Jumat, 01 Agustus 2008

Angka 40

Angka 40
Dalam surat al-A’raf [7]: 142-143
وَوَاعَدْنَا مُوسَى ثَلَاثِينَ لَيْلَةً وَأَتْمَمْنَاهَا بِعَشْرٍ فَتَمَّ مِيقَاتُ رَبِّهِ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً وَقَالَ مُوسَى لِأَخِيهِ هَارُونَ اخْلُفْنِي فِي قَوْمِي وَأَصْلِحْ وَلَا تَتَّبِعْ سَبِيلَ الْمُفْسِدِينَ(142)وَلَمَّا جَاءَ مُوسَى لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ قَالَ لَنْ تَرَانِي وَلَكِنِ انْظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِي فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَى صَعِقًا فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ سُبْحَانَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِينَ(143)
Artinya: “Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun: "Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan (142). Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musapun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman (143)”.
Angka 40 terdapat sebanyak empat kali di dalam al-Qur’an. Dua kali disebutkan dalam konteks pembicaraan Allah tentang masa bermunajatnya nabi Musa as kepada Allah di Bukit Thur Sina. Pertama, seperti yang disebutkan dalam surat al-A’raf [7]: 42. Kedua, disebutkan dalam surat al-Baqarah [2]: 51
وَإِذْ وَاعَدْنَا مُوسَى أَرْبَعِينَ لَيْلَةً ثُمَّ اتَّخَذْتُمُ الْعِجْلَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَنْتُمْ ظَالِمُونَ
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Kami berjanji kepada Musa (memberikan Taurat, sesudah) empat puluh malam, lalu kamu menjadikan anak lembu (sembahanmu) sepeninggalnya dan kamu adalah orang-orang yang zalim.”
Bilangan 40 ketiga, disebutkan dalam konteks pembicaraan tentang umur kematangan manusia. Seperti yang disebutkan dalam surat al-Ahqaf [46]: 15
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Artinya: “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo`a: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni`mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri".
Dalam ayat di atas, Allah swt. menyebutkan bahwa manusia mencapai umur kematangannya, setelah dia berumur 40 tahun. Itulah sebabnya nabi Muhammad saw. diangkat menjadi rasul setelah beliau berumur 40 tahun.
Berdasarkan ayat di atas, dipahami bahwa ketika manusia mencapai umur 40 tahun, ada beberapa hal yang terjadi dalam diri manusia tersebut. Pertama, pada umur 40 tahun itu manusia baru bisa menghargai suatu kebaikan dan pemberian. Ketika berumur 40 tahun, barulah manusia bisa bersyukur, baik kepada Allah maupun terhadap manusia. Itulah kesan yang didapatkan pada ungkapan, "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni`mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku…”.
Hal itu berarti, bahwa sebelum berumur empat puluh tahun, manusia belumlah mampu mengahargai kebaikan yang diberikan kepadanya. Mungkin itulah sebabnya, kenapa sebelum berumur empat puluh tahun kebanyakan manusia menjadi makhluk yang suka mencemooh dan menyepelekan orang lain.
Akan tetapi, tentu teramat buruk kiranya jika setelah memasuki umur 40 tahun, manusia masih tetap saja tidak bisa menghargai orang lain. Jika setelah berumur 40 tahun manusia juga belum bisa berterima kasih kepada Allah atau sesama manusia, maka ibarat buah agaknya buah tersebut tidak akan masak lagi.
Selanjutnya, pada umur 40 tahun barulah manusia teringat akan kedua orang tuanya berikut jasa keduanya. Sebab, setelah memasuki umur 40 tahun, biasanya manusia telah memiliki anak yang berada dalam tingkat menuju kedewasaan. Anak-anaknya membutuhkan sudah biaya yang besar. Begitu juga, anak-anaknya sedang berada dalam masa perubahan yang membuatnya sebagai orang tua mulai kewalahan. Belum lagi, jika ditambah sikap, prilaku dan keinginan anak-anaknya yang membuat dia merasa kepayahan. Mungkin itulah yang membuat manusia pada umur 40 tahun teringat akan kedua orang tuanya.
Selanjutnya, pada umur 40 tahun juga manusia baru memiliki keinginan yang kuat untuk berbuat kebaikan dan beramal shalih. Seringkali kesadaran untuk beramal muncul ketika manusia telah memasuki umur 40 tahun.
Kata 40 yang keempat disebutkan Allah dalam surat al-Ma’idah [5]: 26
قَالَ فَإِنَّهَا مُحَرَّمَةٌ عَلَيْهِمْ أَرْبَعِينَ سَنَةً يَتِيهُونَ فِي الْأَرْضِ فَلَا تَأْسَ عَلَى الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ
Artinya: “Allah berfirman: "(Jika demikian), maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu."
Ayat ini membicarakan salah satu hukuman yang pernah diberikam Allah kepada Bani Israel yang durhaka dan pembangkang. Yaitu, mereka terhalang masuk ke kampung halaman mereka di Palestina selam 40 tahun. Mereka lupa dengan kampung, rumah serta keluarga mereka sendiri. Kalaupun mereka bisa memasuki kota Palestina, akan tetapi mereka tidak ingat lagi di mana rumah dan keluarga mereka. Mereka terdiaspora di muka bumi selama waktu 40 tahun tersebut.
Bani Israel adalah umat yang paling banyak dibicarakan di dalam al-Qur’an dan sebagian besar pembicaraan tentang mereka terkait dosa dan pembangkangan yang mereka lakukan serta hukuman yang mereka terima. Sebagian ada yang disuruh membunuh diri sendiri ketika hendak bertaubat dari keingkaran mereka (2: 54), ada yang disambar petir sehingga ribuan yang mati di hadapan yang lain (2: 55), ada yang dikutuk dan dirobah bentuknya menjadi kera (2: 65-66), ada yang dirobah bentuknya menjadi babi (5: 60), dan sebagainya.
Sebagian mufassir, memahami masa empat puluh tahun terdiasporanya orang Yahudi di permukaan bumi, sebagai bentuk pembersihan dan pergantian generasai. Berdasarkan surat al-Ma’idah [5]:54
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu'min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Sementara keistimewaan angka empat puluh juga disebutkan dalam beberapa hadits Nabi saw, seperti, “Yang hafal 40 hadist akan dibangkitkan bersama para ulama ( H.R. Tarmuzi). Begitu juga ada anjuran Nabi saw. shalat empat puluh waktu di masjid Nabawi Madinah. Selanjutnya dalam hadits lain disebutkan, “Siapa yang shalat empat puluh hari secara berjama’ah akan dijauhkan wajahnya dari api neraka sejauh tujuh puluh tahun perjalanan berkuda.
Kembali kita rujuk surat al-A’raf ayat 142-143 di atas. Ada beberapa hal yang menarik untuk dicermati. Kenapa Allah swt. hanya meminta waktu kepada Musa selama 40 malam saja untuk dia mengasingkan diri dan bermunajat kepadanya? Bukankah umur Musa as. cukup panjang? Jawabanya adalah; Karena Allah tidak ingin selamanya manusia berada dalam pengasingan diri. Manusia haruslah bersosialisi, mengurus umat dan kumunitasnya. Karena pekerjaan mengurus umat dan masyarakat juga tidak kalah hebatnya dibandingkan beribadah dengan cara mengasingkan diri di gua-gua, di hutan atau mengunci diri di dalam kamar.
Dalam sebuah kisah disebutkan, bahwa ketika nabi Musa as. ingin menemui Tuhan dan berdialog dengan-Nya, dia dicegat oleh seorang abid. Sang abid berkata kepada Musa as. “Hai Musa mau kemana engkau?”. Nabi Musa menjawab, “Saya ingin menemui Tuhan dan berbicara dengan-Nya”. Sang abid berkata, “Hai Musa! tolong nanti engkau katakan kepada Tuhan, bahwa di sana terdapat hamba-Nya yang sudah puluhan tahun menghabiskan umurnya beribadah kepada-Nya. Dia mengasingkan dirinya di sebuah goa dan menghindarkan manusia banyak demi hanya untuk beribadah kepada Tuhannya. Tanyakan kepada Tuhan, sorga yang mana yang pantas untuknya.”
Setelah nabi Musa as. menemui Tuhan dan berbicara dengan-Nya, maka Musa menyampaikan pesan sang abid tersebut. Setelah mendengarkan uraian Musa tentang abid itu, maka Allah swt mengatakan bahwa tempatnya adalah neraka.
Nabi Musa as. kemudian pulang dan ditengah perjalannya, kembali bertemu dengan sang abid. Nabi Musa as memberitahukan apa yang dikatakan Tuhan kepadanya, bahwa dia akan masuk neraka. Sang abid kemudian, berfikir bagaimana mungkin dia bisa masuk neraka dengan kesalehan yang dinilainya sangat tinggi. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana kelak nasib orang-orang yang tidak pernah beribadah kepada Tuhan.
Sang abid kemudian berkata kepada Musa, “Hai Musa! besok jika engkau kembali menemui Tuhan, tolong katakan kepada-Nya; jika saya mesti masuk neraka, maka tolong jadikan tubuhku ini sebesar-besarnya hingga menutupi pintu neraka sehingga tidak ada manusia lain yang bisa memasukinya. Jika saya harus masuk neraka, biarlah saya sendiri saja yang menjadi wakil semua manusia yang akan masuk neraka. “Nabi Musa as kemudian datang lagi menemui Tuhan dan menanyakan kembali tentang abid tersebut. Allah swt menjawab “Dia adalah penghuni sorga”.
Selanjutnya, kenapa dalam ayat di atas Allah menyebutkan kata malam (lailatan) untuk menyebutkan masa bermunajatnya Musa as. kepada Allah. Kenapa tidak menyebutkan kata emput puluh hari (yauman/nahâran)? Jawabannya adalah, jika manusia ingin bermunajat dan berada dekat serta bermesraan dengan Allah, maka tidak perlu manusia mengasingkan diri di gua-gua, di hutan atau tempat sepi lainnya. Cukup bagi manusia bangun di tengah malam, lalu dia beribadah kepada Allah. Niscaya pada waktu itu dia akan menemukan kedekatan hubungan dengan-Nya.

2 komentar:

Tabatsuma mengatakan...

Referensi yg dari kitab ada g?

umat muhammad mengatakan...

Nabi Musa di Gunung Tursina, Nabi yg Mulia Muhammad SAW manjalani Riyadhah di Gua Hira'. keduanya Nabi yg luar biasa ampunannyaa& bahkan makshum.. nah kita umatnya yg penuh dosa dosa tidak perlu bermunajat di keheningan malam? cukup bangun dan shalat malam saja? yang benar saja..