Hikmah Hijrah
Hijrah adalah sebuah tonggak sejarah besar dalam perjalanan dakwah Rasulullah saw. Hijrah adalah peristiwa yang sangat menentukan bagi kesuksesan Rasulullah saw. mengemban risalah dalam rangka mengeluarkan manusia dari beraneka kegelapan menuju cahaya kebenaran. Sebelum peristiwa Hijrah terjadi, Rasulullah saw. telah berupya sekuat tenaga untuk mengajak manusia ke jalan Tuhan. Akan tetapi, usaha beliau kurang membuahkan hasil kalau tidak akan dikatakan mengalamai kemandekan dan kegagalan. Berbagai macam tantangan dan cobaan dihadapi Rasulullah saw. selama kurang lebih tiga belas tahun berdakwah di Makkah. Keluhan Rasulullah saw. direkam oleh Allah swt. seperti diucapkan melalui lidah nabi Nuh as. dalam surat Nuh [71]: 5-7
قَالَ رَبِّ إِنِّي دَعَوْتُ قَوْمِي لَيْلًا وَنَهَارًا(5)فَلَمْ يَزِدْهُمْ دُعَائِي إِلَّا فِرَارًا(6)وَإِنِّي كُلَّمَا دَعَوْتُهُمْ لِتَغْفِرَ لَهُمْ جَعَلُوا أَصَابِعَهُمْ فِي ءَاذَانِهِمْ وَاسْتَغْشَوْا ثِيَابَهُمْ وَأَصَرُّوا وَاسْتَكْبَرُوا اسْتِكْبَارًا(7)
Artinya: “Nuh berkata: "Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang (5). maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran) (6). Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (ke mukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat (7).”
Akhirnya, atas perintah Allah swt. Nabi saw. melakukan hijrah yaitu berpindah dari Makkah ke Madinah. Dan ternyata, di Madinah Rasulullah saw. memperoleh kesuksesan besar dalam berdakwah mengembangkan agama Islam. Hanya dalam waktu sepuluh tahun, seluruh jazirah Arab tunduk di bawah kekuasan Negara Islam yang berpusat di Madinah.
Ada banyak hikmah di balik peristiwa hijrahnya Rasulullah saw. dari Makkah ke Madinah. Di antaranya; Pertama, bahwa kegagalan tidak mesti menjadikan seseorang berputus asa dalam berjuang mencapai maksud dan tujuan yang telah ditetapkan. Jika manusia mengalami kegagalan di suatu tempat, di sebuh metode dan cara, maka hendaklah dia mencari tempat, cara atau metode baru dalam mencapai kesuksesan.
Kedua, Kenapa Rasulullah saw. kurang sukses berdakwah di Makkah? Sebab, dakwah selama tiga belas tahun di Makkah dilaksanakan Nabai saw. secara personal, pribadi, “dor to dor” dan tidak didukung oleh kekuatan politik. Di samping itu, memang Makkah bukanlah tempat yang kondusif untuk berdakwah mengingat percaturan politik dan begitu tinggi, serta mapannya system sosial dan politik yang ada di sana. Sehingga, dakwah selalu mengalami kemadekan karena selalu ditekan oleh penguasa dan elit politik Makkah.
Ketika Nabi saw. hijrah ke Madinah, dakwa dilakukan bukan lagi secara personal dan dari orang ke orang. Namun, dakwah sudah dilakukan secara institusi dan melalui lembaga Negara. Nabi saw. begitu sampai di Madinah langsung membentuk Negara dan beliau adalah kepala Negara. Sehingga, dakwah yang dijalankan di Madinah adalah dakwah yang pelakunya Nabi saw. sebagai seorang kepala Negara. Bahkan, sasaran utama dakwah setelah hijrah adalah para raja dan kepala suku dan kabilah.
Begitulah pelajaran berharga dari peristiwa hijrah, di mana dakwah baru akan sukes dengan sempurna jika dilaksanakan melalui sebuah instsitusi Negara, lembaga resmi dan sejenisnya. Jika dakwah hanya dari mimbar ke mimbar, sekalipun ada yang mendengar dan mengikuti jumlahnya tentulah tidak sebanyak dakwah yang dilakukan oleh Negara melalui undang-undang dan peraturan pemerintah. Jika saja seorang ustadz adalah seorang Kapolri, tentu aturan agama akan lebih tegak bila dibandingkan dengan seorang ustadz yang tidak punya kekuatan politis. Jika saja seorang ustadz adalah seorang hakim dan jaksa, maka tentulah undang-undang akan lebih sempurna tegaknya, bila dibandingkan dengan ustadz yang tidak punya kekuatan di bidang hukum. Begitulah seterusnya. Itulah agaknya kata ulul amri yang diartikan para pemimpin yang mesti dipatuhi, seakar katanya dengan kata amar ma’ruf nahi munkar (menyuruh berbuat baik dan mencegah kemunkaran) sebagai kewaijban sesama mukmin. Seperti disebutkan dalam surat an-Nisa’ [4]: 59
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ….
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu…”
Dan surat Ali ‘Imarn [3]: 104
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”
Agaknya, hal itu memberikan isyarat, bahwa amar ma’ruf baru bisa akan terlaksana dengan baik dan sempurna, jika yang melakukannya adalah ulul amri (para penguasa). Jika saja, semua kepala daerah seorang ustadz atau setidaknya orang yang memiliki pengetahuan dan pemahaman serta pengamalan agama yang bagus, tentulah semua kebijakan yang dikeluarkan akan berpihak apada tegaknya aturan secara Islami. Oleh karena itu, tidaklah ada salahnya jika para da’i, ustadz, buya dan sebagainya terjun ke panggung politik dan merebut kekuasaan, sepanjang niatnya adalah untuk memperjuangkan tegaknya aturan Islam di tengah masyarakat. Tidaklah ada salahnya, jika seorang ustadz, buya, kiyai dan sebagainya menjadi penguasa baik, eksekutif, legeslatif maupun yudikatif, selama perjuangannya untuk mengekan Islam dan kebenaran.
Ketiga, Nabi diperintahkan hijrah oleh Allah dan meninggalkan Makkah, sekalipun merupakan tanah kelahiran beliau, dikarenakan Makkah ketika itu bukanlah lingkungan yang bagus dan bisa mendukung kesuksesan dakwah beliau. Makkah dipenuhi oleh orang-orang yang berakhlak dan bermental bejat. Oleh karena itulah, negeri ini harus segera ditinggalkan menuju negeri dan lingkungan yang lebih bagus dan bisa mendukung kesuksesan Nabi saw.
Begitulah pengajaran dari peristiwa hijrah, bahwa manusia hendaklah berusaha mencari lingkungan yang sehat, baik dan bisa mendukung kesuksesannya. Karena, lingkungan adalah hal yang paling besar mempengaruhi pembentukan watak, prilaku dan karakter seseorang. Jika seseorang besar dan tumbuh di lingkungan yang tidak baik, maka kelak dia akan memiliki kepribadian yang tidak akan berbeda dari orang-orang tempat dia tumbuh dan berkembang. Ibarat kata pepatah, “jika berteman dengan ustadz, setidaknya akan mampu mengucapkan bismillah. Jika berteman dengan pejudi setidaknya akan ikut membagi kartu”.
Keempat, tiga tahun sebelum hijrah, Rasulullah saw. dilanda kesedihan yang amat berat sehingga tahun itu disebut tahun duka cita (‘amul huzni). Karena, saat yang bersamaan dua orang yang paling beliau cintai meninggal dunia, isteri beliau Khadijah dan paman beliau Abu Thalib. Benar, dalam waktu yang sama juga Allah telah meperjalankan beliau yang dikenal dengan peristiwa isra’ dan mi’raj. Akan tetapi, peristiwa itu lebih bertujuan untuk menghibur Nabi saw. dan beliau belumlah mampu melupakan kesedihan karena kepergian kedua orang yang paling beliau cintai itu. Agaknya, perjuangan nabi di Makkah tidak mencapai hasil yang maksimal, karena beliau masih memikul beban kesedihan tersebut.
Melalui hijrah meninggalkan kota Makkah dengan segala kenangannya, Allah ingin mengajak Nabi saw. untuk segera menghapus dan melupakan segala beban kesedihan dan penderitaan beliau untuk memulai hidup baru dengan semangat baru di tempat yang baru yaitu Madinah.
Begitulah pelajaran dari peristiwa hijrah, bahwa jika manusia berjuang untuk mencapai suatu kesuksesan, hendaklah dia membuang segala beban dan persoalan yang menderanya. Sebab, persoalan dan beban fikiran akan mengurangi dan bahkan bisa mengendorkan semangat juang meraih kesuksesan.
Kelima, Ketika akan hijrah, Abu Bakar ash-Shiddiq membeli dua ekor unta yang akan mereka kendarai menuju Madinah. Abu Bakar berkata kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah! Saya telah membeli dua ekor unta untuk kendaraan kita menuju Madinah. Silahkan engkau pilih mana unta yang engkau sukai dari kedua unta ini!”. Rasulullah menjawab, “Tidak, saya tidak akan menaiki unta yang bukan milik saya”. “Unta ini adalah milik engkau yang Rasulullah, karena saya telah menghadiahkannya untukmu”. Jawab Abu Bakar.
Rasulullah tetap menolak untuk mengendarai unta tersebut, sebelum mengganti harganya seharga yang dibeli oleh Abu Bakar. Akhirnya, Abu Bakar mengalah dan menerima uang dari Rasulullah saw. sebanyak harga dia membeli unta tersebut.
Begitu Rasulullah saw. bersama Abu Bakar sampai di Madinah, hal pertama yang dilakukan beliau adalah mencari tempat di mana masjid akan dibangun. Setelah mendapatkan lahan yang tepat, pemilik tanah yang akan dijadikan tempat berdirinya masjid tersebut berkata, “Ya Rasulullah! Tanah ini saya wakafkan sebagai tempat pembangunan masjid”. Namun, Rasulullah menolak sambil berkata, “Saya akan membangun masjid di atas tanah yang saya beli dengan harta saya”. Akhirnya, pemilik tanah tersebut menjual tanah itu kepada Rasulullah untuk kemudian dijadikan tempat pembangunan masjid Nabi.
Dari kisah tersebut, ada hal yang ingin diajarkan Rasulullah kepada umatnya, bahwa untuk mencapai sesuatu yang besar perlu ada pengorbanan. Tidak akan ada kesuksesan besar, tanpa adanya kesediaan untuk berkorban. Buknakah kta hijrah dan perjuangan selalu seringkali dikaitkan dengan pengorbanan harta bahkan nyawa? Lihatlah firman Allah dalam surat at-Taubah [9]: 20
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ
Artinya: “Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.”
Keenam, ketika Nabi saw. bersama Abu Bakar ash-Shiddiq bersembunyi di gua Tsur, di pintu gua ternyata para pembunuh bayaran dari setiap kabilah berkeliaran mencari mereka. Ketika itulah, Abu Bakar merasa ketakutan hingga tubuhnya gemetar. Rasulullah kemudian menenangkannya sambil berkata, seperti disebutkan dalam surat at-Taubah [9]: 40
إِلَّا تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُوا السُّفْلَى وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Artinya: “Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita." Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Kondisi yang sama juga dialami oleh Rasulullah saw. ketika akan terjadi perang Badar, tujuh bulan setelah hijrah. Ketika itu, malah Rasulullah yang merasa cemas dan ketakutan melihat kekuatan kafir Quraisy. Kalimat yang sama juga diucapakan oleh Abu bakar kepada beliau.
Dari sikap Rasulullah saw tersebut ada pelajaran yang hendak disampaikan kepada umat beliau, yaitu tentang cara bertawakkal. Ketika di dalam gua Tsur Rasulullah tidak merasa cemas, karena hijrah sudah direncanakan jauh hari sebelumnya dengan rencana yang sudah matang. Di samping itu, hijrah adalah atas perintah Allah. Sehingga, Rasulullah yakin bahwa Allah akan menolong dan menjamin keselamatan beliau. Berbeda dengan perang badar, di mana perang ini adalah peperangan yang tanpa persiapan, bersifat mendadak dan keterpaksaan untuk membela diri. Di samping memang tidak ada perintah Allah dalam peperangan tersebut. Sehingga, Rasulullah tidak yakin akan kemangan dan kesuksessan yang akan diraih.
Begitulah cara yang paling tepat untuk bertawakal. Bahwa tawakal dilakukan setelah sebelumnya ada perancaan yang matang dan usaha yang maksimal, barulah kemudian menyerahkan hasil dan keputusannya kepada Allah. Jika tidak ada perencaaan dan usaha, maka tawakkal dalam hal ini adalah sesuatu yang keliru.
Ketujuh, aroma akan hijrahnya nabi Muahmmad ke Madinah, ternyata telah dicium oleh para tokoh kafir Quraisy sebelumnya. Oleh Karen itu, mereka berkumpul di sebuah tempat guna bermusyawarah untuk membunuh nabi Muahmmad. Perdebatan yang alotpun terjadi tentang cara untuk melenyapkan nabi Muahmmad. Akhirnya, semua mereka sepakat untuk mengutus satu algojo untuk setiap kabilah. Sehingga, dengan demikian semua kabilah yang ada ikut dan bertanggung jawab atas terbunuhnya nabi Muhammad. Dengan begitu, kelurga Nabi saw. bani Hasyim dan bani Muthallib tidak akan mampu menuntut balas atas kematian beliau.
Pada malam hijrah tersebut, para pembunuh ini mengepung rumah Rasulullah. Namun, lewat tengah malam, Allah swt. menidurkan mereka, sehingga Nabi Muhammad keluar rumah dengan nyaman bahkan melewati tubuh mereka yang sedang terbaring. Barulah mereka terbangun dari tidur, setelah nabi Muhammad melewati jarak yang jauh.
Begitulah, bahwa rencana jahat tidak akan pernah mencapai kesuksesan. Karena, Allah juga akan membuat rencana khusus bagi para pembuat rencana jahat itu. Begitulah yang ditegaskan Allah dalam surat al-Anfal [8] 30
وَإِذْ يَمْكُرُ بِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِيُثْبِتُوكَ أَوْ يَقْتُلُوكَ أَوْ يُخْرِجُوكَ وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.”
Kedelapan, ketika Nabi saw. telah sampai di Madinah, maka hal pertama yang dilakukan beliau adalah membangun Masjid sebagai tempat peribatan dan penyembahan kepada Allah, sekaligus menjadi sentral kegiatan dakwah beliau. Hal itu memberikan pelajaran kepada kita, bahwa jika ingin sukses dalam berjuang dan mencapai cita-cita, maka hendaklah memulainya dengan beribadah (bersujud). Sebab, sujud atau ibadah akan membuat seseorang memiliki keyakinan yang besar akan pertolongan dan bantuan Allah, sehingga kalaupun nanti dia menemui berbagai kesulitan dan tantangan dia akan tetap semangat menghadapinya. Kalaupun, nanti dia sukses maka kesuksesannya itu tidak menjadikannya lupa diri, sehingga muncul sikap sombong dan angkuh dalam dirinya. Karena, dia akan selalu sadar bahwa kesuksesan yang diraihnya adalah berkat bantuan dan pertolongan Allah. Inilah yang disebutkan Allah dalam surat at-Taubah [9]: 109
أَفَمَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَى تَقْوَى مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ خَيْرٌ أَمْ مَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَى شَفَا جُرُفٍ هَارٍ فَانْهَارَ بِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Artinya: “Maka apakah orang-orang yang mendirikan mesjidnya di atas dasar takwa kepada Allah dan keridhaan (Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka Jahannam? Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”
Bukankah Allha swt. juga memerinthkan mansuia berjuang dan berusha mencari keuntungan setelah shalat dan bersujud? Lihatlah firman Allah dalam surat al-Jumu’ah [62]: 10
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: “Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
Kesembilan, hal kedua yang dilakukan nabi setelah sampai di Madinah adalah mepersatukan dan mempersaudarakan kaum Muhajirin (pendatang) dan Anshar (penduduk asli). Sehingga, umat Islam ketika itu sudah menjadi sebuah kesatuan dan memiliki kekuatan yang menjadi cikal bakal kesuksesan dakwah dan perjuangan menegakan kalimat Tauhid di kemudian hari. Melalui hal itu, Rasulullah ingin mengatakan kepada umatnya tentang pentingnya kebersamaan persatuan dalam mencapai suatu maksud. Sebab, tidak akan ada kesuksesan tanpa bantuan dan keikutsertaan pihak lain. Seseorang baru bisa menjadi “bos”, jika ada sebagian orang yang bersedia menjadi bawahannya. Begitulah seterusnya.
Kesepuluh, Hal lain yang dibangun nabi Mauhammad ketika sampai di Madinah adalah pasar sebagai basis ekonomi umat Islam ketika itu. Kenapa Rasulullah saw. membangun pasar? Sebab, apapun bentuknya perjuangan manusia, apalagi dakwah mengajak manusia ke jalan Tuhan, perlu didukung oleh kekuatan ekonomi. Jika ekonomi umat Islam ini bagus, tentulah dakwah akan bisa dijalankan dengan maksimal dan agaknya secara otomatis tingkat keberagamaan umat Islam akan lebih bagus. Bukankah Rasulullah pernah bersabda, “Kefakiran sangat dekat dengan kekukufuran”.
Itulah di antara hikmah yang bisa dipetik dari peristiwa hijrahnya nabi Muhammad saw. dari Makkah ke Madinah. Semoga bisa menjadi pelaran bagi kita. Amin.
Jumat, 01 Agustus 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar