Selasa, 08 September 2009

Pendosa Ahli Sorga

Pendosa Ahli Sorga
Konon pada suatu masa, hiduplah seorang laki-laki yang terkenal kebejatan dan keburukan akhlaknya. Sepanjang usianya, dia hidup bergelimang dosa, seperti berjudi, berzina, merampok dan tidak sekalipun menundukan kepalanya kepada Allah. Bahkan, dosa terbesar yang dilakukannya adalah bahwa dia telah membunuh atau menghabisi nyawa manusia sebanyak sembilan puluh sembilan orang tanpa alasan yang benar.
Suatu ketika, muncullah kesadaran dalam dirinya atas dosa-dosa yang telah dilakukan dan ingin memperbaiki kesalahan tersebut, untuk kemudian beribadah kepada Allah selagi umurnya masih tersisa. Dia benar-benar menyesali dirinya dan bertekad akan bertaubat kepada Allah. Akan tetapi, ketika dia teringat akan kesalahan dan dosanya yang begitu banyak, muncul keraguan dalam dirinya apakah masih bisa Allah menerima taubatnya atau tidak.
Untuk menepis keraguannya dan memperkokoh tekad bertaubatnya, pergilah dia mencari ulama tempat bertanya apakah masih bisa dia bertaubat atau tidak. Setelah berhari-hari mencari tempat bertanya, atas petunjuk seseorang datanglah dia menemui seorang ulama terkemuka di suatu negeri. Ketika telah sampai, diapun menceritakan maksud kedatangannya kepada ulama tersebut. Dia menceritakan masa lalu dan dosa-dosanya, namun saat ini dia betul-betul inign bertaubat. Dia bertanya, “Apakah mungkin taubat saya diterima oleh Allah?”. Setelah mendengar uraian tentang masa lalu dan dosa-dosanya, orang itu kemudian menjawab, “Agaknya dosa-dosa engkau sulit diampuni dan taubat engkau mungkin tidak bisa diterima. Sebab, dosa yang engkau lakukan adalah dosa-dosa besar”.
Mendengar jawaban orang tersebut, dia berfikir sangat lama sekali. Namun, tiba-tiba dia mengeluarkan pedangnya dan berkata, “Agaknya masih tanggung kalau saya membunuh sembilan puluh sembilan, alangkah lebih baiknya jika saya genapkan seratus orang”. Akhirnya diapun membunuh orang yang memberikan penjelasan tersebut, sehingga genaplah seratus orang yang telah dibunuhnya.
Setelah itu, diapun pergi meninggalkan tempat itu. Akan tetapi, di dalam hatinya masih timbul keinginan yang kuat untuk benar-benar bertaubat kepada Allah. Namun, dia tetap masih dalam keraguan apakah masih ada peluang pintu taubat untuk dirinya, mengingat kesalahan dan dosa-dosa besar yang dilakukannya.
Dalam perjalanan, bertemulah dia dengan seseorang yang memberitahukannya seorang ulama terkenal di suatu negeri, mungkin di tempat itu dia bisa mendapatkan ilmu dan penjelasan tentang apa yang diinginkanya. Maka, berangkat dia menuju negeri yang dimaksud. Di tengah perjalanan, tiba-tiba ajalnya datang dan malaikat mautpun mencabut nyawanya. Setelah kematiannya, terjadilah pertengkaran antara malaikat Azab yang hendak membawa roh tersebut ke neraka dengan malaikat Rahmat yang hendak membawa rohnya ke sorga.
Malaikat Azab berkata, “Dia adalah bagian saya, tidakkah engkau tahu betapa banyak dosa dan kesalahan besar yang telah dilakukannya. Bahkan, tidak sekalipun dia pernah bersujud menyembah Tuhan”. Malaikat Rahmat menjawab, “Dia adalah bagainku, tidakkah engkau tahu bahwa dia benar-benar ingin bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenarnya. Bahkan, dia meninggal saat akan bertaubat kepada Allah. Oleh karena itu, dia telah mati dalam keadaan muslim dan lepas dari dosa masa lalunya”. Pertengkaran antara keduanya terus terjadi, maka keduanya sepakat menghadap Allah dan bertanya tentang siapa yang berhak membawa roh orang itu.
Kemudian Allah swt. memerintahkan keduanya untuk mengukur jarak perjalanannya, dari tempat awal dia berangakat menuju tempat ulama di mana dia akan bertanya dan melaksanakan taubatnya. Bila, jarak yang telah ditempuhnya melebihi separoh perjalanannya, maka hak malaikat Rahmat membawanya ke sorga. Namun, jika jarak yang telah ditempuhnya kurang dari separoh, maka hak malaikat azab membawanya ke neraka.
Maka kedua malaikat itupun mengukur jarak perjalanan orang itu dari awal perjalanannya menuju tempat ulama di mana dia akan bertanya dan melaksanakan taubatnya. Ternyata, jarak perjalannya telah berlebih satu langkah dari pertengan jarak perjalan yang mesti ditempuhnya. Sehingga, Allah mengatakan kepada malaikat rahmat, “Bawalah rohnya ke sorga karena dia adalah ahli sorga”.
Dari kisah di atas dapat diambil pelajaran; Pertama, bahwa sebesar apapun kesalahan yang dilakukan oleh seseorang kepada Allah, jika dia mau bertaubat dan kembali kepada-Nya, maka Allah pasti akan menerima taubatnya. Asalkan taubat yang dilakukannya adalah taubat yang sebenarnya (taubatan nashuha). Dalam beberapa ayat-Nya Allah swt menegsakan hal tersebut, di antaranya seperti dalam surat al-Baqarah [2]: 160
إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَبَيَّنُوا فَأُولَئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
Artinya: “Kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itu Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”
Begitu juga dalam surat al-Ma’idah [5]: 74
أَفَلَا يَتُوبُونَ إِلَى اللَّهِ وَيَسْتَغْفِرُونَهُ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya: “Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Selanjutnya dalam surat At-Tahrim [66]: 8
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Dalam sebuah hadits disebutkan, “bahwa taubat seseorang hamba masih akan diterima Allah sebelum nyawanya sampai ditenggorokannya”. Oleh karena itu, tidak ada jalan bagi seseorang berputus asa dari rahmat Allah terhadap dosa dan keslahana masa lalunya, jika dia mau kembali dan bertaubat kepada Allah. Tidak ada kata terlambat dalam bertaubat atau kata tidak mungkin dalam berbuat kebaikan, selama manusia itu masih hidup. Sebab, rahmat Tuhan mengalahkan amarah-Nya. Kasih sayang Tuhan tidaklah ada batasnya terhadap makhluk yang menginginkan rahmat-Nya yang maha luas.
Kedua, sepantasnya bagi seseorang memberikan sesuatu yang menyenangkan, menyejukan, dan menggembirakan kepada orang lain ketika orang lain tersebut bertanya atau meminta penjelasan kepadanya. Janganlah seseorang memberikan petakut atau sesuatau yang akan membuat orang lain putus asa karenanya. Bukankah tugas pertama yang diemban Rasulullah adalah memberikan kabar gembira terlebih dahulu, baru kemudian memberi petakut? Lihat misalnya firman Allah swt dalam surat al-Baqarah [2]: 119
إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ بِالْحَقِّ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَا تُسْأَلُ عَنْ أَصْحَابِ الْجَحِيمِ
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawab) tentang penghuni-penghuni neraka.”
Begitu juga dalam surat Saba’ [34]: 28
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Artinya: “Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.”
Selanjutnya dalam surat Fathir [35]: 24
إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ بِالْحَقِّ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَإِنْ مِنْ أُمَّةٍ إِلَّا خَلَا فِيهَا نَذِيرٌ
Artinya: “Sesungguhnya Kami mengutus kamu dengan membawa kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. Dan tidak ada suatu umatpun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan.”
Dalam surat Fushshlit [41]: 4, Allah swt juga berfirman
بَشِيرًا وَنَذِيرًا فَأَعْرَضَ أَكْثَرُهُمْ فَهُمْ لَا يَسْمَعُونَ
Artinya: “yang membawa berita gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling (daripadanya); maka mereka tidak (mau) mendengarkan.”

Tidak ada komentar: