Jihad Dan Ilmu
Dalam surat at-Taubah [9]: 122, Allah swt. menyebutkan dua jenis perbuatan yang digolongkan jihad di jalan Allah. Keduanya adalah berperang mengangkat senjata dan pergi mencari ilmu pengetahuan untuk kemudian mengembangkan ilmu itu di tengah masyarakatanya. Begitulah yang disebutkan Allah sebagaimana firman-Nya;
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Artinya: “Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu'min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
Baik perperang mengangkat senjata maupun berjuang mencari ilmu, keduanya sama-sama perjuangan yang tujuan akhirnya adalah kemenangan dan kesuksesan. Di dalam al-Qur’an, Allah swt memberikan gambaran tentang strategi berperang untuk memperoleh kemenangan mengahadapi kaum kafir, yang tentu strategi yang sama juga mesti dipakai dalam belajar mencari ilmu.
Adapun strategi tersebut, Allah gambarkan dalam surat Al-Anfal [8]: 45-47.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا لَقِيتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوا وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ(45)وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ(46)وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ خَرَجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بَطَرًا وَرِئَاءَ النَّاسِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَاللَّهُ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ(47)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung (45). Dan ta`atlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar (46). Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud ria kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan (47).”
Berdasarkan ayat di atas, setidaknya ada enam strategi yang mesti dipakai untuk mendapatkan kemenangan baik berperang maupun belajar. Pertama, seseorang haruslah memiliki tekad yang bulat dan kuat (fatsbutû), seperti tergambar dalam ayat 45.
Tekad yang kuat tentu saja menjadi modal utama sebuah perjuangan berat. Sebab, jika seseorang dalam berjuang tidak memiliki tekad, sudah bisa dipastikan dia akan mundur dan bahkan meninggalkan medan perang saat menghadapi sebuah kesulitan. Sebaliknya, yang memiliki tekad, betapapun berat dan susahnya medan perjuangan, dia akan tetap bertahan sampai dia mendapatkan kemenangan.
Kedua, seseorang dalam berjuang haruslah banyak berzikir dan mengingat Allah (wadzkurû: ayat 45). Ingat akan Allah dalam berjuang akan menjadikan seseorang semakin kuat dalam menghadapi perjuangan. Sebab, dia yakin bahwa Allah akan selalu memberikan pertolongan-Nya kepada hamba-Nya yang berjalan di jalan-Nya.
Begitu juga, dalam belajar seseorang juga harus banyak mengingat Allah. Sebab, dengan banyak berzikir hati seseorang akan terbuka dalam menerima pancaran nur Ilahi dan mampu menyerap ilmu dengan mudah. Bukankah ilmu adalah nur Tuhan yang bersifat suci? Tentu saja dia akan mendekat dan melekat di hati orang suci pula. Zikir adalah salah satu upaya penyucian hati dari kotorannya.
Ketiga, seorang dalam berjuang mestilah patuh (fa’athi’û) kepada perintah dan aturan yang ada. Para prajurit jika tidak mematuhi semua perintah dan aturan panglimanya, sudah tentu kekalahan sudah menanti di hadapan mata mereka, seperti yang pernah dialami pesukan Islam dalam perang Uhud.
Begitu juga dalam belajar, mestilah kepatuhan dimiliki oleh semua yang belajar. Kepatuhan kepada guru, tata tertib serta semua peraturan yang ada. Jika, seorang murid yang tidak mematuhi tauran yang berlaku, dipastikan akan mengalami banyak masalah dalam belajar, yang akhirnya kegagalan akan menghadangnya.
Keempat, dalam berjuang mestilah semua pasukan memiliki persatuan yang kokoh (fala tanaza’û). Persatuan adalah modal utama dalam meraih kemenangan, karena dengan persatuan kekuatan akan muncul. Ibarat lidi yang jika sudah disatukan dalam sebuah ikatan, akan mampu menghalau sampah yang jauh lebih berat dan besar dari ukurannya.
Begitu juga, dalam menjalankan proses belajar, semua pihak yang terlibat di dalamnya harsulah berastu padu untuk mencapai tujuan bersama yaitu kemenangan. Mulai dari pemilik yayasan, kepala sekolah, para guru, semua murid termasuk para orang tua dan juga masyarakat sekitar seklolah. Jika semua komponen ini bersatu dan memiliki kesamaan pandangan serta tujuan, maka sebuah lembaga pendidikan akan menjadi besar dan kuat serta akan mampu melahirkan lulusan yang baik dan berkualitas.
Kelima, dalam berjuang sangat dibutuhkan kesabaran (washbirû). Sebab, tidak ada suatu perjuangan yang tidak memilki tantangan dan kesulitan. Jika tidak ada kesabaran, tentulah yang berjuang akan meninggalkan perjuangannya sebelum memperoleh kemenangan. Jika sekelompok pasukan yang sedang berperang tidak sabar dengan kesulitan medan dan kekuatan lawan, tentulah mereka akan lari kocar-kacir meninggalkan medan perang.
Begitu juga, dalam belajar seseorang akan dihadapkan kepada banyak godaan, gangguan, persoalan, tantangan serta kesulitan yang kesemuanya menuntut adanya kesabaran. Jika tidak ada kesabaran, tentu saja yang belajar akan meninggalkan studinya sebelum berhasil menamatkanya.
Keenam, tidak angkuh dan sombong serta ria dalam berjuang (batharan wa ri’a-an). Sebab, kengkuhan dalam mengahadapi musuh akan membuat seseorang atau sekelompok orang menganggap remah dan enteng kekuatan lawan. Menganggap remah kekuatan lawan akan menjadikan mereka tidak sungguh-sungguh dalam berjuang atau menjadikan mereka lengah dari hal yang akan bisa mencelakan mereka.
Namun, jika semua pasukan menganggap semua kekuatan lawan itu besar, sekalipun pada hakikatnya kecil dan lemeh, maka mereka akan sunguh-sungguh berjuang sampai memperoleh kemenangan. Begitu juga dengan sikap ria, di mana seseorang berjuang karena sesuatu selain Allah, akan menjadikan mereka tidak sungguh-sungguh dalam berjuang. Misalnya, jika seorang tentara berjuang karena takut komandannya, maka begitu komandannya lengah dia akan berbalik ke belakang atau bahkan lari dari medan juang.
Begitu juga dengan belajar, seorang murid mestilah membuang sikap angkuh dan ria dalam menghadapi proses belajar. Sebab, sikap angkuh akan menjadikan seseorang mengggap remah dan enteng sebuah pelajaran. Dampaknya adalah dia tidak lagi menghadapinya dengan serius dan sungguh-sungguh. Akhirnya pelajaran yang mudah dan gampangpun, jika sudah dianggap sepele, tentu akan susuh dicerna dan dipahami. Karena, sikap angkuh dan sombong adalah sikap yang sangat dibenci oleh Allah dan akan menghalangi manusia mendapatkan cahaya-Nya. Begitu juga, sikap angkuh akan menjadukan seseorang dibenci dan dijauhi orang lain.
Selanjutnya sikap ria dalam belajar akan menjadikan seseorang hanya mengikuti pelajaran, jika ada yang mengawasi. Namun, begitu yang mengawasinya lengah, maka dia kembali mengabaikan pelajaran yang dihadapi. Sikap ini juga yang akan menjadikan manusia berhak atas kegagalan dan kekelahan.
Jumat, 01 Agustus 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar