguh-sungguh dalam melakukakn sesuatu dan meyakini pertolongan Allah, maka tidak ada satuppun pekerjaan yang tidak bisa dicapainya. Sehingga, kesungguhan dan keyakinan adalah dua hal penting mancapai kesuksesan. Ingatlah apa yang dipesankan Musa as. kepada kaumnya, ketika kaumnya putus asa untuk bisa melepaskan diri dari penindasan Fir’aun. Firman Allah dalam surat asy-Syu’ara’ [26]: 24
قَالَ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا إِنْ كُنْتُمْ مُوقِنِينَ
Artinya: “Musa menjawab: "Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya. (Itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya.”
Selasa, 08 September 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar