Jumat, 01 Agustus 2008

Tekad

Tekad
Yahya bin Yahya adalah seorang ulama terkenal di Anadalusia pada abad kedua Hijrah. Dia sangat terkenal dengan keluasan ilmunya, sehingga dia dikenal dengan nama ‘âqil al-andalusi. Yahya bin Yahya adalah salah seorang murid imam Malik. Imam Malik pernah bertutur tentang muridnya yang bernama Yahya bin Yahya ini.
Sutau hari, ketika saya memberikan pengajian dan pelajaran kepada murid-murid saya di masjid Madinah, tiba-tiba ada suara gaduh dari luar, seseorang berteriak, “ada gajah!”.
Sentak, semua murid berhamburan keluar masjid meninggalkan pelajaran mereka. Mereka berhamburan, karena memang di Madinah mereka tidak pernah meilhat gajah. Gajah adalah binatang yang tidak pernah dijumapi di kawasan padang pasir. Sehingga, kedatangan gajah menjadi pemandangan yang sangat menarik bagi masyarakat Madinah.
Ketika itu, hanya Yahya bin Yahya yang tidak keluar dan tetap duduk di tempatnya. Sayapun bertanya kepadanya, “Kenapa engkau tidak keluar dan ikut melihat gajah bersama teman-temanmu? Saya juga memahami keinginan mereka, dan saya juga tidak akan memarahi kamu semua.”
Yahya bin Yahya menjawab, “Saya datang dari negeri yang sangat jauh, Andalusia ke Madinah adalah untuk mencari ilmu dan belajar kepadamu, bukannya untuk melihat gajah”.
Begitulah keteguhan Yahya bin Yahya memegang prinsip dalam mencari ilmu dan mencapai maksudnya. Apa yang baru saja dikatakan oleh Yahya bin Yahya itulah yang kita namakan dengan tekad.
Tekad adalah keteguhan seseorang dalam memegang prinsip untuk mencapai maksud dan tujuan yang sudah ditetapkannya. Di dalam al-Qur’an, tekad disebut dengan istilah azam. Dalam surat Ali Imran [3]: 186, Allah swt. menggambarkan maksud dari sebuah tekad.
لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيرًا وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
Artinya: “Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan (tekad).”
Itulah tekad; sabar dan taqwa. Sabar adalah kemampuan seseorang untuk menahan diri dari segala macam bentuk adzâ (derita, hambatan, tantangan dan sebagainya). Sedangkan taqwa adalah kemampuan seseorang untuk selalu menjaga dan memelihara diri untuk selalu patuh, taat dan tunduk pada aturan serta tidak menyimpang dari garis aturuan tersebut.
Ada beberapa bentuk pembicaraan Allah, terkait dengan tekad (azam). Pertama, orang yang memiliki tekad tidak akan mudah tergoda, sebesar apaun godaan yang datang kepadanya. Begitulah yang disebutkan Allah dalam surat al-Ahqaf [46]: 35
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ…..
Artinya: “Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar…”
Ayat di atas, menyebutkan rasul-rasul Allah yang memiliki keteguhan dan tekad yang sangat kuat. Mereka yang terkenal adalah nabi Nuh as., Ibrahim as., Musa as., Isa as., dan Nabi Muhammad saw. mereka sangat teguh dalam menjalankan dakwah mereka, dan tidak satupun gangguan, godaan yang datang kepada mereka yang mampu memudarkan semangat mereka.
Lihatlah, nabi Muahmmad saw. yang pernah digoda dengan harta, kekuasaan, wanita dan sebagainya. Namun, beliau tetap kokoh untuk selalu tetap melanjutkan perjuang beliau. Tidak tergoyahkan oleh godaan maupun ancaman dan siksaan orang-orang yang memusuhi beliau, mulai ajakan kompromi, membaikot, menyakiti baik fisik maupun psikis. Namun, semua gangguan itu tetap tidak membuat takad beliau menjadi pudar, sampai akhirnya beliau berhasil mencapai tujuan dan memenangkan perjuangan.
Kedua, tekad yang kuat tidak cukup mengantarkan seseorang kepada tujuannya, jika tidak dibarengi amal shlih. Begitulah pesan Allah dalam surat Luqman [31]: 17
يَابُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
Artinya: “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”
Jika seseorang sudah memiliki tekad, namun tidak mengiringinya dengan ibadah, dikhawatirkan di tengah perjalanan tekadnya akan memudar. Karena ibadah akan membuat seseorang selalu memiliki keyakinan akan dekatnya pertolongan Allah.
Ketiga, tekad yang kuat dan disertai amal, haruslah diakhiri dengan tawakkal. Sebab tawakkal akan menjadikan seseorang bersyukur jika sukses mencapai tujuan, dan menjadikan seseorang bersabar dan tetap berbaik sangka kepada Allah, jika dia mengalami kegagalan. Begitulah pesan Allah dalam surat Ali Imran [3]: 159
….فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Artinya: …Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
Keempat, bagi yang tidak bertekad dia akan sengsara dan mendapatkan kesusahan dalam hidupnya. Sebab, yang orang yang tidak memiliki tekad, akan mudah tergoda dengan hal-hal yang rendah dan akhirnya menjerumuskannya ke dalam jurang kebinasaan dan kesengsaraan. Begitulah yang diisyaratkan Allah dalam kisah nabi Adam as. dalam surat Thaha [20]: 115
وَلَقَدْ عَهِدْنَا إِلَى ءَادَمَ مِنْ قَبْلُ فَنَسِيَ وَلَمْ نَجِدْ لَهُ عَزْمًا
Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat.”
Nabi Adam berhasil digoda dan digelincirkan iblis, karena tidak memiliki tekad yang kuat. Tergelincirnya Adam dengan godaan tersebut membuatnya menjadi makhluk yang mengalami kesusuhan dan kepayahan hidup. Jika sebelumnya dia berada di sorga dengan aneka kenikmatan, maka setelah tergoda dia harus turun ke bumi untuk menanggung kesusahan hidup. Jika sebelumnya di sorga, Adam tidak perlu bersusah payah untuk mendapatkan sesuatu, maka setelah tergoda dan sampai di bumi dia harus bersusah payah mendapatkan sesuatu. Begitulah yang disebutkan Allah dalam surat Thaha [20]: 117
فَقُلْنَا يَاآدَمُ إِنَّ هَذَا عَدُوٌّ لَكَ وَلِزَوْجِكَ فَلَا يُخْرِجَنَّكُمَا مِنَ الْجَنَّةِ فَتَشْقَى
Artinya: “Maka kami berkata: "Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi isterimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka.”

Tidak ada komentar: