Konon, pada suatu masa hiduplah seorang kelana yang memiliki seekor sapi yang selalu menjadi temannya saat bepergian. Suatau malam, sang kelana tertidur di sebuah gubuk yang telah lama ditingggalkan pemiliknya. Sementara, sapinya diikatkan di belakang gubuk tersebut. Malam itu, pada waktu yang bersamaan datanglah dua orang pencuri; seorang pencuri adalah manusia yang hendak mengambil sapi, dan yang lain hantu yang hendak melarikan sang kelana ke dalam hutan.
Saat itu, bertemulah mereka tanpa di sengaja dengan maksud yang sama, yaitu hendak mencuri. Setelah mengetahui niat dan mksud masing-masing, berkatalah hantu terlebih dahulu, “Sebaiknya saya yang membawa orang ini dulu, nanti setelah aku jauh maka engkau silahkan mengambil sapinya. Jika, engkau mengambil sapinya terlebih dahulu, saya khawatir nanti dia terbangun dan maksud saya tidak tecapai”. Manusia pencuri juga menjawab, “Sebaiknya saya ambil sapinya dulu, nanti setelah saya jauh silahkan engkau ambil orang ini. Sebab, saya khawatir jika engkau mengambil orangnya terlebih dahulu, nanti dia terbangun dan saya gagal mendapatkan sapi itu”.
Akhirnya kedua pencuri itu bertengkar dan tidak menemukan kesepakatan. Setelah lama bertengkar dan keduanya mulai letih dan kehabisan akal, maka hantu berteriak dengan keras, “Hai manusia, ada orang yang hendak mencuri sapinya, bangunlah engkau”. Manusia pencuri juga berteriak hal yang sama, “Hai manusia ada hantu yang hendak mencurimu dan membawamu ke dalam hutan, bangunlah engkau”. Mendengar teriakan tersebut bangunlah sang kelana, begitu juga masyarakat yang berada di sekitar negeri itu. Sang kelana bersama masyarakat banyak mengambil kayu dan senjata, lalu memburu kedua pencuri tersebut. Kedua pencuri itu lari kedalam hutan tanpa mendapatkan apa-apa, kecuali keletihan akibat dikejar-kejar orang ramai.
Dari kisah di atas dapat diambil pelajaran; betapa kejahatan itu sangat susah untuk dilakukan. Bukan hanya susah melakukannya karena beratnya, namun juga susah karena jalannya begitu sulit. Begitulah yang dimaksud Allah dengan ungkapan-Nya dalam surat al-Baqarah [2]: 286, Allah swt berfirman
.... لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ....
Artinya: “…Dia (manusia) mendapatkan ganjaran pahala atas kebaikan yang diusahakannya, dan dia juga mendapat siksa atas kejahatan yang diusahakannya…”
Ayat di atas menggunakan kata kasaba untuk arti usaha kebaikan, sementara usaha kejahatan (dosa), Allah swt pakai kata iktasaba. Menurut gramatika bahasa Arab, kasaba artinya usaha yang dilakukan dengan mudah dan gampang, sedangkan iktasaba adalah usaha yang dilakukan dengan berat dan susah. Dengan demikian, Allah swt mengatakan bahwa kebaikan itu adalah sangat mudah dilakukan, karena sesuai dengan fitrah manusia itu sendiri yang cendrung kepada kebaikan. Sementara kejahatan adalah suatu yang sangat susah untuk dilakukan karena melawan fitrah manusia.
Kedua, dalam kehidupan ini sikap mengalah kadang kala dibutuhkan untuk mencapai suatu maksud dan tujuan. Sebab, Tidaklah mesti mengalah selalu diartikan kalah. Alangkah lebih baiknya, jika kita mundur satu langkah untuk kemudian maju seribu langkah. Jika dalam suatu pertikaian tidak ada yang mau mengalah, maka pertikaian itu akan berakhir pada bentrokan dan konfrontasi yang merugikan kedua belah pihak. Akhirnya yang kalah menjadi abu dan menang menjadi arang. Begitulah hukum Tuhan dalam setiap perkelahian.
Selasa, 08 September 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar