Puasa Dan Ekonomi Islam
Ekonomi diartikan sebagai segala bentuk kegiatan, prilaku, aktifitas manusia yang berhubungan dengan kegiatan mencari uang dan membelanjakannya. Oleh karena itu, ketika kita membicarkan ekonomi Islam, maka keterkaitanya dengan ibadah puasa sangat besar. Di antara keterkaitannya adalah sebagai berikut;
Pertama, Tujuan puasa adalah agar mansuai memperoleh kedudukan sebagai orang yang bertaqwa. Seperti disebutkan dalam surat al-Baqarah [2]: 183. Sementara, landasan mencari uang juga taqwa, seperti disebutkan dalam surat ath-Thalaq [65}; 2-3
… وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا(2)وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ…
Artinya: “….Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar (2). Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya…(3).”
Dengan demikian, orang yang puasanya benar, maka usahanya dalam mencari uang dan membelanjakannya juga benar. Sebaliknya, yang tidak benar dalam mencari uang, dipastikan bahwa puasanya juga tidak benar. Agaknya, itulah hikmahnya kenapa Hajar isteri Ibarhim as. berlari mencari air kehidupan untuknya dan anaknya dengan memulainya dari Shafa (bersih/suci) serta mengakhirinya di Marwa (tempat kepuasan). Sehingga, yang mencari dan mendapatkan harta dengan cara yang bersih, suci dan baik, dia akan mendapatkan kepuasan dan kebahagiaan.
Kedua, Puasa melahirkan kepedulian dan sikap berbagi. Hal itu terlihat dari bentuk ritual ibadah puasa menahan haus dan lapar yang berarti ikut bersimpati, berempati serta merasakan kesusahan orang lain. Akhirnya, puasa ditutup dengan membayarkan zakat fitrah kepad fakir miskin, sebagai wujud kepedulian sosial.
Sementara itu, ekonomi Islam juga berdasarkan asas saling membantu dan berbagi dengan sesama. Begitulah yang disebutkan Allah swt. dalam surat az- Zukhruf [43]:32
أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَةَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا وَرَحْمَةُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
Artinya: “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”
Begitu juga yang disebutkan dalam surat al-Hasyar [59]: 7
…كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ…
Artinya: “…supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu…”.
Ketiga, Puasa menghasilkan kejujuran. Sebab, ketika seseorang melaksanakan ibadah puasa, sekalipun dia tidak dilihat oleh orang lain, namun dia tetap tidak makan dan minum. Sebab, dia tahu bahwa Allah melihat segala perbuatannya. Begitulah puasa menjadikan seseorang berprilaku jujur. Sementara ekonomi Islam juga dibangun atas dasar kejujuran, seperti disebutkan dalam surat ar-Rahman [55]: 7-9
وَالسَّمَاءَ رَفَعَهَا وَوَضَعَ الْمِيزَانَ(7)أَلَّا تَطْغَوْا فِي الْمِيزَانِ(8)وَأَقِيمُوا الْوَزْنَ بِالْقِسْطِ وَلَا تُخْسِرُوا الْمِيزَانَ(9)
Artinya: “Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan) (7). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu (8). Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu (9).”
Keempat, Puasa mendidik keinginan dan membuang sikap tamak, rakus. Bukankah seorang bersedia meninggalkan makan dan minum serta berhubungan dengan isterinya sekalipun semua itu halal dan miliknya sendiri. Sebab, dia tahu hal itu belum saatnya.
Sedangkan untuk sesuatu yang sudah hala dan miliknya sendiri, masih bisa dia menahan diri tidak menyentuhnya, apalagi terhadap harta dan sesuatu yang bukan miliknya. Begitulah puasa menjadikan seseorang mampu menahan dan mengendalikan keinginannya.
Sementara, ekonomi Islam juga didasarkan jauh dari sikap rakus, tamak apalagi menghalalkan segala cara. Lihat firman Allah dalam surat at-Taktsur [102]: 1-2
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ(1)حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ(2)
Artinya: “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu (1). Sampai kamu masuk ke dalam kubur (2).”
Kelima, Puasa menyadarkan manusia akan kehidupan akhirat, sehingga tidak terlalu berambisi dengan harta dan menjadikannya tujuan hidup. Ekonomi Islam juga tidak menjadikan harta sebagai tujuan dan terlalu mencintainya. Dalam surat al-Humazah [104]: 1-2, Allah swt berfirman;
وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ(1)الَّذِي جَمَعَ مَالًا وَعَدَّدَهُ(2)
Artinya: “Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela (1). yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya (2)”.
Keenam, Puasa adalah ibadah yang bertujuan menanamkan nilai-nilai kebersamaan, mulai dari menahan, berbuka dan seterusnya, dan juga nilai penghormatan pada yang lain. Tidak ada perbedaan imsak (menahan) antara orang kaya dan miskin. Begitu juga, tidak ada perbedaan waktu berbuka antara yang kaya dan miskin. Semua yang berpuasa menahan dan berbuka dalam waktu yang sama, terlepas dari apa status dan kedudukan mereka. Begitu juga, sekalipun berbuka karena rukhsah, naman makan dan minum harus jauh dari orang yang sedang berpuasa.
Ekonomi Islam juga dibangun atas dasar saling menghormati. Oleh Karena itu, haram menawar barang yang sedang ditawar orang lain. Begitulah hubungan antra ibadah puasa dan ekonomi Islam.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar