Jumat, 01 Agustus 2008

Derajat

Derajat
Adalah fitrah setiap manuisa, bahwa dia menginginkan kedudukan dan posisi yang tinggi. Bahkan dudukpun, manusia lebih memilih tempat yang tinggi, sehingga dia membuat kursi sebagai tempat duduk agar berada lebih tinggi dari bumi. Keududukan yang tinggi tersebut di dalam al-Qur’an, Allah sebut dengan istilah darajat.
Darajat secara harfiyah berarti naik ke tingkat yang lebih tinggi atau turun ke tingkat yang lebih rendah. Oleh karena itulah, sepeda dalam bahasa Arab juga disebut darrajat, karena sepeda ketika dijalankan, seseorang harus menaikkan satu kakinya dan menurunkan kaki yang lain saat mengayuhnya. Darajat juga bisa diibaratkan dengan sebuah tangga yang memiliki banyak anak tangga. Satu anak tangga bisa menjadikan seseorang naik ke tingkat yang lebih tinggi, namun juga bisa membuat seseorang turun ke tingkat yang lebih rendah.
Dengan demikian, sekalipun semua manusia menginginkan kedudukan yang tinggi, akan tetapi kedudukan masing-masing mereka tidak sama. Namun, tinggi dan rendahnya kedudukan itu adalah pilihan manusia sendiri sesuai usaha yang dilakukannya.
Di dalam al-Qur’an, Allah swt menyebutkan beberapa kali kata darajat. Jika dicermati setiap penyebutkan kata tersebut, akan diperoleh beberapa pesan yang tergambar dibalik penyebutan kata tersebut. Pesan itu juga bisa dipahami sebagai petunjuk Allah, bahwa hal-hal yang disebutkan itu merupakan faktor yang akan membawa seseorang kepada derajat yang tinggi.
Pertama, kata darajat disebutkan dalam surat al-Baqarah [2]: 253
تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ مِنْهُمْ مَنْ كَلَّمَ اللَّهُ وَرَفَعَ بَعْضَهُمْ دَرَجَاتٍ وَءَاتَيْنَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ الْبَيِّنَاتِ وَأَيَّدْنَاهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ…
Artinya: “Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat. Dan Kami berikan kepada `Isa putera Maryam beberapa mu`jizat serta Kami perkuat dia dengan Ruhul Qudus….
Allah swt. pada hakikatnya tidak pernah membedakan para rasul-Nya. Karena, mereka semua adalah rasul atau utusan-Nya yang merupakan manusia pilihan. Akan tetapi, Allah memberikan tingkat kedudukan lebih tinggi kepada beberapa di antara mereka, seperti Musa as., Isa as. Muhammad saw., karena mereka adalah rasul yang diturunkan kepada mereka al-Kitab.
Dari isyarat tersebut dapat dipahami, bahwa al-Kitab adalah sesuatu yang akan membawa manusia memperoleh derajat yang tinggi, baik di hadapan Allah maupun di hadapan manusia. Jika seseorang dekat dengan al-Kitab (al-Qur’an), tentulah semua orang akan merasa hormat dan segan kepadanya. Bukankah, seseorang diangkat menjadi imam yang akan memimpin shalat puluhan, ratusan, ribuan bahkan jutaan manusia karena bacaannya yang bagus serta penguasaannya terhadap al-Qur’an?
Orang pintar yang dijadikan tempat manusia bertanya disebutkan Allah dengan istilah ahlu azd-Dzikr seperti disebutkan dalam surat an-Nahl [16]: 43. Sementara, al-Qur’an juga Allah namakan dengan adz-Dzikr seperti disebutkan dalam surat al-Hijr [15]: 9
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.
Dengan demikian, bahwa orang yang dekat dengan al-Qur’an adalah manusia yang dikategorikan paling cerdas dan akan menjadi tempat bertanya manusia banyak. Bukankah jika seseorang menjadi tempat bertanya orang lain bertanda bahwa derajatnya adalah lebih tinggi dari yang lain.
Kedua, kata darajat disebutkan dalam surat Ali ‘Imran [3]: 161-163
وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَغُلَّ وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ(161)أَفَمَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَ اللَّهِ كَمَنْ بَاءَ بِسَخَطٍ مِنَ اللَّهِ وَمَأْوَاهُ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ(162)هُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ اللَّهِ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ(163)
Artinya: “Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu; kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya (161). Apakah orang yang mengikuti keridhaan Allah sama dengan orang yang kembali membawa kemurkaan (yang besar) dari Allah dan tempatnya adalah Jahannam? Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali (162). (Kedudukan) mereka itu bertingkat-tingkat di sisi Allah, dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan (163).”
Pada ayat di atas kata darajat dikaitkan dengan sikap Nabi saw. yang tidak pernah berkhianat dan selalu jujur. Ayat ini sekaligus juga memberikan isyarat, bahwa seseorang akan memperoleh derajat dan kedudukan yang tinggi jika dia memiliki kejujuran dan selalu bersikap amanah. Bukankah sudah menjadi pengetahun dan bahkan ketetapan umum, bahwa nilai orang yang jujur tidak sama dengan yang suka berkhianat?
Ketiga, kata darajat disebutkan dalam surat an-Nisa’ [4]: 95-96
لَا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى وَفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا(95)دَرَجَاتٍ مِنْهُ وَمَغْفِرَةً وَرَحْمَةً وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا(96)
Artinya: “Tidaklah sama antara mu'min yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar (95). (yaitu) beberapa derajat daripada-Nya, ampunan serta rahmat. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (96)”.
Pada ayat di atas, kata darajat dikaitkan dengan kata al-mujahidun (orang-orang yang berjuang dengan sungguh-sungguh dengan harta dan jiwanya di jalan Allah). Sehingga, ayat di atas memberikan isyarat kepada manusia, bahwa perjuangan akan membawa seseorang berada pada derajat dan kedudukan yang tinggi. Terlepas apakah perjuangan seseorang akan berhasil mencapai tujuan yang dimaksud, namun yang pasti bahwa orang yang memiliki perjuangan akan mendapatkan kedudukan yang tinggi. Bukankah orang yang pemalas dan berpangku tangan, cenderung menjadi ejekan dan cemoohan orang banyak?
Keempat, kata darajat disebutkan dalam surat al-An’am [6]: 83
وَتِلْكَ حُجَّتُنَا ءَاتَيْنَاهَا إِبْرَاهِيمَ عَلَى قَوْمِهِ نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَنْ نَشَاءُ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ
Artinya: “Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.”
Ayat di atas adalah rangkain cerita nabi Ibrahim as. ketika masih kecil berusaha untuk selalu berfikir dan merenung mencari Tuhan Yang Maha Pencipta. Rangkaian ceritanya dimulai dari ayat 75. Sekalipun Allah swt. akan menurunkan wahyu kepadanya dan memperkenalkan Dzat-Nya, karena Ibrahim adalah nabi dan rasul-Nya, namun Ibrahim terlebih dahulu berusaha mencari Tuhan nya dengan berfikir dan merenung. Hal inilah yang pada akhirnya menjadikan Ibrahim memiliki hujjah dan argumentasi yang kuat menghadapi kaumnya dan raja Namrudz.
Ayat ini memberikan isyarat bahwa dengan berfikir dan merenung derajat seseorang akan menjadi tinggi. Dengan berfikir, seseorang akan mampu mengahasilkan pemikiran dan ide-ide yang cemerlang. Bukankah dengan pemikiran dan ide cemerlang seseorang akan mendapatkan tempat dan kedudukan yang tinggi di hadapan manusia? Seseorang professor misalnya, yang berbeda keududkannya dengan mansuai biasa, tentu diperoleh dengan hasil berfikir dan selelu mencari tahu sesuatu.
Kelima, kata darajat disebutkan dalam surat al-An’am [6]: 132
وَلِكُلٍّ دَرَجَاتٌ مِمَّا عَمِلُوا وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
Artinya: “Dan masing-masing orang memperoleh derjat-derjat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”
Pada ayat di atas, kata darajat dikaitkan dengan kata amal (berbuat dan bekerja). Dengan demikian, kedudukan yang tinggi bisa diperoleh dan didapatkan manusia jika dia bekerja dan berbuat.
Dalam surat Thaha [20]: 75, Allah swt juga menyebutkan kata amal terkait dengan derajat. Akan tatapi, dikaitkan dengan kata iman. Seperti firman-Nya
وَمَنْ يَأْتِهِ مُؤْمِنًا قَدْ عَمِلَ الصَّالِحَاتِ فَأُولَئِكَ لَهُمُ الدَّرَجَاتُ الْعُلَا
Artinya: “Dan barangsiapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan beriman, lagi sungguh-sungguh telah beramal saleh, maka mereka itulah orang-orang yang memperoleh tempat-tempat yang tinggi (mulia).”
Oleh Karena itu, beramal dan berusaha saja tidak cukup mengangkat kedudukan seseorang, jika tidak diikutkan dengan mutu dan kualitas. Sementara dalam surat al-Ahqaf [46]: 19, Allah swt menyebutkan salah satu amal yang bisa mengangkat derajat seseorang. Dalam ayat di atas, kata derajat disebutkan dengan sikap terhadap orang tua. Sebagaimana firman-Nya
وَالَّذِي قَالَ لِوَالِدَيْهِ أُفٍّ لَكُمَا أَتَعِدَانِنِي أَنْ أُخْرَجَ وَقَدْ خَلَتِ الْقُرُونُ مِنْ قَبْلِي وَهُمَا يَسْتَغِيثَانِ اللَّهَ وَيْلَكَ ءَامِنْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَيَقُولُ مَا هَذَا إِلَّا أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ(17)أُولَئِكَ الَّذِينَ حَقَّ عَلَيْهِمُ الْقَوْلُ فِي أُمَمٍ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِمْ مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ إِنَّهُمْ كَانُوا خَاسِرِينَ(18)وَلِكُلٍّ دَرَجَاتٌ مِمَّا عَمِلُوا وَلِيُوَفِّيَهُمْ أَعْمَالَهُمْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ(19)
Artinya: “Dan orang yang berkata kepada dua orang ibu bapaknya: "Cis bagi kamu keduanya, apakah kamu keduanya memperingatkan kepadaku bahwa aku akan dibangkitkan, padahal sungguh telah berlalu beberapa umat sebelumku? lalu kedua ibu bapaknya itu memohon pertolongan kepada Allah seraya mengatakan, "Celaka kamu, berimanlah! Sesungguhnya janji Allah adalah benar". Lalu dia berkata: "Ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang yang dahulu belaka" (17). Mereka itulah orang-orang yang telah pasti ketetapan (azab) atas mereka bersama umat-umat yang telah berlalu sebelum mereka dari jin dan manusia. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang merugi (18). Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang telah mereka kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tiada dirugikan (19).”
Dari ayat di atas dipahami bahwa bakti kepada orang tua akan mengangkat derajat dan kedudukan seeorang, baik di hadapan manusia maupun di hadapan Allah.
Keenam, kata darajat disebutkan dalam surat al-Mukmin [40]: 14-15
فَادْعُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ(14)رَفِيعُ الدَّرَجَاتِ ذُو الْعَرْشِ يُلْقِي الرُّوحَ مِنْ أَمْرِهِ عَلَى مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ لِيُنْذِرَ يَوْمَ التَّلَاقِ(15)
Artinya: “Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadat kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai (nya) (14). (Dialah) Yang Maha Tinggi derajat-Nya, Yang mempunyai `Arsy, Yang mengutus Jibril dengan (membawa) perintah-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya, supaya dia memperingatkan (manusia) tentang hari pertemuan (hari kiamat)(15).”
Dalam ayat di atas, kata darajat disebutkan terkait dengan sikap dalam beramal yaitu ikhlas. Apapun yang dilakukan bukan hanya harus bernilai dan berkualitas, namun mesti atas dasar ikhlas untuk beribadah semata mengharap ridha Allah. Orang yang ikhlas dalam bekerja, biasanya akan mendapatkan penghargaan yang lebih dibandingkan yang bekerja dengan motifasi tertentu selain Allah.
Ketujuh, kata darajat disebutkan dalam surat al-Mujadilah [58]: 11
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dalam ayat di atas, kata darajat tidak hanya terkiat dengan iman, namun juga ilmu. Wajarlah yang berilmu akan mendapatkan keududukan yang tinggi di sisi Allah maupun manusia. Kalaupun ada sekelompok orang beriman yang beribadah atau melaksanakan amal tertentu, dalam bentuk dan waktu serta tempat yang sama, pahala dan penghargaan Allah akan berbeda sesuai perbedaan ilmu yang dimiliki. Semakin sempurna ilmu seorang mukmin dalam beramal, maka semakin tinggilah penghargaan Allah terhadapanya.
Begitulah pesan Allah swt. di dalam al-Qur’an ketika menyebutkan kata darajat. Semua hal yang telah disebutkan di atas, adalah hal-hal yang bisa mengangkat dan meninggikan kedudukan seseorang, baik di hadapan Allah maupun di hadapan manusia.

Tidak ada komentar: