Pemuda Miskin Yang Menikahi Puteri Raja
Dikisahkan pada suatu masa, hiduplah seorang pemuda miskin yang tinggal bersama ibunya di sebuah gubuk peninggalan ayahnya. Setiap hari sang pemuda bekerja keras mencari kayu bakar ke dalam hutan untuk kemudian di jual kepada masyarakat negeri itu. Dari hasil penjulan kayu api inilah, dia menghidupi diri dan ibunya yang sudah tua.
Sampai suatu ketika, dia menyatakan maksudnya kepada ibunya hendak mempersuntig puteri raja sebagai isterinya. Pada mulanya ibunya melarang dan mengingatkan kepada anaknya, agar segera mengurungkan niatnya tersebut. Ibunya kemudian memberikan pengertian kepadanya, bahwa antara dia dan puteri raja ibarat langit dan bumi yang tidak akan pernah bisa bersatu. Puteri raja berasal dari keluarga terhormat yang dipenuhi kemewahan dan gemarlapan kekayaan, sedangkan dia hanyalah rakyat jelata yang hidup miskin. Akan tetapi, dia tetap bulat dengan tekadnya hendak melamar puteri raja. Atas desakan dan keinginannya yang keras, akhirnya ibunya bersedia melamar puteri raja untuk anaknya, sekalipun dia tahu hal itu adalah suatu kesia-kesiaan belaka. Hal itu dilakukannya demi cintanya kepada anaknya dan tidak mau membuat anaknya bersedih.
Keesokan harinya, pergilah ibunya menghadap raja di istana kerajaan itu. Ketika sampai di depan gerbang istana, perempuan itu dicegat oleh beberapa orang pengawal. Karena kondisinya yang tidak meyakinkan akan mengahadap raja, maka pengawal melarangnya masuk ke dalam istana. Namun, tiba-tiba raja melihat hal itu, dan kemudian memerintahkan pengawalnya untuk membiarkan perempuan itu masuk ke dalam istananya.
Sesampainya di dalam istana, perempuan tua itu mengaturkan hormatnya kepada raja sekaligus permohonan maafnya yang tidak terhingga atas kelancangannya. Dia kemudian menyampaikan maksud kedatangannya menghadap raja. Dia berkata, “Ampun beribu ampun wahai paduka, bukan hamba bermaksud lancang dan kurang ajar, karena hamba juga menyadari keadaan hamba yang hina ini. Hamba memiliki seorang anak laki-laki yang sudah siap menikah, dia ingin mempersunting puteri paduka. Sebelumnya hal ini sudah aku larang, namun dia tetap pada pendiriannya akan memperisteri puteri paduka”. Sang rajapun berfikir keras mendengar ucapan dan maksud kedatangan perempuan tua tersebut. Namun, sang raja adalah orang yang bijaksana, dia tidak mau menolak terang-terangan maksud kedatangan perempuan itu karena selama ini dia tidak pernah menyakiti hati rakyatnya.
Sang raja kemudian berbicara, “Baiklah, lamaranmu akan saya terima, saya bersedia menikahkan puteriku dengan anakmu tetapi dengan persyaratan dia harus bisa memberikan mahar perkawinannya dalam bentuk satu peti berlian dan permata biru. Perempuan tua itu sebenarnya mengetahui maksud raja memberikan persyaratan tersebut. Raja secara tidak langsung menolak lamarannya, karena raja pasti tahu bahwa anaknya tidak akan mampu memenuhi persyaratan tersebut. Maka pulanglah perempuan itu, dengan membawa kesedihan di wajahnya karena sebenarnya lamaran anaknya ditolak dengan persyaratan yang begitu berat.
Sesampainya di rumah, anaknya yang sudah dari tadi menunggu kepulangan ibunya dengan berita apapun yang akan dibawa pulang, langsung menghadang ibunya dengan pertanyaan. Dia berkata, “Bagaimana jawaban raja ibu?. Apakah lamaran akau diterima raja?”. Ibunya menjawab dengan suara lirih, “Anakku! Raja menerima lamaranmu, dan raja bersedia menikahkan puterinya denganmu dengan persyaratan engkau harus memberikan maharnya sebanyak satu peti berlian dan permata biru”. Anak itu kemudian bertanya kepada ibunya, “Ibuku! Dimanakah berlian dan permata biru tersebut adanya, aku akan mencarinya”. Ibunya menjawab dengan nada sedih, “Adanya di dalam laut anakku!”.
Keesokan harinya, berangkatlah dia ke pinggir laut sambil membawa sebuah batok kelapa. Sesampainya di laut, dia mulai menimba air laut itu tanpa henti dan tanpa merasakan lelah sedikitpun. Setelah sore, dia kembali ke rumah untuk beristirahat. Keesokan harinya dia berangkat kembali ke tepi laut dengan membawa batok kelapa dan mulai menimba laut dengan sekuat tenaganya dan keyakinan yang teguh. Begitulah terus-menerus yang dilakukan oleh laki-laki tersebut selama beberapa hari.
Suatu hari, ketika dia sedang asyik menimba air laut datanglah seekor ikan menghampirinya. Ikan tersebut melihat susuatu yang aneh dari apa yang sedang dilakukan laki-laki itu. Ikan itupun bertanya, “Kenapa engkau menimba air laut ini?”. Dia menjawab, “Saya hendak mengeringkan air laut ini, sehingga saya bisa mengambil permata yang ada di dalamnya”. Mendengar ucapan laki-laki itu, muncullah rasa takut dalam hati ikan itu, karena seandainya usaha laki-laki ini berhasil tentulah dia dan semua bangsa dan penghuni laut ini akan mati kekeringan. Maka bergegaslah ikan tersebut menemui ikan hiu si raja laut, dan mengabarkan apa yang diketahuinya tentang seorang seorang laki-laki yang hendak mengeringkan air laut.
Raja lautpun merasa khawatir jika usaha laki-laki itu berhasil, tentulah ia dan semua rakyatnya akan mati. Maka berangkatlah raja laut bersama rakyatnya menemui laki-laki tersebut. Raja laut kemudian bertanya kepada laki-laki itu, “Kenapa engkau ingin membunuh kami dengan mengeringkan laut?”. Laki-laki itu menjawab, “Saya tidak ada maksud mengganggu ataupun membunuh kalian semua. Saya mengeringkan laut hanya karena ingin mengambil berlian dan permata biru yang ada di dalam laut ini. Permata itu saya butuhkan agar saya bisa menikahi puteri raja”. Mendengar jawaban laki-laki tersebut, berkatalah raja laut “Kalau begitu tidaklah perlu engkau bersusah payah mengeringkan laut ini, biarlah kami yang akan membawakan permata dan berlian itu kepadamu. Kami akan bawakan kepadamu melebihi kebutuhanmu. Jika engkau perlu satu peti, kami akan bawakan dua peti untukmu. Apakah engaku setuju?”. Mendengar pernyataan raja laut alangkah bahagianya laki-laki tersebut.
Maka raja laut mengerahkan seluruh rakyatnya untuk mencari permata dan berlian sebanyak-banyaknya dari dalam lautan. Dalam waktu yang singkat, permata dan berlian yang diinginkan laki-laki tersebut diperolehnya, bahkan melebihi apa yang diminta raja. Maka pulanglah dia dengan gembira dan membawa permata dan berlian dengan dipikul oleh beberapa orang tukang pikul. Permata itu kemudian dibawahlah ke hadapan raja untuk memenhui tuntutan dan persyaratan yang diajukan raja kepadanya. Sang raja menjadi sangat kagum dengan pemuda itu, dan diapun menikahkan puterinya dengan laki-laki tersebut.
Dari kisah di atas dapat diambil pelajaran; Pertama, begitulah kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Apapun akan dilakukan oleh seorang ibu demi kebahagiaan anaknya. Seorang ibu rela mengurangi tidurnya, makannya, menguras tulang dan keringatnya demi kebahagiaan anknya. Bahkan jika perlu dia akan menggadaikan harta, nyawa, atau harga dirinya sekalipun demi membahagiakan anaknya. Dalam sebuah bait nyanyi disebutkan, “Kasih ibu sepanjang jalan, tak terhingga sepanjang waktu, hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia”.
Sangat tepat kiranya, kalau Rasulullah melebihkan ibu tiga kali lebih tinggi dibandingkan kedudukan ayah - tanpa maksud merendahkan kedudukan ayah dan mengecilkan jasanya terhadap anak-. Sebab, kesusahan yang dilalui ibu dalam mengandung, melahirkan, merawat, dan membesarkan anaknya digambarkan sendiri oleh al-Qur’an. Seperti yang terdapat dalam surat Luqman [31] ayat 14
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”
Kedua, bagi yang bersungguh-sungguh mengerjakan suatu pekerjaan, sesulit apapun pekerjaan tersebut dia pasti bisa menyelesaikannya. Bahkan, suatu pekerjaan yang menurut akal manusia mungkin saja tidak akan mampu dikerjakan oleh seseorang, akan tetapi jika dia bersungguh-sungguh dan memiliki tekad serta keyakinan yang kuat dia akan bisa melakukankannya. Begitulah buah dari kesungguhan dan keyakinan yang kuat dalam mengerjakan seuatu. Dalam sebuah ungkapan disebutkan “man jadda wajada/ siapa yang bersungguh-sungguh akan mendapat”. Dalam beberapa ayat-Nya Allah swt mengingatkan hal itu. Seperti dalam surat al-Ma’idah [5]: 35
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah(bersungguh-ssungguhlah) pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.”
Begitu juga dalam surat at-Taubah [9]: 41
انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya: “Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah(bersungguh-ssungguhlah) dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
Selasa, 08 September 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Terimakasih atas cerita yang penuh hikmah ini, saya yakin pasti bermanfaat buat pembaca yg mau mengambil hikmahnya,semoga penulis bisa memberikan cerita2 yg memotivasi pembaca seperti saya ini🤲 kami menunggu cerita2 selanjutnya 👌👍
Posting Komentar