Selasa, 05 Agustus 2008

HIKMAH DI BALIK PERJALANAN HIDUP RASULULLAH SAW.

HIKMAH DI BALIK PERJALANAN HIDUP RASULULLAH SAW.

Perjalanan hidup Rasulaullah saw. yang kita temukan secara mutawatir dalam berbagai sumber bukanlah sesuatu yang bersifat kebetulan belaka. Segala hal yang terkait dengan kehidupan beliau adalah sebuah rencana besar dari Allah swt. yang serat dengan nilai-nilai pengajaran bagi seluruh manusia. Berikut akan kita lihat beberapa pelajaran dari perjalanan hidup Rasulullah saw.
Pertama, Muhammad secara harfiyah berarti orang yang terpuji. Karena memang, semenjak kecil Rasulullah saw. telah menunjukan sikap hidup yang sangat mulai dan terpuji. Bahkan, dalam riwayat diceritakan ketika nabi Muhammad hendak disusukan untuk pertama kalinya oleh ibu susunya Halimah, beliau menolak untuk menyusu ke susu yang sebelah kiri, karena susu tersebut adalah milik saudara sesusuannya yang telah menyusu sebelumnya yaitu Hamzah. Rasulullah saw. semenjak masih bayi ternyata telah menunjukan sikap hidup yang mulia. Dia tidak mau mengambil sesuatu yang bukan miliknya.
Kenapa bisa lahir seorang Muhammad (Manusia terpuji)? Mari kita lihat siapa ayah dan ibunya. Ayah beliau bernama Abdullah (hamba Allah). sesuai dengan namanya, Abdullah semasa hidupnya dikenal sebagi seorang yang shalih, jujur, dan sepanjang hidupnya tidak pernah ditemukan cacat dan keburukan. Dalam al-Qur’an, kata ‘Abd yang dinisbahkan kepada Allah selalu menunjukan kualitas manusia agung dengan separangkat sikap hidup yang mulia dan terpuji (lihat surat al-Furqan [25]: 63-75). Sementara ibunya bernama Aminah yang secara harfiyah berarti perempuan yang jujur dan terpercaya. Memang ibunda Rasulullah saw adalah wanita yang shalihah, jujur dan hidup dengan kemulian diri. Pertemuan Abdullah (hamba Allah) dan Aminah (perempuan yang jujur) pada akhirnya melahirkan Muhammad (manusia terpuji).
Begitulah isyarat Allah swt. kepada manusai bahwa tanaman dan buah yang baik akan lahir dari bibit yang baik pula. Oleh karena itulah, Allah memerintahkan manusia untuk memilih jodoh atas dasar pertimbangan iman, bukan kecantikan, kekayaan atau kedudukanya. Lihatlah firman Allah dalam surat al-Baqarah [2]: 221
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُولَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ وَيُبَيِّنُ ءَايَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
Artinya: “Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu'min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu'min lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”
Hari ini, agaknya karena sudah dipengaruhi pandangan dan sikap hidup yang materialistis, cenderung yang menjadi pertimbangan dalam mencari jodoh dalam masyarakat kita adalah harta dan kedudukan. Sementa itu, faktor agama atau keimanan sudah mulai diabaikan. Jika seorang anak gadis berkata kepada orang tuanya bahwa dia sudah punya pilahan pendamping hidup, kebanyakan orang tua selalu mengemukankan pertanyaan, “Apa Pekerjaanya?”. Jarang orang tua yang bertanya, “Apa agamanya, rajinkah dia shalatkah, dst”.
Teramat sering kita temukan di tengah masyarakan sebuah keluarga mengadakan pesta besar dan mewah, karena menantunya seorang dokter, perwira atau pengusaha. Akan tetapi, jarang kita lihat sebuah keluarga memiliki kebanggan yang ditampilkan dalam pesta perkawinan, jika menantunya orang yang biasa sekalipun laki-laki yang shalih, patuh dan taat beribadah.
Oleh karena itu, jangan heran jika kita teramat susah melahirkan genarasi yang shalih, baik, dan patuh. Karena kita tidak lagi mempertimbangkan unsur agama dan keshalihan dalam memilih jodoh dan pasangan hidup. Bibit yang baik saja belum tentu bisa melahirkan tumbuhan dan buah bagus, apalagi jika bibitnya sudah pasti rusaknya, mustahil tanaman yang baik akan tumbuh dan menghasilkan buah yang baik pula dikemudian hari.
Kedua, Nabi Muahmmahd saw. diasuh dan dibesarkan oleh ibu susunya yang bernama Halimah yang secara harfiyah berarti wanita yang santun, lembut dan sopan. Memang, Halimah adalah sosok wanita yang lemut dan santun, sebab dia berasal dari suku Bani Sa’idah yang sangat terkenal di kalangan masyarakat Arab jahiliyah sebagai suku yang ramah, santun dan fasih bahasanya.
Inilah salah satu hal yang menyebabkan nabi Muahmmad saw. menjadi mansuia yang santun dan memiliki kesopanan yang tinggi di kemudian hari. Asuhan dan didikan dari wanita yang santun sangat berpengaruh terhadap prilaku beliau di kemudin hari.
Inilah pelajaran berharga yang mesti kita ambil bahwa anak dan genarasi yang santun dan memiliki kesopanan serta kelemahlembutan, akan muncul jika anak tersebut diasuh oleh wanita yang ramah, santu, dan sopan pula. Jika seorang anak didik dan dibesarkan di lingkungan yang penuh kekerasan, sudah dipastikan watak yang keras dan kasarpun akan dimilikinya di kemudian hari.
Untuk masa sekarang ini, kita sangat khawatir dengan pendidikan anak-anak kita, terutama generasi Islam. Pandangan hidup yang sangat materialislit, bahwa ukuran kesuksesan itu harus diukur dengan seberapa banyak materi dan kekayaan yang dimiliki seseorang, sangat mempengaruhi pola pendidikan yang diterima anak-anak kita. Karena semua orang berlomba mengejar materi, akhirnya suami dan siteri mesti bekerja di luar rumah, pergi pagi pulang malam. Waktu berangkat anak belum bangun dari tidurnya, begitu pulang anak dijumpai sudah dalam kedaaan tidur lelap. Sehingga, komonikasi antara orang tua dan anak hanya lewat telpon saja. Setiap hari anak-anak tumbuh dan besar dengan pembantu. Bagaimana jadinya, jika para pembantu yang dipercayakan mengasuh anak-anak kita, hanya memiliki hubungan yang bersifat materialistis dengan kita. Dia sudah tentu tidak akan merasakan bahwa anak yang kita lahirkan dengan susah payah seperti anaknya sendiri. Sudah barang tentu, anak akan besar dengan caranya sendiri atau bahkan tumbuh dengan melewati serentetan drama kekerasan bersama pembantu yang kita tinggalkan.
Oleh karena itu, jangan heran jika anak-anak kita hari ini sangat susah diatur, pembangkang dan bahkan hidup dalam gelombang dosa dan kesesatan. Karena kita, para ibu tidak menyiapkan diri sebagai Halimah atau pengasuh yang santun dan sopan.
Tiga, Nabi Muahmmad saw. semenjak lahir sampai berumur enam tahun dibesarkan di sebuah perkampungan yang jauh dari pengaruh kehidupan kota yang sangat bobrok, hedonis dan sebagainya. Pertanyaan sederhana, mengapa nabi Muahammad saw. harus melewati masa kecilnya di kawasan perkampungan tidak di Makkah yang merupakan kota metropolis ketika itu?
Di antara hikmahnya adalah, bahwa anak-anak yang tumbuh dan besar di kota biasanya jauh lebih mandiri, lebih tangguh dibandingkan anak-anak yang besar diperkotaaan. Di perkotaan, fasilitas hidup sudah sangat lengkap sehingga, apapun yang diinginkan tinggal membelinya saja. Sementara di desa, fasilitas hidup sangat minim dan sederhana, sehingga ketika ingin sesuatu seorang harus mencarinya sendiri atau bahkan membuatnya sendiri. Misalnya, di perkampungan tidak ditemukan orang yang menjual layang-layang, sehingga untuk memperolehnya seorang anak harus mampu atau belajar cara membuatnya sendiri. Berbeda dengan di kota, hanya tinggal membelinya di tempat-tempat yang sudah disediakan untuk itu. Sehingga, fasilita yang lengkap membuat anak-anakyang dibesarkan di perkotaan menjadi manja, cengeng dan susah untuk mandiri. Bukankah di perkampungan itu, semenjak kecil nabi Muhammad sudah mengambalkan kambing?
Inilah pelajaran berharga bahwa anak semejak kecil harus diajar mendiri dan memiliki ketangguhan hidup dan tidak cengeng. Sekalipun, kita tidak mungkin harus mengirim anak ke desa seperti layaknya Nabi saw., namun subtansi kemandirian mesti kita terapkan kepada anak semanjak dini.
Alasan kedua kenapa nabi Muhammad saw. dibesarkan diperkampungan bahwa di perkampungan lingkungan masyarakatnya jauh lebih bersih dan lebih sehat dibandingkan perkotaan. Di perkampungan, masyarakatnya masih memiliki etika dan kesopanan yang tinggi. Sementara di kota, sudah menjadi pengetahuan umum bahwa lingkungannya sudah sangat rusak. Masyarakat sebagian besar hidup tanpa nilai dan aturan. Bukankah dengan mudah bisa kita jumpai bahwa sebagian besar anak-anak yang rusak baik akhlak dan pergaulannya adalah anak-anak yyang tumbuh dan besar di perkotaan.
Alasan ketiga, bahwa di pedesaan bahasa manusia masih murni, bersih dan belum terkontaminasi dengan pengaruh budaya luar. Sebab, salah satu karakter pedesaan adalah bahwa ia masih tertutup dengan pengaruh budaya luar. Sementara, kota dihuni oleh berbagai manusia dari berbagai jenis dan bangsa. Tentu akan terjadi pembauran budaya termasuk bahasa. Maka, bahasa diperkotaan adalah bahasa yang sudah rusak.
Dengan dibesarkan di pedesaan Arab, nabi Muhammad saw. akan mendapatkan bahasa yang paling fasih dan bersih dari pengrauh bahasa lain. Itulah kemudian yang membuat nabi Muhammad saw. memiliki kefasihan lidah dalam berbahasa. Bahkan, beliau pernah bersabda, “Saya adalah orang Arab yang paling fasih dalam bahasa Dhadh (bahasa Arab)”.
Empat, setelah berusia enam tahun Halimah menyerahkan nabi Muhammad saw. kepada ibunya Aminah. Namun, baru beberapa hari saja beliau bersama ibunya, Aminahpun meninggal dunia setelah sebelumnya ketika beliau masih berumur dua bulan di dalam kandungan, ayahnya Abdullah pun dipanggil Allah. Setelah ibunya meninggal, pengasuhan diambil alih oleh kakeknya Abdul Muthallib sampai beliau berumur delapan tahun. Sebeb, setelah dua tahun berada dalam pengasuhan kakeknya, Abdul Muthallib pun meninggal dunia.
Ada hal yang menarik untuk kita cermati, kenapa nabi Muhammad ketika berumur enam sampai delapan tahun diasuh oleh kekek beliau dan setelah dua tahun Allah pun mengambil kekaknya.
Umur enam sampai delapan tahun memang secara kejiwaan seorang anak akan sangat dekat dengan kakeknya dan seorang kakekpun sangat merindukan cucunya. Sebab, ketika berumur enam sampai delapan tahun seorang anak berada dalam taraf yang sedang asyik bermain dan bercanda, dan tentu seorang kakek dengan kondisinya yang sudah di akhir hayat sangat senang dan merasa terhibur dengan keadaan ini. Akan tetapi, lebih dari itu kebijksaan dan pengalaman hidup seorang kakek akan diceritakan kepada cucunya dalam bentuk pengajaran pada masa ini.
Oleh karena itu, dalam fase kehidupan manusia memang ada peran kakek yang mesti diberikan, yaitu ketika anak berumur enam sampai delapan tahun.
Lima, setelah Abdul Muthallib meninggal pengasuhan dilanjutkan oleh paman beliau Abu Thalib. Abu Thalib adalah seorang tokoh Quraisy yang sangat berwibawa dan dihormati, akan tetapi secara ekonomi memang Abu Thalib tidak seberuntung suadaranya yang lain. Dari sembikan paman nabi Muhammad saw, Abu Thalib adalah paman beliau yang paling miskin. Sementara yang paling kaya adalah Harits dan Abbas.
Pertanyaannya kemduian, kenapa nabi Muhammad saw. harus diasuh oleh pamannya yang paling miskin, bukannya paman beliau yang paling kaya?
Di antara jawabannya adalah, bahwa seorang anak tidak baik dibesarkan dengan tumpukan harta dan kekakayaan. Jika seorang anak dibesarkan dengan uang yang banyak, maka cenderung dia menjadi anak yang cengeng dan tidak bisa mandiri. Bahkan, anak yang dibesarbkan dengan uang banyak, akan mengakibatkan kerusakan mental adan akhlaknya.
Itulah pelajaran berharga dari kehidupan Rasululla saw, bahwa hendaklah kita membesarkan anak-anak kita dengan mengajarkannya arti dan hakikat kehidupan, janganlah seorang anak dimanja dengan fasilitas yang mewah dan tumpukan uang. Karena sekalipun dengan maksud kita menyayangi anak, namun cara seperti itu justu akan merusak dan menghancurkan anak kita sendiri.
Enam, setelah nabi Muhammad diangkat menjadi rasul dan berdakwah selama tiga belas tahun da Makkah, akan tetapi aktifitas beliau selalu mengalamai hambatan dan tantangan kalau tidak akan dikatakan memperoleh kegagalan. Akhirnya, Rasulullah saw. hijrah, berpindah ke Madinah dan akhirnya dalam waktu sepuluh tahun beliau berhasil mencapai maksud mangajak manusia beriman dengan kesuksesan yang gemilang.
Kenapa nabi harus berpindah dari Makkah ke Madinah? Sebab, Makkah bukanlah lingkungan dan tempat yang kondusif untuk menjadikan nabi Muhammad saw sukses. Inilah pelajaran berharga dari perjalanan hidup Rasulullah saw. bahwa mestilah kita selau berpindah dari lingkungan yang tidak baik menuju lingkungan yang bagus dan kondusif untuk menunjang kesuksesan kita. Sebab, lingkungan adalah hal yang besar pengaruhnya terhadap seseorang. Sekaligus, lingkungan sangat menentukan dan mendukung kesukesesan seorang dalam mencapai maksud dan tujuannya.

2 komentar:

rizal mengatakan...

ijin copast,,buat sobat
Jazzakallahu khoir

Ived mengatakan...

Izin share ya.