Senin, 28 Juli 2008

Kesuksesan Atau Kegagalan?

Kesuksesan Atau Kegagalan?
Alah swt. telah memberikan petunjuk kepada manusia untuk memilih salah satu dari dua jalan. Jalan kebaikan atau jalan kejahatan, jalan kebahagiaan atau kesengsaraan, jalan keberuntungan atau kerugian, jalan kesuksesan atau kegagalan dan seterusnya. Begitulah yang ditegaskan Allah dalam surat al-Balad [90]: 10
وَهَدَيْنَاهُ النَّجْدَيْنِ
Artinya: “Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.”
Dengan demikian, kesuksesan dan kegagalan adalah salah satu dari dua jalan yang mesti dipilih dan ditempuh manusia. Untuk menjadi sukses dan berhasil manusia harus mengikuti jalannya, dan otomatis ketika itu dia meninggalkan jalan menuju kegagalan. Namun, sebaliknya, jika seseorang meninggalkan jalan menuju sukses, maka berarti dia sedang menuju gerbang kegagalan. Kita akan mencoba melihat jalan menju kesuksesan tersebut, yang jika ditinggalkan manusia berarti dia sedang menuju jalan kegagagalan.
Di dalam al-Qur’an kata sukses, berhasil, menang atau beruntung disebutkan dengan dua istilah; pertama fauzun dan orangnya disebut fâizun, kedua, falah dan orangnya disebut muflihun. Ada beberapa petunjuk Allah di dalam al-Qur’an tentang hal-hal yang akan membuat seseorang berhasil, sukses, atau beruntung. Di antaranya adalah;
Pertama, seseorang harus memiliki kemampuan mengatur dan membagi waktunya dengan baik. Hal itu seperti disebutkan dalam surat al-Jumu’ah [62]: 10
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya : “Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
Dalam ayat di atas, Allah swt. memberikan peringatan kepada manusia agar melaksanakan shalat, setelah itu bertebaran mencari karunia-Nya, kemudian berzikir kepada-Nya dan seterusnya sehingga muaranya adalah keberhasilan atau kesuksesan. Hendaklah seseorang membagi waktunya dengan sebaik dan secermat mungkin, seperti waktu bekerja, waktu istirahat, waktu bermain, waktu belajar dan seterusnya. Kemudian, aturan yang dia buat sendiri mestilah dipatuhi. Bahkan, kalau perlu dia memberi sanksi kepada dirinya sendiri akibat pelanggarannya terhadap aturan waktu yang dia buat sendiri.
Kedua, hendaklah seseorang sungguh-sungguh dan tekun melaksanakan suatu kegiatan atau pekerjaan yang sedang dihadapinya. Begitulah kesan yang diperoleh dari penggunaan kata intasyirû (bertebaranlah kamu) dan ibtaghû (carilah olehmu), yang diungkapkan dalam bentuk kata kerja yang berarti kesungguhan dengan timbangan ifta’ala (mazid bi harfaini/ tambahan dua huruf; alif dan ta). Perintah Allah untuk sungguh-sungguh melakukan suatu hal, sehingga bermuara kepada kesuksesan juga ditegaskan dalam surat al-Ma’idah [5]: 35
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.”
Ketiga, mestilah seseorang selalu hijrah (berpindah ke arah yang lebih baik) untuk memcapai kesuksesan. Jika seseorang tidak sukses dalam satu cara, maka carilah cara yang lain. Jika seseorang berada dalam lingkungan yang kurang bagus dan pergaulan yang kurang sehat, maka carilah lingkungan dan pergaulan lain yang lebih baik. Jika seseorang tidak sukses pada suatu tempat, maka carilah tempat yang lain, begitulah seterusnya. Seperti halnya yang disebutkan Allah dalam surat at-Taubah [9]: 20
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ
Artinya: “Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.”
Hijrah dalam artian selalu melakukan perubahan ke arah yang lebih baik adalah penting dilakukan manusia, bukan hanya bertujuan mencapai kesuksesan, namun juga bisa membuat susana lebih segar dan menumbuhkan gairah serta semangat untuk berbuat dan bekerja. Rasulullah saw. baru memperoleh kesuksesan dan kemenangan dalam mengemban risalahnya, setelah melakukan hijrah dari masyarakat yang kurang baik, menuju masyarakat yang bagus dan kundusif.
Keempat, mestilah seseorang memiliki kesabaran atau kemampuan menahan. Sebab, suatu perkerjaan baik sekecil apapun, pastilah memiliki rintangan, hambatan, tantangan dan godaan. Syaithan tidak akan pernah membiarkan manusia menuju dan mencapai kebaikan. Sekuat tenaga dan segenap kemampuannya akan dikerahkan, demi menggagalkan usaha manusia tersebut. Dalam menghadapi berbagai macam tantangan dan godaan itulah diperlukan kesabaran atau kemampuan menahan diri. Begitulah yang disebutkan Allah dalam surat al-Mu’minun [23]: 111

إِنِّي جَزَيْتُهُمُ الْيَوْمَ بِمَا صَبَرُوا أَنَّهُمْ هُمُ الْفَائِزُونَ
Artinya: “Sesungguhnya Aku memberi balasan kepada mereka di hari ini, karena kesabaran mereka; sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang menang.”
Bukankah nabi Musa as. gagal menuntut ilmu kepada hamba Allah (nabi Khidr as), karena tidak memiliki kesabaran atau tidak mampu menahan diri dari peraturan yang mereka sepakati? Dan kesabaran bukanlah hal yang mudah untuk dimiliki, karena seringkali manusia mengatakan, “Kesabaran saya sudah habis” atau “Kesabaran saya ada batasnya”. Kesabaran yang habis atau kesabaran yang punya batas inilah yang juga membuat manusia mengalami kegagalan dan jauh dari kesuksesan. Sebab, Allah swt mengatakan bahwa kesabaran tidak boleh habis atau memiliki batas. Begitulah yang disebutkan dalam surat Ali ‘Imran [3]: 200
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.”
Kelima, hendaklah seseorang memelihara dirinya dari segala aturan yang berlaku untuk meraih kesuksesan. Sebab, tidak akan ada keberhasilan atau kemenangan yang tentunya bermuara pada suatu penghargaan, kecuali memiliki serangkaian aturan yang tidak boleh dilanggar. Jika aturan itu dilanggar, pastilah manusia akan gagal dalam mencapai yang bernama kemenangan. Ibarat pertandingan, jika salah satu peserta melanggar ataurannya, dipastikan dia tereliminasi dari pertandingan serta dinyatakan gagal. Begitulah pentingnya seseorang memelihara diri agar tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan untuk mencapai kesuksesan atau keberhasilan. Itulah yang disebutkan Allah swt. dalam surat an-Nur [23]: 52
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللَّهَ وَيَتَّقْهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ
Artinya: “Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan.”
Begitulah jalan kesuksesan yang diisyaratkan Allah, sekiranya manusia mau mengikutinya, niscaya sampailah dia ke gerbang kemenangan. Namun, jika ditinggalkan atau tidak diikuti, niscaya manusia akan berada di gerbang kegagalan. Menang atau gagal tentu manusia itu sendiri yang memilihnya.

Tidak ada komentar: