Jumat, 01 Agustus 2008

Orang Tua Ideal

Orang Tua Ideal
Dalam surat [84]: 19, Allah swt berfirman;
لَتَرْكَبُنَّ طَبَقًا عَنْ طَبَقٍ
Artinya: “Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan)”
Ayat di atas menegaskan bahwa setiap manusia secara pasti akan melewati beberapa fase dalam kehidupanya. Mulai dari bayi, anak-anak, dewasa, menjadi orang tua, menjadi nenek, dan akhirnya mati meninggalkan dunia ini untuk kemudian melewati pula fase-fase kehidupan di alam akhirat.
Salah satu fase yang mesti ditempuh manusia adalah menjadi orang tua. Al-Qur’an telah memberikan isyarat dan tuntunannya kepada manusia tentang bagaimana dia menjadi orang tua yang ideal. Setidaknya di dalam al-Qur’an terdapat empat surat yang memberikan petunjuk tentang tipe orang tua yang ideal.
1. Surat an-Naml [27]: 18-19
حَتَّى إِذَا أَتَوْا عَلَى وَادِ النَّمْلِ قَالَتْ نَمْلَةٌ يَاأَيُّهَا النَّمْلُ ادْخُلُوا مَسَاكِنَكُمْ لَا يَحْطِمَنَّكُمْ سُلَيْمَانُ وَجُنُودُهُ وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ(18)فَتَبَسَّمَ ضَاحِكًا مِنْ قَوْلِهَا وَقَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ(19)
Artinya: “Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari"; (18). Maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdo`a: "Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri ni`mat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh" (19).
Ayat di atas menceritakan tentang nabi Sulaiman dan bala tentaranya dari kalangan manusia, jin dan binatang ketika berjalan melintasi sebuah kawasan, hingga sampai di sebuh lembah yang disebut dengan lembah semut. Di lembah tersebut, terdapatlah sekelompok semut yang dipimpin oleh seorang ratunya. Melihat kedatangan Sulaiman dan bala tentaranya, maka ratu semut berteriak kepada seluruh anak-anaknya agar bersembunyi dan memasuki sarang mereka.
Melihat sikap ratu semut dan mendengar pembicaraannya, maka sulaiman tersenyum dan tertawa sambil berdo’a, “Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri ni`mat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku…”.
Hal yang sangat menarik dari kisah Sulaiman di lembah semut tersebut adalah, bahwa ketika melihat sikap seekor ratu semut dan mendengar perkataaan ratu semut, Sulaiman as. langsung teringat kedua ibu bapaknya. Apa hubungan ratu semut dengan orang tua?
Ternyata, jika diperhatikan sikap ratu semut dalam menghadapi anak-anaknya, maka di sana akan diperoleh pelajaran berharga betapa ratu semut adalah tipe orang tua yang sangat ideal yang semestinya diteladani setiap orang tua.
Pertama, ratu semut adalah pemimpin dalam rumah tangga semut. Biasanya sang ratu adalah semut yang berbadan paling besar dan memiliki sayap. Jika ia berjalan beriringan, maka yang paling di depan adalah sang ratu. Akan tetapi, jika ada musuh yang akan menyakiti atau membinasakan mereka, maka sang ratu biasanya paling terakhir lari dan menyelamatkan diri.
Begitulah sikap yang dicontohkan ratu semut, yaitu keteladanan dan pengayoman. Ia mampu menunjukan sikap-sikap terpuji kepada anak-anaknya, sehingga semua anak dan anggotanya patuh dan mengikuti segala perintahnya. Sebab, semua anak dan anggotanya tidak memiliki celah untuk mengkritik atau untuk tidak mentaati perintahnya.
Seorang orang tua juga semestinya mampu memberikan contoh dan keteladanan kepada anak-anaknya. Sehingga, anak-anak juga tidak memiliki peluang untuk mengkritiknya. Jika seorang ayah memerintahkan anaknya shalat, maka terlebih dahlu dia harus mencontohkan shalat. Jika seorang ayah melarang anaknya berjudi, maka jangan pernah mendekati arena perjudian. Dengan demikian, semua anak akan mematuhi perintahnya, karena tidak menemukan celah untuk membantah apalagi membangkang kepadanya.
Kedua, seekor ratu semut mampu menanamkan nilai kebersamaan kepada seluruh anaknya. Semut adalah binatang yang hidup berkelompok dan bersama serta selalu bekerjasama. Semut adalah binatang yang tidak hidup dengan pola kesendirian atau individualisme. Semut menyadari akan kondisinya yang kecil dan lemah. Namun, kebersamaan dan kerjasama membuatnya menjadi binatang yang tidak bisa dipandang remah. Seekor gajahpun, jika diserang semut secara bersama akan mati mengenaskan. Semut, dengan kersamaannya sekalipun fisiknya kecil, namun bisa membuat onggokan sebesar bukit
Begitulah hebatnya pola kehidupan semut yang suka dengan kebersamaan dan saling membantu. Gaya hidup seperti ini adalah hasil didikan sang ratu. Tentu saja, sikap hidup seperti ini mesti dicontoh oleh setiap orang dalam mendidik dan menanamkan nilai-nilai kebersamaan kepada anak-anaknya.
Ketiga, ratu semut mampu menciptaan hidup damai dengan sesama anak-anaknya. Mereka tidak pernah bertengkar atau berkelahi. Coba lihat! Sekelompok semut yang sedang menarik makanan. Pernahkah mereka menariknya ke arah yang berlawanan satu sama lain? Sekelompok semut tidak pernah bertengkar dalam memperebutkan sesuatu. Bahkan, mereka saling memberitahu jika memperoleh sesuatu. Dan ketika menarik makanan ke dalam lobang atau sarang, mereka menunjukan pola kebersamaan. Jika yang satu menarik, maka yang lain mendorong, begitupun sebaliknya.
Begitulah pola kerukunan hidup yang perlu dicontoh manusia dari keberhasilan seekor ratu semut dalam mendidik semua anaknya. Lebih baik anak banyak akur, daripada anak dua namun selelu bertengkar dan berkelahi.
Bentuk kebersamaan dan keakuran lain yang ditunjukan semut adalah bahwa mereka selalu bertegur sapa dan bersalaman ketika bertemu dengan lain. Bahkan, saking akrabnya mereka saling cium pipi antara satu dengan yang lain. Menurut hasil pengamatan, cium pipi yang dicontohkan semut adalah cium pipi keakraban. Di mana, mereka memulainya dari pipi kiri kemudian pipi kanan. Sama halnya dengan thawaf yang juga di mulai dari kiri ka’bah, sebagai wujud kedekatan dan larut dengan Allah.
Begitulah kesuksesan ratu semut dalam menanamkan sikap mulia kepada anak-anaknya, yang juga mesti dicontoh manusia. Hendaklah mereka ketika bertemu dengan yang lain, saling tegur sapa dan memberi salam. Terlepas, apakah dia orang yang kita kenal atau bukan. Itulah peran orang tua dalam memberikan pendidikan kepada seluruh anaknya.
Keempat, ratu semut berhasil menanamkan kepada seluruh anaknya pola hidup yang kreatif dan selalu bergerak. Semut adalah binatang yang tidak kenal lelah, suka bermalasan dan berpangku tangan. Tidak akan ditemui seekor semut yang tidur pulas, apalagi dalam waktu yang lama. Begitulah sikap hidup yang mesti dicontoh setiap manusia. Janganlah manusia yang diberi akal dan fisik yang kuat menyia-nyiakan anugerah Allah tersebut. Hendaklah manusia menghargai setiap detik waktu yang dilaluinya dan setiap kesempatan yang datang kepadanya. Sebab, apa yang telah berlalu darinya berupa waktu dan kesempatan, tidak akan pernah lagi kembali sampai hari kiamat.
Kelima, ratu semut berhasil menamkan kepada anaknya untuk selalu memikirkan dan mempersiapkan hari esok. Semut adalah binatang yang suka menumpuk makanan, bahkan dalam jumlah yang sangat banyak melebihi kebutuhannya. Semut selau memikirkan segala kemungkinan yang akan terjadi hari esok. Ia menumpuk makanan mungkin dengan keyakinan, bahwa hari esok bisa saja kendisinya lebih buruk dari hari ini. Jika kemudian ia berada dalam kondisi kurang menguntungkan, setidaknya ia tidak akan mati kelaparan bersama keluarganya. Begitulah pola hidup yang juga mesti dicontoh manusia. Yaitu memperhitungkan segala kemungkinan buruk yang akan terjadi hari esok, dan melakukan persiapan menghadapinya. Itulah yang dipesankan Allah swt. dalam surat al-Hasyar [59]: 18
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Keenam, semut adalah biantang yang kuat, karena seekor semut mampu menarik baban sebesar sepuluh kali berat bobot badannya. Hal itu tentu juga mesti menjadi contoh bagai manusia terutama umat Islam. Seorang mukmin mestilah kuat baik fisik, akal maupun rohani. Bukankah Rasulullah saw. pernah bersabda bahwa “seorang mukmin yang kuat lebih utama dan dicintai Allah dibandingkan mukmin yang lemah”.
Tentu saja, kekuatan fisk ini didapatkan manusia dari kedua orang tuanya terutama seorang ibu. Mulai dari pemberian ASI oleh ibu, pemenuhan gizi, biaya pendidikan dan seterusnya. Bagaimana mungkin seorang anak akan kuat secara fisik, mental maupun spiritual jika kedua orang tua tidak mampu memberikan nafkah yang cukup.
Ketujuh, semut adalah binatang yang sangat informatif, suka berbagi dan tidak rakus serta suka menang sendiri. Jika seekor semut menemukan makanan, maka dengan cepat ia akan menyebarkan berita tersebut kapada yang lain. Sehingga, dalam waktu yang pendek dan cepat segerombolan semut telah berkumpul untuk membawa makanan yang ditemukan saudara mereka. Seekor semut tidak memiliki sikap rakus dan mau kenyang sendiri. Ia dengan senang hati akan berbagi dengan saudaranya yang lain.
Itulah sikap hidup yang semestinya dicontoh manusia dari semut. Janganlah manusia rakus dan punya sikap tidak mau berbagi dengan saudaranya yang lain, yang juga sama membutuhkan. Bukankah dalam banyak ayat-Nya, Allah swt. mencela manusia yang bersikap kikir dan rakus? Itulah salah satu bentuk pendidikan yang mesti diberikan para orang tua kepada seluruh anak-anaknya. Menjauhkan diri dari sikap rakus, tamak, egois, mau menang sendiri, kikir dan sebagainya.
Kedelapan, semut adalah binatang yang suka hidup teratur dan disiplin. Coba perhatikan jika sekelompok semut sedang berjalan. Yang terlihat adalah keteraturan dan kedisiplinan yang tinggi. Segerombolan semut akan berjalan dengan teratur, antri, tidak saling mendahului apalagi saling injak satu sama lain.
Jika semut bisa hidup terarur, disiplin serta patuh pada aturan, lalu kanapa manusia yang berakal tidak bisa diatur dan selalu melanggar aturan dan yang lebih buruk lagi manusia seringkali “memotong langkah” saudaranya bahkan menginjak yang lain supaya keinginannya terpenuhi lebih dahulu. Jika demikian, tentulah lebih mulia sikap hidup semut bila dibandingkan manusia yang berakal. Inilah pola pendidikan yang semestinya dicontoh oleh semua orang tua, yaitu penanama nilai-nilai kedisiplinan kepada seluruh anak mereka.
Kesembilan, semut adalah binatang yang menghargai kehidupan, serta mencintai anak-anaknya melebihi harta dan nyawanya sendiri. Coba lihat! Jika sarang semut dirusak, maka semua mereka akan berlarian sambil membawa dan menyelamatkan telur yang ada. Semut tidak akan peduli dengan harta dan kekayaannya, ketika kondisi berbahaya. Anak-anak dan keluarga, lebih utama untuk diselamatkan dari harta benda dan kekayaan, bahkan dari keselamatan diri sendiri.
Jika semut saja lebih mengutamakan keselamatan anak-anaknya dari harta dan jiwanya, lalu kenapa ada sebagian orang tua yang rela mengorbankan anak mereka demi kebaikan mereka sendiri? Atau kenapa ada sebagian orang tua yang tega membunuh anak mereka sendiri atau membuangnya di dalam tong sampah dan sebagainya. Sungguh, semut dalam hal ini patut dijadikan pelajaran hidup.
Begitulah sikap-sikap terpuji dari kehidupan semut yang mestinya menjadi contoh dan pelajaran bagi manusia, terutama para orang tua dalam mendidik anak-anak mereka. Alangkah buruknya, jika manusia yang memiliki akal, pola kehidupannya lebih rendah dari yang dicontohkan semut.
2. Surat Al-Kahfi (18): 82
وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ذَلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا
Artinya: “Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya".”
Rangkaian ayat di atas menceritakan kisah nabi Musa as. belajar kepada nabi hamba Allah swt. yang konon bernama nabi Khidr as. Setelah bertemu dengan nabi Khidr, Musa pun mengemukan niatnya untuk berguru kepadanya seperti yang direkam dalam kisah berikut, “Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?"(66). Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku (67). Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?"(68). Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun."(69). Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu (70). Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?" Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar (71). Dia (Khidhr) berkata: "Bukankah aku telah berkata: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku (72). Musa berkata: "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku (73). Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: "Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar (74). Khidhr berkata: "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?"(75). Musa berkata: "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku."(76). Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu."(77). Khidhr berkata: "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; kelak akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.” (78)”.
Khdir pun menjelaskan hikmah dari semua yang telah dilakukannya yang Musa as. tidak bisa bersabar terhadapnya.“…Adapun dinding rumah (yang saya perbaiki itu) adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh…”.
Begitulah gambaran orang tua yang ideal, di mana kebaikan dan kesalehannya ketika hidup di dunia dinikmati oleh anak cucu dan keturunannya setelah kematiannya. Semua orang merasa segan dan hormat kepada anak cucunya, karena mengingat kebaikannya. Jangan hendaknya beban dosa dan kesalahan orang tua, anak-anak mereka yang menanggung bebannya. Sehingga, kalaupun anak cucunya orang yang baik, namun karena teringat orang tuanya yang jahat, orang lain akan tetap membencinya.
Betapa banyak anak yang harus menarik diri dari pergaulan dan masyarakatnya, karena malu dengan ejekan orang lain, bahwa ayah mereka adalah seorang koruptor. Betapa banyak anak yang terusir dari kampung kelahiran mereka, akibat dosa bapaknya yang tirani ketika berkusa di negaranya, dan seterusnya.
3. Surat al-Baqarah (2); 133
أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ ءَابَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
Artinya: “Adakah kamu hadir ketika Ya`qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" Mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya."
Ayat di atas menceritakan nabi Ya’kub as. yang mengumpulkan seluruh anaknya ketika akan menghadapi kematian. Nabi Ya’kub as. berkata kepada anaknya dengan mengajukan sebuah pertanyaaan “Apa yang akan kalian sembah setelah kematianku nanti?”.
Begitulah gambaran orang tua ideal yang semestinya lebih mencemaskan agama anak-anak mereka ketika akan mati. Seringkali orang tua mencemaskan kehidupan anaknya setelah kematiannya hanya persoalan makan mereka. Betepa banyak orang tua yang bersedia menghabiskan uang yang banyak untuk mendatangkan guru les matematika, fisiska, Bahasa Inggris, dan seterusnya. Namun, jarang orang tua yang bersedia membayar mahal guru mengaji dan mendatangkannya ke rumah. Alangkah jauhnya kita dari gambaran orang tua ynag ideal seperti yang dituntunkan al-Qur’an
3. Surat Luqman [31]: 12-19.
Rangkaian ayat-ayat tersebut menggambarkan sosok Luqman, seorang ayah yang bijaksana. Dikisahkan, bahwa setiap hari Luqman selalu menyediakan waktunya untuk bercengkrama dengan anak-anaknya. Waktu itu juga dipergunakan oleh Luqman untuk memberikan nasehat dan pengajaran kepada anak-anaknya. Dalam ayat di atas, disebutkan delapan nasehat Luqman kepada anak-anaknya dalam sebuah pertemuan.
Begitulah gambaran orang tua ideal yang digambarkan oleh Luqman. Semestinya setiap orang tua menyediakan waktu untuk berkumpul dengan anak-anak, sekaligus untuk berdiskusi dan memberikan nasehat serta pengajaran. Inilah hal yang sudah mulai langka dilakukan oleh orang tua, terutama di daerah perkotaan. Hal itu disebabkan standar kesuksesan hidup yang ditetapkan oleh masyarakat dewasa ini. Sekarang standar kesuksesan hidup adalah seberapa banyak materi yang berhasil dikumpulkan. Jika saja seseorang memiliki rumah mewah, mobil berjejer dan seterusnya, maka itulah orang yang sukses.
Sehingga, satandar yang demikian menuntut semua orang harus bekerja mengumpulkan harta dan materi sebanyak-banyaknya. Akibatnya, suami harus bekerja dari pagi sampai malam, isteri juga bekerja dari pagi sampai malam. Dampaknya, anak ditinggalkan tanpa mendapatkan perhatian, mereka cukup ditinggalkan sejumlah uang ketika akan berangkat kerja. Akhirnya, anak mencari perhatian di luar rumah dan akhirnya terjerumus ke dalam pergaulan yang tidak sehat. Oleh karena itu, tidaklah salah kalau hari ini anak-anak remaja sangat nakal dan susah diatur, bahkan cenderung menjadi pembangkang.
Jika saja semua orang mencontoh Luqman dalam mendidik anak, tentulah akan muncul anak-anak yang patuh, sopan dan berakhlak mulia. Semoga semua gambaran orang tua di atas,bisa kita contoh dan ikuti dalam mendidik anak-anak kita. Amin.

Tidak ada komentar: