Ashâbul Kahfi
Salah satu kisah “heroik” dalam perjalanan kehidupan manusia yang direkam dan diabadikan oleh Allah di dalam al-Qur’an, adalah cerita tentang sekelompok pemuda penghuni gua (ashabul kahfi). Bahkan, surat yang menceritakan perjalanan hidup sekelompok pemuda ini dinamakan dengan surat al-Kahfi (gua tempat mereka bersembunyi).
Memang, secara rinci Allah tidak menceritakan tentang asal muasal mereka, daerah tempat mereka hidup, gua tempat mereka bersembunyi, tahun hidup mereka serta jumlah pasti mereka. Al-Qur’an hanya menceritakan bahwa ada sekelompok pemuda yang lari dan bersembunyi di sebuah gua untuk menyelamatkan diri dan keimanan mereka dari kezhaliman penguasa tempat dan waktu mereka hidup.
Karena menolak kemusyrikan serta bertahan dengan keimanan yang mereka yakini benar, bahkan mereka berupaya meyakinkan masyarakat akan kebenaran mereka serta memperjuangkan kebenaran yang mereka yakini itu, maka penguasa waktu itu merasa terganggu dengan eksisitensi sekelompok pemuda tersebut. Wal hasil, mereka diburu dan diancama dengan pembunuhan.
Setelah melalui perjuangan yang melelahkan, akhirnya mereka sepakat untuk menghindar dan bersembunyi demi menyelamatkan diri dan keyakinan mereka. Mereka sepakat untuk lari dari negeri itu, hingga merekapun sampai di sebuah gua. Para pemuda tersebut bersembunyi di dalam gua itu, sambil berdo’a “Ya Tuhan kami, berikanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, dan siapkan diri kami untuk menerima petunjuk-Mu”.
Allah pun memperkenankan do’a mereka, dengan cara menutup rapat telinga mereka, sehingga mereka tertidur pulas tanpa mengetahui apapun yang terjadi di sekitar mereka. Bahkan, mereka ditidurkan untuk masa yang sangat panjang, ratusan tahun lamanya.
Kemudian, Allah swt. membangunkan mereka dari tidur panjang tersebut. Ketika bangun, mereka mendapatkan matahari telah condong ke arah Barat. Salah satu dari mereka bertanya, “Sudah berapa lama kita tidur di gua ini?”. “Sehari”, jawab yang lain. “Bukan, baru setengah hari”, sela pemuda lainnya.
Perdebatn mereka berhenti ketika salah satunya berkata, “Sudahlah, jangan ributkan persolan yang tidak terlalu penting, Karena Allah Maha Tahu berapa lama kita sudah berada di gua ini. Alangkah baiknya, jika salah seorang dari kita pergi ke kota untuk membeli makanan. Sebab, tentu semua kita sudah merasa sangat lapar. Hal itu akan lebih bermanfaat dibandingkan bertengkar perkara berapa lama kita tidur di sini”. Lanjutnya.
Akhirnya, semua pemuda itu sepakat untuk mengutus salah satu dari mereka pergi ke kota membeli makanan dengan membawa uang kertas yang ada di kantong mereka. Sebelum utusan mereka berangkat, mereka berpesan kepadanya agar bersikap santun ketika menemui penduduk kota itu, serta jangan berkata, bersikap, dan berbuat sesuatu yang mendatangkan kecurigaan warga, suapaya keberadaan mereka tidak diketahui.
Maka berangkatlah utusan tersebut ke kota untuk membeli makanan. Ketika menyerahkan uang untuk membayar makanan tersebut, pemilik kedai menjadi heran ketika menerima uang yang sudah tidak berlaku lagi. Uang tersebut sudah tidak berlaku semenjak ratusan tahun.
Kabar ini tersebar dengan cepat, sang pemudapun diinterogasi hingga keberadaan merekapun terungkap. Keheranan penduduk kota semakin besar ketika para pemuda tersebut hadir secara bersamaan ke kota. Akhirnya, penduduk kota yang sebelumnya bertikai dan berbantahan tentang kehidupan setelah kematian, mendapatkan keyakinan yang benar setelah melihat kebesaran Allah yang telah menidurkan para pemuda ini selama ratusan tahun dan kemudian menghidupkan mereka kembali seperti semula.
Adapun kisah pemuda ini, disebutkan Allah dalam surat al-Kahfi [18]: ayat 9-26
أَمْ حَسِبْتَ أَنَّ أَصْحَابَ الْكَهْفِ وَالرَّقِيمِ كَانُوا مِنْ ءَايَاتِنَا عَجَبًا(9)إِذْ أَوَى الْفِتْيَةُ إِلَى الْكَهْفِ فَقَالُوا رَبَّنَا ءَاتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا(10)فَضَرَبْنَا عَلَى ءَاذَانِهِمْ فِي الْكَهْفِ سِنِينَ عَدَدًا(11)ثُمَّ بَعَثْنَاهُمْ لِنَعْلَمَ أَيُّ الْحِزْبَيْنِ أَحْصَى لِمَا لَبِثُوا أَمَدًا(12)نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُمْ بِالْحَقِّ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ ءَامَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى(13) وَرَبَطْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ إِذْ قَامُوا فَقَالُوا رَبُّنَا رَبُّ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ لَنْ نَدْعُوَ مِنْ دُونِهِ إِلَهًا لَقَدْ قُلْنَا إِذًا شَطَطًا(14)هَؤُلَاءِ قَوْمُنَا اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ ءَالِهَةً لَوْلَا يَأْتُونَ عَلَيْهِمْ بِسُلْطَانٍ بَيِّنٍ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا(15)وَإِذِ اعْتَزَلْتُمُوهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ فَأْوُوا إِلَى الْكَهْفِ يَنْشُرْ لَكُمْ رَبُّكُمْ مِنْ رَحْمَتِهِ وَيُهَيِّئْ لَكُمْ مِنْ أَمْرِكُمْ مِرفَقًا(16) وَتَرَى الشَّمْسَ إِذَا طَلَعَتْ تَزَاوَرُ عَنْ كَهْفِهِمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَإِذَا غَرَبَتْ تَقْرِضُهُمْ ذَاتَ الشِّمَالِ وَهُمْ فِي فَجْوَةٍ مِنْهُ ذَلِكَ مِنْ ءَايَاتِ اللَّهِ مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُرْشِدًا(17)وَتَحْسَبُهُمْ أَيْقَاظًا وَهُمْ رُقُودٌ وَنُقَلِّبُهُمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَذَاتَ الشِّمَالِ وَكَلْبُهُمْ بَاسِطٌ ذِرَاعَيْهِ بِالْوَصِيدِ لَوِ اطَّلَعْتَ عَلَيْهِمْ لَوَلَّيْتَ مِنْهُمْ فِرَارًا وَلَمُلِئْتَ مِنْهُمْ رُعْبًا(18)وَكَذَلِكَ بَعَثْنَاهُمْ لِيَتَسَاءَلُوا بَيْنَهُمْقَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالُوا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَى طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلَا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا(19)إِنَّهُمْ إِنْ يَظْهَرُوا عَلَيْكُمْ يَرْجُمُوكُمْ أَوْ يُعِيدُوكُمْ فِي مِلَّتِهِمْ وَلَنْ تُفْلِحُوا إِذًا أَبَدًا(20)وَكَذَلِكَ أَعْثَرْنَا عَلَيْهِمْ لِيَعْلَمُوا أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَأَنَّ السَّاعَةَ لَا رَيْبَ فِيهَاوَأَنَّ السَّاعَةَ لَا رَيْبَ فِيهَا إِذْ يَتَنَازَعُونَ بَيْنَهُمْ أَمْرَهُمْ فَقَالُوا ابْنُوا عَلَيْهِمْ بُنْيَانًا رَبُّهُمْ أَعْلَمُ بِهِمْ قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَى أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِمْ مَسْجِدًا(21)سَيَقُولُونَ ثَلَاثَةٌ رَابِعُهُمْ كَلْبُهُمْ وَيَقُولُونَ خَمْسَةٌ سَادِسُهُمْ كَلْبُهُمْ رَجْمًا بِالْغَيْبِ وَيَقُولُونَ سَبْعَةٌ وَثَامِنُهُمْ كَلْبُهُمْ قُلْ رَبِّي أَعْلَمُ بِعِدَّتِهِمْ مَا يَعْلَمُهُمْ إِلَّا قَلِيلٌ فَلَا تُمَارِ فِيهِمْ إِلَّا مِرَاءً ظَاهِرًا وَلَا تَسْتَفْتِ فِيهِمْ مِنْهُمْ أَحَدًا(22)وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَدًا(23) إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ وَاذْكُرْ رَبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَى أَنْ يَهْدِيَنِ رَبِّي لِأَقْرَبَ مِنْ هَذَا رَشَدًا(24)وَلَبِثُوا فِي كَهْفِهِمْ ثَلَاثَ مِائَةٍ سِنِينَ وَازْدَادُوا تِسْعًا(25)قُلِ اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثُوا لَهُ غَيْبُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ أَبْصِرْ بِهِ وَأَسْمِعْ مَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا يُشْرِكُ فِي حُكْمِهِ أَحَدًا(26)
Artinya: “Atau kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang mengherankan? (9). (Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdo`a: "Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)" (10). Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu, (11). kemudian Kami bangunkan mereka, agar Kami mengetahui manakah di antara kedua golongan itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa lamanya mereka tinggal (dalam gua itu) (12). Kami ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk; (13). dan Kami telah meneguhkan hati mereka di waktu mereka berdiri lalu mereka berkata: "Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran" (14). Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai tuhan-tuhan (untuk di sembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka?) Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah? (15). Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu (16). Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari itu terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya (17). Dan kamu mengira mereka itu bangun padahal mereka tidur; dan Kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan (diri) dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi dengan ketakutan terhadap mereka (18). Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: "Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini?)". Mereka menjawab: "Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari". Berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorangpun (19). Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempar kamu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama-lamanya" (20). Dan demikian (pula) Kami mempertemukan (manusia) dengan mereka, agar manusia itu mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya. Ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka, orang-orang itu berkata: "Dirikanlah sebuah bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka". Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata: "Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya" (21). Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan: "(Jumlah mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjingnya", sebagai terkaan terhadap barang yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan: "(Jumlah mereka) tujuh orang, yang kedelapan adalah anjingnya". Katakanlah: "Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit". Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorangpun di antara mereka (22). Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu: "Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi (23). kecuali (dengan menyebut): "Insya-Allah". Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini" (24). Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi) (25). Katakanlah: "Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua); kepunyaan-Nya-lah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya; tak ada seorang pelindungpun bagi mereka selain daripada-Nya; dan Dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan" (26).”
Ada beberapa pelajaran yang kita ambil dari kisah para pemuda tersebut:
Pertama, hendaklah manusia melakukan perjuangan yang maksimal baik dalam mencapai maksud yang diinginkannya atau mempertahankan dan memperjuangkan kebenaran yang diyakininya. Jika hambatan dan tantangan yang dihadapi di dalam perjuangan itu lebih besar dari kemampuan dan kekutan yang dimilikinya, barulah manusia boleh mundur seraya mengharap bantuan rahmat dan campur tangan Allah secara langsung. Tidaklah benar, jika manusia selalu mengharap bantuan Allah secara langsung, tanpa adanya pengerahan potensi, daya dan kemampuan yang dimiliki sebelumnya.
Begitulah yang tergambar dari ungkapan do’a para pemuda di dalam gua, (فَقَالُوا رَبَّنَا ءَاتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا / "Mereka berkata, “Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)"). Kata min ladunka berarti bantuan yang bersifat langsung dari Allah. Tentulah sebelumnya para pemuda itu telah berjuang dengan mengerahkan segenap kemampuan dan tenaga yang mereka miliki. Akan tetapi, kekuatan penguasa ketika itu terlalu besar, sehingga membuat mereka terpaksa menyingkir dan memohon bantuan langsung dari Allah.
Kedua, jika manusia berdo’a dengan tulus dan ikhlas, maka Allah akan memperkenankan do’a itu dengan segera dan dengan sangat cepat. Begitulah yang tergambar dari jawaban Allah terhadap do’a mereka (فَضَرَبْنَا عَلَى ءَاذَانِهِمْ فِي الْكَهْفِ سِنِينَ عَدَدًا/ Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu). Allah menggunakan huruf fa (maka/langsung), ketika menjawab do’a para pemuda itu yang menunjukan kedekatan waktu antara permohonan yang diajukan dengan jawaban yang diberikan.
Ketiga, para pemuda penghuni gua tersebut Allah tidurkan dengan tidur yang sangat pulas, karena telinga mereka Allah sumbat dengan sangat rapat. Sehingga, apapun yang terjadi di dekat mereka tidak akan mampu membangunkan dan mengganggu tidur mereka. Tidur yang begitu pulas dan nyenyak tentu mereka peroleh, setelah sebelumnya mereka melewati hari-hari yang melelahkan dan perjuangan dan menguras tenaga.
Begitulah, bahwa perjuangan yang panjang dan melelahkan akan membawa manusia ke puncak ketenangan dan kebahagiaan. Bukankah tidur yang nyenyak hanya diperoleh bagi yang berjuang sepanjang hari dan menguras tenaga dan keringatnya? Bagi yang duduk bermenung dan tidak ikut berjuang, tentulah tidur akan terasa sangat sulit dan menyiksa. Betapa banyak manusia yang hidup dengan malas-malasan, di siang hari harus mengkonsumsi obat tidur di malam hari karena susahnya memejamkan mata. Namun, Bagi yang lelah berjuang di siang hari, tanpa bantal dan kasurpun, akan bisa tidur dengan pulas dan nyenyaknya.
Keempat, menurut al-Qur’an dan di dukung beberapa riwayat, bahwa jumlah pemuda penghuni gua tersebut paling banyak tujuh orang. Namun, ketujuh pemuda ini keberadaan mereka diabadikan di dalam kitab suci dan akan terus menjadi sebutan dan buah bibir manusia sepanjang zaman. Walaupun dalam jumlah yang kecil, namun mereka telah melakukan hal yang sangat besar, saking besarnya perjuangan mereka sehingga Allah abadikan menjadi pelajaran bagi umat-umat berikutnya. Walaupun jumlah mereka kecil kecil, namun keberadaan mereka telah membuat pengusa di zamannya menjadi repot dan kewalahan.
Memang, begitulah para pemuda seharusnya, di mana para pemuda adalah orang-orang yang akan selalu dan terus melahirkan hal-hal-yang besar dan sensasional. Ada hal yang menarik untuk dicermati dari ungkapan Allah swt dalam ayat di atas, di mana Allah menggunakan kata naba’ (نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُمْ بِالْحَقِّ/ Kami ceritakan kepada engkau berita tentang mereka dengan benar), untuk menyebutkan cerita sekelompok pemuda penghuni goa (ashhâb al-kahf). Kata naba’ secara harfiyah berarti berita. Di dalam al-Qur’an kata Naba’ biasanya dipakai untuk menyebutkan berita-berita besar yang mengejutkan dan mengandung kehebatan. Misalnya dalam surat al-Mai’dah [5]: 27, Allah swt menggunakan kata naba’ untuk menyebutkan cerita tragedi pembunuhan manusia pertama dua putera Adam; Habil dan Qabil. Peristiwa itu Allah swt sebut dengan kata naba’ karena peristiwa itu adalah peristiwa besar dan sangat mengejutkan. Betapa tidak, disaat manusia baru beberapa orang saja di bumi ini, telah terjadi pembunuhan terhadapnya.
Dalam surat an-Naml [27]: 22 Allah swt menggunakan kata naba’ untuk menceritkan kisah burung hud-hud yang membawa berita kepada Sulaiman as tentang keberadaan Negeri Saba’ yang makmur dan sejahtera, karena dipimpin oleh seorang ratu yang adil dan bijaksana. Berita yang dibawa burung hud-hud disebut naba’, karena berita tersebut sangat mengejutkan dan mencengangkan Sulaiaman as. Betapa tidak, ketika dominasi laki-laki terhadap perempuan begitu tingginya, tidak terbayangkan atau terfikirkan oleh Sulaiman as. adanya seorang perempuan yang menjadi penguasa terhadap kerajaan besar dan mampu memberikan jaminan keamanan, kesejahteraan dan kemakmuran kepada rakyatnya.
Dalam surat an-Naba’ [78]: 2, Allah swt memakai kata naba’ untuk menyebutkan peristiwa kiamat. Kiamat disebutkan dengan naba’ karena kiamat adalah peristiwa yang sangat dahsyat, mengejutkan, mengagetkan bahkan membuat manusia tidak menyadari keadaan mereka masing-masing. Seperti yang disebutkan dalam surat al-hajj [22]: 1-2 , “Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat) (1), (Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat kerasnya (2).”
Hal itu mengandung sebuah isyarat bahwa pemuda adalah kelompok elit dalam masyarakat yang selalu menciptakan berita-berita besar yang mengejutkan sekaligus mencengangkan. Para pemuda adalah orang yang selalu membuat sensasi dan gebrakan serta perubahan yang menggemparkan. Bahkan, para pemuda adalah kelompok yang selalu ditakuti oleh para penguasa, seperti yang terjadi dengan pemuda penghuni goa (ashhâb al-kahf).
Kelima, Hidayah Allah yang diberikan kepada manusia adalah banyak dan bertingkat-tingkat. Semakin tinggi usaha dan perjuangan manusia, maka semakin besar peluangnya untuk mendapat tambahan petunjuk dari Allah. Begitulah kesan yang diperoleh dari jawaban Allah atas do’ meraka. (وَزِدْنَاهُمْ هُدًى/dan Kami tambahkan atas mereka petunjuk).
Seorang siswa misalnya, akan semakin banyak mendapat petunjuk Allah, jika saja perjuangannya melebihi yang lain dalam memperoleh dan mendapatkan ilmu. Hasil belajar dan ilmu yang lebih dari yang lain itulah yang merupakan bentuk tambahan petunjuk.
Penegasan akan hal itu juga disebutkan Allah dalm surat Maryam [19]: 76
وَيَزِيدُ اللَّهُ الَّذِينَ اهْتَدَوْا هُدًى…
Artinya: “Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk…”
Keenam, tempat yang sempit dan kecil seperti gua, bisa terasa lapang dan besar serta menyenangkan jika penghuninya memiliki ketengan hati dan kekuatan iman seperti pemuda penghuni gua tersebut. Begitulah kesan yang didapatkan dari ungkapan (فَأْوُوا إِلَى الْكَهْفِ يَنْشُرْ لَكُمْ رَبُّكُمْ مِنْ رَحْمَتِهِ / maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu niscaya Tuhanmu akan melimpahkan (menyebarluaskan) sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu). Makna lapang difahami dari kata yansyur yang secara harfiyah berarti menyebar atau tersebar luas.
Oleh karena itu, kebahagian dan ketenangan bukanlah ditentukan oleh bentuk fisik rumah dan tempat tinggal. Belum tentu orang yang tinggal di rumah mewah akan mendapatkan ketenangan yang hakiki, jika dia berada di dalamnya dengan hati yang kusut dan jiwa yang gelisah. Sebaliknya, seorang yang tinggal di rumah gubuk, mungkin saja dia mendapatkan ketenangan dan kebahagian, karena menempatinya dengan jiwa serta hati yang damai dan tentram. Fisik dan ukuran tempat tinggal bukanlah jaminan kebahagian akan diperoleh, karena kebahagian terletak pada ketenangan hati, yang diperoleh melalui kedekatan dengan Allah.
Ketujuh, janganlah manusia menyibukkan diri dengan hal-hal yang tidak penting. Itulah kesan yang diperoleh dari perdebatan para pemuda dalam ayat di atas. Beberapa di antara mereka sibuk berdebat tentang masa mereka tidur di gua itu. Di tengah perdebatan itulah, berkata salah seorang, “alangkah baiknya jika perdebatan ini dihentikan dan salah seorang dari kita pergi membeli makanan. Sebab, memperoleh makanan dalam kondisi seperti ini, tentulah lebih bermanfaat dibandingkan berdebat tentang waktu tidur. Seperti disebutkan dalam ayat 19 di atas.
Kedelapan, hendaklah manusia mencari makan yang paling bersih (أَزْكَى طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ/ makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu). Sebab, Kota adalah tempat di mana kebanyakan masyarakatnya tidak terlalu peduli dengan halal dan haram serta baik dan buruk, akibat pola kehiduan yang keras. Sekalipun makanan yang diproleh itu halal karena dibeli dengan uang halal, maka perhatikanlah kesucian dan kebersihannya, baik zahir maupun batinnya.
Begitulah pengajaran dari Allah kepada manusia, bahwa dalam kondisi apapun utamakanlah mencari makanan yang baik, halal, bahkan bersih. Karena, iman yang benar dan tambahan petunjuk dari Allah akan sangat terkait dengan faktor makanan yang dimakan.
Kesembilan, jika kita baru datang ke sebuah kelompok, komunitas, masyarakat atau daerah tertentu, hendaklah selalu menjaga sikap. Berkata dan betindaklah dengan sopan, dan jangan melakukan sesuatu yang dirasakan aneh bagi kelompok atau masyarakat di mana kita masuk. Sehingga, dengan demikian kita akan di terima semua pihak. Begitulah kesan dari ungkapan (وَلْيَتَلَطَّفْ وَلَا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا/ dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali seorangpun merasakan (keanehan) dari mu).
Seringkali, kelompok tertentu dari umat Islam yang datang berda’wah ke suatu tempat mendapatkan perlakuan yang buruk dari masyarakat tempat mereka berda’wah, karena tidak tepat dalam menempatkan diri dan dalam bersikap. Jika datang ke tengah suatu masyarakat dengan sesuatu yang aneh dan janggal, tentulah dakwah akan sulit diterima mereka. Di sinilah letak keunggulan dan kehebatan para missionisonaris Nashrani dalam berda’wah. Mereka mampu menempatkan diri dengan tepat dan benar. Kedatangan mereka sedikitpun tidak mengundang kecurigaan dan keanehan. Sehingga, mereka bisa dengan cepat diterima oleh masyarakat tempat mereka datang. Bahkan, mereka mampu menyatu dan menjadi bagian masyarakat yang mereka datangi.
Kesepuluh, hendaklah manusia menyerahkan perkara yang ghaib kepastiannya kepada Allah. Jangankan untuk memastikan hal-hal yang berada di luar jangkauan akal, seperti tentang jumlah pasti pemuda penghuni gua, masa mereka hidup, atau lama mereka tidur, yang kita tidak hidup pada masa mereka, untuk memastikan pekerjaan yang sudah di depan mata dengan tenaga yang sudah bisa diperkirakanpun tidak boleh. Begitulah kesan yang diperoleh dari ungkapan (وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَدًا(23) إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ / Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu: "Sesungguhnya aku pasti mengerjakan itu besok pagi (23). kecuali (dengan menyebut): "Insya-Allah). Sebab, memastikan perkara ghaib adalah salah satu bentuk kemusyrikan kepada Allah.
Jumat, 01 Agustus 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar