Selasa, 08 September 2009

Raja Singa, lembu dan pembesarnya

Raja Singa, lembu dan pembesarnya
Di suatu negeri, hiduplah seorang saudagar yang kaya raya. Bersama beberapa anak buahnya, dia membawa barang dagangannya melintasi berbagai negeri dengan beberapa pedatinya. Suatu ketika, seekor lembu yang menarik pedati sang saudagar terjerumus ke dalam lumpur yang dalam. Saudagar bersama anak buahnya berusaha mengeluarkan lembu tersebut dari jeratan lumpur, akan tetapi usaha mereka sia-sia karena lembu tersebut tidak bisa keluar dari jeratan lumpur. Akhirnya sudagar dan anak buahnya putus asa dan meninggalkan lembu tersebut di dalam lumpur untuk kemudian mereka melanjutkan perjalanan kembali.
Lembu tersebut terus berusaha melepaskan dirinya dari jeratan lumpur. Setelah beberapa lama terperangkap, akhirnya dengan keayikan dan usaha yang sungguh-sungguh lembu tersebut berhasil keluar dari jeratan Lumpur. Kemudian, lembu tersebut terus berjalan hingga ia sampai ke sebuah padang rumput yang sangat hijau. Makanlah ia dengan lahapnya, hal itu kemudian membuat lembu merasa senang hati, ternyata kesulitan dan kesusahan yang di alaminya mengantarkan mencapai kebebasan dan kebahagiaan yang sempurna.
Hari demi hari dilalui oleh lembu dengan menikmati kebebasan dan makan rerumputan yang subur dan hijau. Hingga dengan cepat berat badannya bertambah dan menjadilah ia sangat gemuk dan sehatnya. Sampai suatu hari, ia bermain di sebuah hutan tempat berdiamnya seekor raja singa dengan memimpin sejumlah besar rakyatnya. Tiba-tiba lembu mengeluarkan suara “dengusan” yang sangat keras seperti halnya kebiasaan jenis makhluk ini. Suaranya yang keras terdengar hingga ke temapt raja singa berdiam.
Raja singa menjadi sangat terkejut dan kaget mendengar suara yang keras itu. Belum pernah ia mendengar ada suara seperti itu sebelumnya. Raja singa kemudian merasa ketakutan, karena dia berfikir tentulah ia sesuatu yang sangat besar dan menakutkan. Raja singa berfikir, jangan-jangan makhluk itu datang mencarinya dan bermaksud hendak membinasakannya.
Semenjak mendengar suara “dengusan” lembu tersebut raja singa selalu dihantui rasa takut, hingga ia selalu mengurung diri di kamarnya dan jarang manampakan wajah di hadapan rakyatnya. Perubahan sikap raja singa ini ternyata diperhatikan oleh dua orang rakyatnya yang bernama Kalilah dan Dimnah. Kalilah dan Dimnah adalah dua ekor singa muda yang bersahabat karib semenjak kecilnya. Kemana saja mereka selalu bersama, begitu juga mereka selalu meminta pendapat kepada yang lain, jika hendak melakukan suatu pekerjaan.
Maka berkatalah Dimnah kepada sahabatnya Kalilah, “Hai sahabatku! Tidakkah engkau perhatikan sikap raja kita yang sangat jauh berubah beberapa waktu belakangan ini?. Saya kira raja kita sedang menghadapi masalah yang sangat berat”. Kalilah menjawab, “Betul hai Dimnah, saya memang melihat perubahan prilaku raja kita, belakangan ini ia sering mengurung dirinya di kamar dan jarang keluar rumah untuk bertemu dengan rakyatnya”. Dimnah berkata lagi, “Ini adalah kesempatan yang paling baik untuk saya bisa menghadap baginda dan mengabdikan diriku padanya. Semoga dengan kedekatanku kepada baginda, suatu saat ia akan memberiku kehormatan dan jabatan yang tinggi di sisinya. Kalilah berkata sambil menasehati sahabatnya, “Hati-hatilah engkau bila berdekatan dengan raja, sebab kata orang bijak raja ibarat gunung, di perutnya banyak emas dan perak, dipunggungnya banyak pohon indah dan berbagai jenis buahan, namun di sana juga banyak sekali binatang buasnya yang siap memangsamu. Jika engkau terlalu ke puncaknya maka engkau akan binasa karena panasnya”.
Maka berangkatlah Dimnah menuju istana raja singa. Ketika sampai di istana, Dimnah menyatakan niat baiknya hendak mengabdikan kepada baginda dan berjanji menjadi orang paling setia kepada raja. Pada mulanya raja singa menolak, namun berkat kepandaian Dimnah merangkai kata, sehingga raja menjadi suka kepadanya. Dalam waktu yang singkat raja singa menjadi sangat dekat dengan Dimnah, hingga menjadi orang kepercayaan raja dan diberikan jabatan terhormat sebagai penasehat raja.
Ketika Dimnah sudah menjadi orang yang dekat dengan raja, maka ia mulai mencari tahu sebabnya raja singa jarang menampakan diri di luar istana. Karena hubungan mereka yang sangat dekat, maka berceritalah raja kepadanya, “Hai Dimnah! Beberapa saat yang lalu saya mendengar suara aneh, teriakan yang sangat keras dari dalam hutan sana. Saya merasa takut, mengkin suara itu adalah suara musuhku yang sangat kuat dan ingin membinasakanku”. Mendengar uraian raja, berkatalah Dimnah, “Jika tuanku izinkan saya bermaksud hendak mencari makhluk itu dan bertemu dengannya. Jika sudah saya temukan, izinkan saya membawanya untuk dihadapkan kepadamu”. Alangkah senangnya hati raja singa mendengar ucapan Dimnah, seraya berkata, “Dengan senang hati, aku izinkan engkau mencari tahu tentangnya, namun berhati-hatilah karena mungkin saja dia akan membinasakanmu”.
Pergilah Dimnah masuk ke dalam hutan mencari makhluk yang bersuara besar itu. Beberapa saat kemudian, bertemulah ia dengan makhluk tersebut yang tiada lain adalah seekor lembu yang sangat gemuk. Pada awalnya iapun merasa ketakutan, untung saja ia tidak kehilangan akalnya. Dimnah kemudian berkata kepadanya, “Hai temanku! Kenapa engkau berada di sini dalam waktu yang sudah cukup lama, namun tidak melapor kepada raja kami? Apakah engkau tidak takut kepadanya? Ketahuilah hai temanku! Jika saja raja kami tahu tentang keberadaamu, tentulah ia akan mengirim bala tentaranya yang sangat banyak untuk membinasakanmu, karena dianggap mengacau ketentaraman wilayahnya”. Mendengar cerita Dimanah, muncullah rasa takut dalam diri lembu tersebut. Dia kemudian berkata, “Hai temanku! Sudikah kiranya engkau mempertemukan aku dengan rajamu, supaya aku bisa memperkenalkan diri atau mungkin mengabdikan diriku untuknya”. Dengan wajah senang Dimnah berkata, “Baiklah jika itu memang keinginanmu, engkau akan saya hadapkan kepada raja kami”.
Maka berangkatlah Dimnah dengan lembu tersebut menemui raja singa. Sesampainya di istana raja, berlututlah lembu tersebut menghormati raja, “Ampun tuanku! Saya tidak bermaksud mengacau atau mengganggu ketentraman tuanku dan rakyat hutan ini”. Kemudian ia menceritakan pengalamannya hingga ia berada di wilayah tersebtu. Lembu itu kemudian berkata, “Jika tuanku sudi menerima hamba, izinkanlah hamba mengabdikan diri untuk baginda”. Alangkah senangnya hati raja singa mendengar ucapan lembu itu, sehingga mulai saat itu jadilah mereka dua bersahabat yang makin hari semakin akrab. Bahkan, lembu itu kemudian menjadi salah satu orang kepercayaan raja dan selalu berada di samping raja di manapun raja berada.
Kondisi ini kemudian, membuat Dimnah merasa dirugikan. Kedekatan lembu dengan raja singa dirasakan Dimnah sebagai bahaya yang mengancam karirnya. Muncullah rasa iri dan dengki kepada lembu, hingga akhirnya muncul niat jahat hendak membinasakan lembu dengan cara menghasut dan memfitnah raja singa.
Suatu hari, datanglah Dimnah menghadap raja ketika raja sedang sendirian di rumahnya. Dia berkata, “Ampun tuanku! hamba, semenjak awal kedatangan kepada truanku telah bersumpah untuk setia dan mengabdikan diri sepenuhnya kepada tuanku. Tadi, saya tanpa sengaja mendengar pembicaraan lembu dengan teman-temannya tentang maksud jahat yang hendak mereka perbuat kepada tuanku. Lembu ingin membunuh tuanku dan mengambil alih kekuasan atas kerajaan ini. Jika tuanku tidak percaya panggillah ia dan lihatlah sikapnya. Jika nanti kepalanya di putarnya dan matanya merah serta ekornya digerakannya dengan cepat, itu tandanya ia hendak membinasakan tuan. Maka hendaklah tuanku waspada.
Setelah itu berangkat pula Dimnah menuju kediaman lembu, dan berkata, Hai temanku, aku mohon maaf telah membawamu kepada kebinasaan. Tadi tanpa sengaja aku mendengar pembicaraan raja singa dengan beberapa pembesarnya. Saya mendengar bahwa mereka ingin membunuhmu dan menikmati dagingmu yang segar. Mereka sengaja memberimu kedudukan agar engkau percaya kepada mereka, hingga dengan mudah engkau bisa dibinasakannya. Jika engkau tidak percaya, datanglah untuk menemuinya. Namun, ketika engkau sampai hendaklah kepalamu engkau putar dan matamu harus merah serta gerakanlah ekormu dengan cepat. Jika nanti raja menggelengkan kepalanya dihadapanmu, dan matanya merah serta menggerakan ekornya berarti ia siap menerkammu, maka hati-hatilah.
Tidak beberapa lama kemudian, raja singa mengirim utusan kepada lembu memintanya untuk menemui raja. Lembupun berangkat menemui raja dengan penuh kewaspadaan. Ketika sampai di istana ia menemukan raja singa sedang duduk, maka lembu tersebut mulai memutar kepalanya, matanya menjadi merah dan ekornya bergerak dengan cepat. Raja singa berkata dalam hati, “Ternyata yang dikatakan Dimnah memang benar, ia bermaksud membunuhku”. Tanpa berfikir panjang, raja singa melompat menerkam lembu. Maka terjadilah pertarungan hebat antara keduanya. Setelah lama bertarung akhirnya raja singa berhasil membunuh lembu.
Setelah kematian lembu sahabatnya, raja singa teringat masa-masa indah saat mereka menjalin persahabatan. Setiap kali ia mengingat hal itu, semakin sedihlah raja singa karenanya. Hingga ia kembali mengurung diri karena menyesali perbuatannya. Berbeda halnya dengan Dimnah, ia merasa sangat gembira atas kematian lembu, hingga kedudukannya kembali aman dari gangguan.
Suatu malam, Dimnah datang ke rumah sahabatnya Kalilah untuk menceritakan kabar gembira tersebut kepadanya. Dimnah berkata dengan senang kepada sahabatnya, “Hai sahabatku! Sekarang aku merasa sangat lega, karena lembu itu telah dibunuh oleh baginda. Saya berhasil menghasud raja untuk membunuhnya. Kalilah menjawab, Alangkah jahatnya perbuatanmu, engkau berani mengkhianati orang yang telah menjadikanmu terhormat. Engkau juga sanggup menjadikan dua orang yang bersahat karib bermusuhan bahkan saling bunuh, demi ambisi pribadimu. Alangkah bejatnya dirimu Dimanh! Mulai saat ini kita tidak lagi bersahabat, karena bersahat dengan orang jahat hanya akan membawa seseorang kedalam bahaya. Saya khawatir suatu saat nanti engkau juga membinasakan diriku demi memenuhi ambisi pribadimu. Sekarang saya persilahkan engkau meninggalkan rumhku dan jangan pernah datang lagi kesini”. Ternyata pembicaraan Dimnah dan sahabatnya tanpa sengaja di dengar oleh seekor harimau, salah seorang mentri raja singa yang lewat pada malam itu di tempat mereka sedang berbincang. Informasi ini kemudian disampaikan oleh harimau kepada ibu raja singa, kemudian ibunya menyampaikan berita tersebut kepada sang raja tanpa menyebutkan sumber informasinya.
Sang raja tidak mau kejadian yang sama menimpa dirinya untuk kedua kalinya. Ia kemudian memanggil Dimnah ke persidangan untuk meminta penjelasan secara langsung tentang informasi yang didengarnya. Di hadapan raja, Dimnah sangat pintar memutar kata, hingga raja tidak bisa membuktikan bahwa ia bersalah dan telah menyebabkan kematian lembu. Akhirnya, harimau yang mendengar pembicaraan Dimnah dan sahabatnya dihadapkan ke persidangan, dan berdasarkan keterangannya Dimnah tidak bisa lagi mengelak dari kejahatannya. Kalilahpun dipanggil untuk memberikan kesaksian, sehingga terbuktilah kejahatan Dimnah dalam persidangan itu. Dimnah harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dalam penjara seumur hidup.
Dari kisah di atas dapat diambil pelajaran; Pertama, betapa ujian dan kesulitan yang menimpa seseorang pada akhirnya jika dia berhasil menyelesaikannya, akan membawanya kepada kabaikan dan peringkat yang tinggi. Ujian dan kesulitan pada prinsipnya bukan sesuatu yang mesti ditakuti dan diratapi, namun ia mesti dicari bahkan diminta. Sebab, dengan ujian dan kesulitanlah manusia bisa menjadi lebih baik, jika dia berhasil menyelesaikannya dengan baik. Seperti yang ditegaskan Allah dalam al-Qur’an, bahwa hidup dan mati sengaja diciptakan-Nya sebagai ujian bagi setiap manusia, agar Dia tahu siapa yang terbaik di antara mereka. Begitulah yang dikatakan Allah swt dalam surat al-Mulk [67]: 2. Begitu juga dalam surat al-Balad [90]: 4, Allah swt berfirman
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي كَبَدٍ
Artinya: “Sungguh Kami telah menciptakan manusia berada dalam kesusahan.”
Manusia yang berhenti pada satu tahap kesusahan, akan menjadi orang yang putus asa dan pesimis. Dia akan memandang hidup ini dengan pandangan hampa. Namun, orang yang beriman justru akan menjadi semakin optimis dan berjuang keras untuk menyelesaikan semua kesulitan itu. Sebab, seorang yang beriman meyakini bahwa setiap kesulitan itu pasti mempunyai jalan keluar, dan yang pasti kesulitan itu tidak akan deberikan Allah swt, melainkan sesuai batas kemampuan manusia itu sendiri memikulnya.
Allah swt berfirman dalam surat Ali-Imran [3]: 142
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنْكُمْ وَيَعْلَمَ الصَّابِرِينَ
Artinya: “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk sorga padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjuang di antara kamu dan belum nyata siapa yang sabar.”
Dalam surat al-Ankabut [29]:2, Allah swt juga berfirman
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا ءَامَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
Artinya: "Apakah manusia mengira akan dibiarkan saja mengatakan kami telah beriman, sementara mereka belum mendapatkan ujian?.”
Dan hal yang pasti adalah, bahwa di balik kesulitan pasti ada kemudahan, karena kemudahan diciptakan Allah swt jauh lebih banyak bila dibandingkan dengan kesulitan. Begitulah yang dimaksud Allah swt dalam surat Alam Nasyrah [94]: 5-6, dengan melakukan pengulangan dua ayat dengan redaksi yang sama.
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا(5)إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا(6)
Artinya: “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (5), sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (6).”

Kedua, betapa sikap hasad (dengki) menjadi kejahatan yang sangat berbahaya jika terwujud dalam bentuk aksi. Oleh karena itulah, Allah memmerintahkan manusia untuk selalu berlindung dari sikap dengki orang yang mendengki. Seperti firman Allah dalam surat al-Falaq [113]: 5
وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ
Artinya: “Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki”.
Ada beberapa penyebab munculnya sikap dengki dalam diri seseorang, diantaranya, pertama sikap angkuh, dimana seseorang melihat bahwa dirinyalah satu-satunya yang berhak atas sesuatu itu, bukan orang lain. Kedua, munculnya rasa persaingan terhadap orang lain, namun setiap kali dia merasa bersaing setiap kali itu pula dia merasa gagal dan kalah. Ketiga, rasa takut disaingi orang lain, penyebabnya bisa karena terlalu mencintai sesuatu, hingga tidak ingin ada orang lain yang memilikinya. Keempat, sikap jahat atau watak buruk yang dimiliki seseorang. Sikap ini adalah yang paling buruk, karena seseorang bisa mendapatkan keinginannya tanpa harus dengki kepada orang lain. Namun, kedengkian sudah menjadi sikap hidupnya. Itulah yang digambarkan Allah dalam surat al-Baqarah [2]: 109
وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ …
Artinya: “Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran…”
Ketiga, Seperti ungkapan Kalilah kepada Dimnah setelah menceritakan kejahatannya, Kalilah kemudian berkata agar ia menjauh dari dirinya. Begitulaha manusia dalam memilih teman. Ketika seseorang berbuat jahat, maka orang lain akan menghindar darinya karena takut akan kejahatan yang akan menimpanya. Manusia yang baik-baik tidak akan mau menjadi teman bagi manusia yang jahat. Bahkan, manusia yang jahat sekalipun tidak mau mengambil yang jahat sebagai temannya. Begitulah yang digambarkan oleh al-Qur’an tentang sikap syaitan yang engggan bersahabat dengan para pendosa, sekalipun hal itu bermula darinya. Seperti firman Allah dalam surat al-Hasyar [59]: 16
كَمَثَلِ الشَّيْطَانِ إِذْ قَالَ لِلْإِنْسَانِ اكْفُرْ فَلَمَّا كَفَرَ قَالَ إِنِّي بَرِيءٌ مِنْكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ
Artinya: “(Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) syaitan ketika dia berkata kepada manusia: "Kafirlah kamu", maka tatkala manusia itu telah kafir ia berkata: "Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu karena sesungguhnya aku takut kepada Allah Tuhan semesta alam".
Begitu juga dalam surat al-Anfal [8]: 48 Allah swt berfirman
وَإِذْ زَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ وَقَالَ لَا غَالِبَ لَكُمُ الْيَوْمَ مِنَ النَّاسِ وَإِنِّي جَارٌ لَكُمْ فَلَمَّا تَرَاءَتِ الْفِئَتَانِ نَكَصَ عَلَى عَقِبَيْهِ وَقَالَ إِنِّي بَرِيءٌ مِنْكُمْ إِنِّي أَرَى مَا لَا تَرَوْنَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَاللَّهُ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya: “Dan ketika syaitan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka dan mengatakan: "Tidak ada seorang manusiapun yang dapat menang terhadap kamu pada hari ini, dan sesungguhnya saya ini adalah pelindungmu". Maka tatkala kedua pasukan itu telah dapat saling lihat melihat (berhadapan), syaitan itu balik ke belakang seraya berkata: "Sesungguhnya saya berlepas diri daripada kamu; sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat melihat; sesungguhnya saya takut kepada Allah". Dan Allah sangat keras siksa-Nya.”
Keempat, hendaklah seseorang melakukan pengecekan ulang (tabayyun) terhadap suatu informasi yang datang kepadanya. Tidak baik bagi seseorang mempercayai suatu berita begitu saja, tanpa usaha mencari tahu hakikatnya. Jika demikaan halnya, niscaya manusia akan menyesel karena akan mengambil keputusan yang merugikan dirinya. Itulah yang diingatkan Allah swt. dalam surat al-Hujurat [49]: 6
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
Kelima, perbutan dosa atau kejahatan yang dilakukan oleh seseorang tidak akan bisa disembunyikannya dari manusia lain apalagi dari Allah swt. Betapapun seseorang berupaya menyembunyikan kejahatannya, suatu ketika pastilah akan tercium baunya, ibarat menyembunyikan bangkai baunya pasti tercium. Bahkan kejahatan itu kadang kala diungkapkan oleh pelaku sendiri melalui kesalahan lidah, ucapan dan perbuatannya.
Begitulah yang ditegaskan Allah dalam surat ath-Thariq [86]: 1-4, dimana Allah bersumpah dengan langit dan bintang yang menembus kegelapan malam untuk menyatakan bahwa setiap manusia memiliki pengawas yang selalu mengawasi perbuatan mereka. Adapun maksud sumpah Allah tersebut adalah, jangankan kejahatan yang disembunyikan dan digelapkan seorang manusia yang sangat kecil, kegelapan malampun bisa Allah singkapkan dengan mengutus makhluknya yang bernama bintang.