Kiat Agar Diterima Semua Orang
Manusia dikenal sebagai makhluk sosial atau makhluk yang suka dan cenderung hidup secara berkelompok dan membangun kebersamaan. Bahkan, isyarat ini disebutkan Allah dalam wahyu yang pertama kali diturunkan, surat al-‘Alaq [96]: 2, yang menyatakan bahwa manusia diciptakan dari ‘Alaq. ‘Alaq secara harfiyah artinya sesuatu yang menggantung. Hal itu mengisyaratkan bahwa semenjak awal penciptaannya, manusia adalah makhluk yang memiliki ketergantungan kepada pihak lain, disebabkan kelemahan manusia itu sendiri. Tidak ada satupun manusia yang mampu memenuhi kebutuhan dan keinginannya, tanpa bantuan dan keikutsertaan pihak lain. Oleh karena itulah, manusia dalam kehidupannya memiliki kecendrungan untuk hidup secara bersama dan berkelompok.
Walaupun semua manusia memiliki kecendrungan untuk membangun kelompok, hidup secara bersama, akan tetapi tidak semua manusia mampu menempatkan diri di tengah komunitsnya dengan baik. Banyak orang yang tidak diterima dengan baik, bahkan terkadang ditolak oleh komunitas tempat dia berada. Sehingga, al-Qur’an pun mengajarkan kepada manusia, tentang kiat atau strategi agar bisa diterima orang lain dengan baik. Ajaran tersebut disebutkan dalam surat ali ‘Imran [3]: 159
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma`afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
Ayat ini turun setelah perang Uhud, di mana ketika itu umat Islam menderita kekalahan yang amat menyakitkan. Betapa tidak, saat kemenangan besar sudah berada di depan mata umat Islam. Akan tetapi, para sahabat yang merupakan pasukan pemanah dan ditugaskan menjaga pos di puncak bukit uhud melupakan pesan Rasullah saw. Mereka tergiur melihat harta rampasan yang telah ditinggal oleh pasukan Quraisy. Akhirnya, mereka lari mengejar harta rampasan itu dan meninggalkan pos mereka, yang sebelumnya dilarang Rasulullah untuk ditinggalkan walau apapun yang terjadi. Maka, kemenangan yang sudah di depan mata, tiba-tiba berobah menjadi kekalahan, karena pasukan musuh menguasai pos pemanah yang telah ditinggalkan dan menghujani pasukan Islam dari atas bukit itu. Rasulullah pun menglami luka serius da kepala dan kaki beliau.
Secara manusiawi, tentulah Rasulullah berhak marah kepada para bawahannya para sahabat yang tidak patuh kepada perintah beliau. Akan tetapi, Allah swt, menurunkan ayat ini untuk mengajarkan kepada beliau tentang sikap terbaik yang mesti beliau ambil. Sehingga, Rasulullah tetap diterima oleh para sahabat dan mereka tidak lari dan kecewa dengan sikap beliau serta tidak meninggalkan beliau.
Dalam ayat di atas, terdapat pelajaran tentang kiat agar diterima orang lain dengan baik. Kiat itu adalah; Pertama, hendaklah selalu berkata lembut dan berlaku sopan. Bahkan, ketika berhadapan dengan orang-orang yang tidak disenangi sekalipun. Sikap lemah lembut inilah yang menjadi modal utama seseorang bisa diterima oleh orang lain. Bahkan, seorang yang kasar dan bengispun, jika dihadapi dengan lembut dan santun tentulah nuraninya akan terketuk. Begitulah ajaran yang juga dipesankan Allah kepada nabi Musa dan Harun as. ketika hendak berdakwah kepada Fir’aun. Seperti disebutkan dalam surat Thaha [20]: 43-44
اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى(43)فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى(44)
Artinya: “Pergilah kamu berdua kepada Fir`aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas (43). Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut" (44).”
Kedua, selalu memberi maaf atas kesalahan orang lain. Maaf secara harfiyah berarti menghapus. Sehingga, orang yang pemaaf adalah orang yang selalu menghapus setiap kejahatan dan kesalahan orang lain kepadanya. Dalam dirinya tidak ada sikap dendam dan sakit hati.
Jika sikap pemaaf bersemayam di dalam hati seseorang, maka orang-orang yang sebulumnya melakukan kesalahan dan dosa terhadapnya, lambat laun tentu akan merasa malu dan segan kepadanya. Akhirnya, dia akan menjadi orang yang disegani dan dihormati. Begitulah, sikap pemaaf mengantarkan seseorang untuk diterima dengan baik oleh orang lain.
Ketiga, sikap membalas kejahatan dengan kebaikan yang salah satu wujudnya adalah memintakan ampun atas kesalahan orang lain terhadapnya kepada Allah. Jika seseorang berbuat dosa dan kejahatan kepada dirinya, di samping tidak ada rasa dendam dan sakit hati, dia juga mendo’akan para pelaku kejahatan itu agar diampuni Allah. Inilah salah satu sikap yang pernah ditunjukan oleh Rasulullah saw. terhadap panduduk Thaif yang menyakiti dan melukai beliau. Ketika, malaikat menawarkan diri hendak membinasakan mereka, Rasuullah melarangnya sambil mendo’akan mereka agar diampuni dan diberi petunjuk. Bukankah sikap ini juga yang kemudian menjadikan Rasulullah sukses, diterima, dan dihormati semua manusia.
Keempat, selalu bermusyawah dan berdiskusi dengan orang lain ketika hendak mengambil sebuah keputusan. Dengan musyawarah, seseorang akan belajar bagaimana mendengar dan menerima pendapat orang lain. Bukankah seorang yang otoriter, selalu mau menang sendiri serta tidak pernah mau mendengarkan saran dan pendapat orang lian, akan dijauhi dari pergaulan masyarakatnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar