Nabi Musa Berjuang
Dalam surat al-Qashash [28]: 3-40, Allah swt menceritakan kisah nabi Musa. as mulai dari dia dilahirkan, dibesarkan di lingkungan istana Fir’aun, tumbuh dewasa, kemudian terusir dan melarikan diri dari istana Fir’aun, hingga sampai di negeri Madyan. Di negeri Madyan dia bertemu dengan sekelompok orang yang hendak mengambil air minum, namun sumber mata airnya terhalang batu Besar. Musa as. kemudian membantu mereka mengangkat batu tersebut, sehingga masyarakat berbondong-bondong mengambil air.
Ketika itu, nabi Musa melihat dua orang perempuan yang juga ikut berdesakan dengan para lelaki untuk mengambil air munum mereka dan untuk ternak mereka. Musa pun membantu keduanya, hingga tanpa susah payah mereka berhasil mendapatkan air. Kedua perempuan yang ditolong Musa adalah anak dari tokoh masyarakat Madyan, yaitu nabi Syu’aib. Melalui keduanya nabi Musa bertemu dengan nabi Syu’aib as. yang akhirnya nabi Syu’aib menjadikan Musa murid, pegawai, sekaligus menjadikannya menantu.
Setelah belajar kepada nabi Syu’aib selama sepuluh tahun, maka Musapun kembali ke kampung halamannya untuk menghadapi kezaliman Fir’aun terhadap bangsa dan kaumnya. Dengan kemampuan dan kecakapan yang didapatkannya dari hasil belajar dan pengalamannya, Musa akhirnya berhasil mengalahkan Fir’aun baik secara logika maupun kemampuan fisik. Akhirnya, Musa menang dalam memperjuangkan kebenaran dan Fir’aunpun binasa karena kezalimannya.
Ada beberapa hal yang menarik untuk dicermati dari kisah perjalanan Musa as. mencari ilmu, hingga dia kembali dan berhasil menumbangkan keangkuhan dan keangkaramurkaan Fir’uan.
Pertama, Musa pergi karena harapan kaumnya. Di mana, ketika dia tanpa sengaja membunuh orang Qibti saat hendak melerai perkelahian antara laki-laki dari bani Israel dan salah seorang bangsa Fir’aun, dia diancam akan dibunuh oleh kaum Fir’aun termasuk Fir’uan sendiri. Bahkan, Fir’aun sangat murka terhadap apa yang telah dilakukan Musa terhadap salah seorang bangsanya.
Di lain pihak, bani Israel telah melihat tanda-tanda kebesaran dalam diri Musa as. Mereka berharap suatu saat Musa akan menjadi pahlawan mereka, sekaligus akan menyelamatkan mereka dari penindasan dan kezaliman Fir’aun. Oleh karena itulah, kaumnya menyuruh Musa untuk meninggalkan kampung halaman dan pergi ke negeri lain. Tujuannya agar Musa mencari bekal kekuatan dan ilmu untuk bisa menghadapi dan mengalahkan kekuatan dan kemampuan Fir’aun. Nasehat kaumnya itu disebutkan dalam surat al-Qashash [28]: 20
وَجَاءَ رَجُلٌ مِنْ أَقْصَى الْمَدِينَةِ يَسْعَى قَالَ يَامُوسَى إِنَّ الْمَلَأَ يَأْتَمِرُونَ بِكَ لِيَقْتُلُوكَ فَاخْرُجْ إِنِّي لَكَ مِنَ النَّاصِحِينَ
Artinya: “Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota bergegas-gegas seraya berkata: "Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu untuk membunuhmu, sebab itu keluarlah (dari kota ini) sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasehat kepadamu".
Begitulah juga yang terjadi pada setiap manusia. Semestinya manusia beranjak dulu meninggalkan kampung halamannya untuk mencari bekal kekuatan dan kekampuan serta ilmu yang akan menjadi bekal baginya menghadapi tantangan hidup dan kesulitannya. Kita bisa belajar dari sejarah hidup orang-orang besar dan sukses. Di mana tidak ada satupun yang tidak pergi meninggalkan kampung halamannya. Bukankah, Rasulullah saw. mendapatkan kesukesan dan mampu menghadapi serta mengalahkan Abu Jahal dan para tokoh Quraisy terkemuka setelah beliau pindah ke Madinah dan meninggalkan Makkah sebagai kampung kelahiran beliau?
Kedua, Musa ketika pergi meninggalkan kaum dan kampungnya, dia tidak lagi menoleh ke belakang (bertawajjuh), bahkan tidak kembali sebelum mendapatkan apa yang dicarinya dan mampu menghadapi kekuatan Fir’aun. Begitulah yang disebutkan dalam ayat 22
وَلَمَّا تَوَجَّهَ تِلْقَاءَ مَدْيَنَ قَالَ عَسَى رَبِّي أَنْ يَهْدِيَنِي سَوَاءَ السَّبِيلِ
Artinya: “Dan tatkala ia menghadap kejurusan negeri Mad-yan ia berdo`a (lagi): "Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar".
Begitulah hendaknya manusia dalam mencari bekal kehidupan, seperti belajar mencari ilmu. Hendaklah manusia bertawajjuh dan jangan menoleh ke belakang. Janganlah seseorang ketika pergi mencari bekal kehidupan seperti belajar, memikirkan apa yang tinggal di rumah atau di kampungnya. Hendaklah dia fokus memikirkan dan konsentrasi mengahadapi pelajaran demi mencari bekal dan kekuatan hidup. Jika seseorang masih memikirkan apa yang tinggal, baik orang tua, taman, harta dan sebaignya tentulah dia tidak akan konsentrasi dalam mengahadapi pelajaran dan tentu fikiranya akan terusik dan ingin cepat kembali, yang pada akhirnya maksud dan apa yang hendak didapat dan dicarinya tidak akan tercapai.
Ketiga, perlihatkanlah kemampuan dan sikill yang dimiliki, seperti Musa mengangkat batu ketika melihat penduduk Madyan kesulitan dalam mengangkat batu. Kemampuan dan kekuatan Musa juga diperlihatkanya ketika membantu dua orang perempuan untuk mengambil air minum bagi ternak mereka. Seperti yang disebutkan dalam ayat 23
وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ امْرَأتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاءُ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ
Artinya: “Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: "Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?" Kedua wanita itu menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya".
Begitulah hendaknya seorang siswa yang sedang belajar. Ketika kita berada di suatu lembaga pendidikan seperti sekolah dan sebagainya, hendaklah masing-masing kita memperlihatkan kemampuan dan skill yang dimiliki. Sebab, dengan demikian kita akan diperhitungkan dan lembagapun akan dengan mudah menyalurkan serta memfasilitasi kemampuan dan hobi yang kita miliki.
Keempat, hendaklah dalam belajar seseorang mencari skill, kecakapan namun, juga mesti dibarengi dengan kejujuran. Sebab, sikll dan kejujuran adalah modal untuk memperoleh keseksesan hidup. Kenapa nabi Musa di jadikan pegawai dan bahkan menantu oleh nabi Syu’aib as? Karena Musa memiliki kecakapan serta kejujuran. Begitulah yang disebutkan dalam ayat 26
قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَاأَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ
Artinya: “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya".
Begitulah hikmah yang bisa dipetik dari perjalanan Musa as. mencari bekal kehidupan. Semoga bisa kita ikuti selama kita menjalani proses belajars. Amin
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar