Senin, 28 Juli 2008

Pesan Untuk Yang Menghadapi Ujian

Pesan Untuk Yang Menghadapi Ujian

Hidup dan mati sengaja diciptakan Allah swt. sebagai ujian, agar Dia mengetahui siapa di antara manusia yang terbaik kualitas amalnya. Begitulah yang disebutkan Allah dalam surat al-Mulk [67]: 2. Oleh karena itu, tidak akan ada manusia yang bisa berobah posisi dan derajatnya, tanpa harus terlebih dahulu melewati serangkian ujian. Dengan demikian, ujian pada hakikatnya adalah suatu kebaikan serta bertujuan untuk kebaikan manusia itu sendiri. Tidaklah selayaknya manusia takut dan menghindari ujian, apalagi membencinya. Bahkan, saking besarnya peran ujian dalam kehidupan manusia, sampai salah satu dari surat al-Qur’an diberi nama dengan ujian (a-Mumtahanah surat ke 60).
Namun demikian, masih ada sebagian manusia yang dihantui rasa takut ketika menghadapi ujian. Ketakutan mereka biasanya disebabkan karena ketidaksiapan menghadapinya, sehingga yang mereka lihat pada dalam ujian itu bukannya kesuksesan, namun kegagalan dan kehancuran yang tengah menanti. Kalaupun mereka menghadapi ujian, maka ujian itu dihadapi dengan melakukan kecurangan terhadap pelaksanaannya. Sehingga, ujian yang pada prinsipnya adalah kebaikan dan bertujuan baik ternoda dengan dosa dan kecurangan yang merugikan manusia itu sendiri.
Berikut, kita akan mencoba melihat pesan al-Qur’an tentang bagaimana kiat sukses menghadapi ujian dan bagaimana melaksanakan ujian itu sendiri agar ia benar-benar menjadi sebuah kebaikan dan bertujuan untuk kebaikan manusia.
Pertama, seseorang harus belajar terlebih dahulu serta melewati proses yang panjang dan bertahap. Hal ini dapat dilihat dari kesuksesan nabi Adam as. menghadapi ujian Allah. Seperti yang diceritakan dalam surat al-Baqarah [2]: 31-32
وَعَلَّمَ ءَادَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ(31)قَالُوا سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ(32)
Artinya: “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!" (31). Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (32).”
Dalam ayat di atas, disebutkan bahwa Adam as. sukses menjawab pertanyaan yang diajukan Allah, dikarenakan sebelum menghadapi ujian dia telah belajar terlebih dahulu. Berbeda dengan malaikat yang tidak mampu menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya, karena ia tidak belajar sebelumnya. Inilah kunci utama kesuksesan dalam menghadapi ujian; yaitu belajar. Tanpa proses belajar, tidak akan ada seorangpun yang akan mampu menjawab dan menyelesaikan soal atau ujian dengan baik.
Di samping itu, harus diingat bahwa proses belajar yang dilalui Adam as. adalah proses belajar yang dilakukan secara bertahap dan dalam waktu yang cukup lama. Begitulah kesan yang diproleh dari kata ‘allama yang mengandung arti pentahapan dan berkelanjutan, yang berbeda dengan kata a’lama yang berarti mengajar sekaligus. Isyarat lain juga terlihat darai penggunaan kata tsumma (kemudian) yang menujukan arti waktu dan jarak yang panjang antara belajar dan ujian.
Oleh karena itu, untuk bisa sukses menghadapi ujian dan menyelesaikan semua persoalan yang diajukan, seseorang haruslah belajar dan prosesnya pun harus dalam waktu yang lama dan panjang. Seseorang tidak akan siap dalam menghadapi ujian, jika belajarnya “diborong” atau dipaksakan dalam waktu yang singkat. Sehingga, dalam sebuah ungkapan bijak disebutkan, “1x 10 hasilnya lebih baik darai 10x1”. Artinya, belajar satu materi setiap hari selama sepuluh hari, hasilnya akan lebih baik daripada belajar sepuluh materi dalam satu hari. Sebab, belajar secara bertahap adalah sejalan dengan fitrah manusia atau bahkan aturan alam raya ini, yang juga berproses ke arah sempurna malului pentahapan, bukannya sekaligus.
Kedua, harus muncul kesadaran dalam diri setiap manusia, khususnya para siswa dan setiap yang pelajar akan pentingnya belajar mandiri dan selalu melakukan percobaan demi percobaan. Hal ini, bercermin dari kesuksesan nabi Ibrahim mejalankan ujian serta penghargaan yang diterimannya. Seperti yang diceritakan dalam surat al-Baqarah [2]: 124
وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang zalim.”
Dalam ayat di atas, disebutkan bahwa nabi Ibarahim as. sukses menyelesaikan semua ujian yang diberikan kepadanya. Bahkan, kesuksesannya menghadapi ujian adalah kesuksesan yang sangat gemilang, karena semua ujian dapat dilaksanakan dalam waktu yang sangat cepat. Begitulah kesan yang diperoleh dari penggunaan fa (maka/lalu) pada kata فَأَتَمَّهُنَّ (maka dia langsung menunaikannya). Artinya, nabi Ibrahim tidak pernah terkendala dalam menyelesaikan semua ujian yang dihadapinya. Sehingga, Allah kemudian menjadikannya buah bibir dan teladan serta ikutan bagi manusia sampai akhir zaman.
Kenapa nabi Ibraihim memiliki kemampuan yang luar bisa dalam menghadapi ujian? Salah satu jawabannya adalah bahwa Ibarahim adalah tipe manusia yang suka belajar mendiri dan suka melakukan percobaan. Begitulah yang diceritakan dalam al-Qur’an, seperti yang terdapat dalam surat al-An’am [6]: 76-79
فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَى كَوْكَبًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَا أُحِبُّ الْآفِلِينَ(76)فَلَمَّا رَأَى الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِنْ لَمْ يَهْدِنِي رَبِّي لَأَكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّالِّينَ(77)فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَذَا رَبِّي هَذَا أَكْبَرُ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَاقَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ(78)إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ(79)
Artinya: “Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku" Tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam" (76). Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat"(77). Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar", maka tatkala matahari itu telah terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan (78). Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan (79).”
Begitu juga, yang diceritakan Allah swt. dalam surat al-Baqarah [2] 260
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِي الْمَوْتَى قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِنْ قَالَ بَلَى وَلَكِنْ لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي قَالَ فَخُذْ أَرْبَعَةً مِنَ الطَّيْرِ فَصُرْهُنَّ إِلَيْكَ ثُمَّ اجْعَلْ عَلَى كُلِّ جَبَلٍ مِنْهُنَّ جُزْءًا ثُمَّ ادْعُهُنَّ يَأْتِينَكَ سَعْيًا وَاعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati". Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu?". Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)". Allah berfirman: "(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cingcanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): "Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera". Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Inilah salah satu betuk percobaan nabi Ibrahim demi menemukan kebenaran dan menguatkan keyakinannya atas kebenaran yang diterimanya. Oleh karena itu, kunci sekses manghadapi ujian adalah munculnya kesadaran dalam diri setiap manusia akan pentingnya belajar mandiri. Tanpa harus ada komando dan perintah, seseorang harus selalu belajar serta selalu mencoba dan terus mencoba. Jaka dia mengalami suatu kegagalan, maka segeralah bangkit untuk memulai yang berikutnya sampai kesuksesan diperolehnya. Bukankah dulu, setiap manusia sering jatuh ketika belajar berjalan. Namun, akhirnya manusia bisa melewati masa sulit itu, karena selalu mencoba dan terus bangkit dari jatuhnya serta yang lebih utama kegigihannya dalam bejalar tanpa perintah dan paksaan dari siapapun.
Ketiga, tidak melakukan kecurangan dalam pelaksanaan ujian. Kecurangan yang dimaksud adalah kerjasama dan menolong yang lain saat pelaksaan ujian. Membantu teman adalah suatu kebaikan, namun jika bantuan itu diberikan saat pelaksanana ujian, maka itu adalah kejahatan dan dosa.
Seringkali ikatan keakraban membuat manusia berlaku curang dalam pelaksanaan ujian. Mereka memberitahu jawaban dari soal ujian secara rahasia kepada teman yang lain saat guru atau pengawasnya lengah, namun mereka tidak menyadari bahwa perbuatan itu diketahui oleh Allah. Begitulah peringatan Allah dalam surat al-Mumtahanah [60]: 1
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ إِنْ كُنْتُمْ خَرَجْتُمْ جِهَادًا فِي سَبِيلِي وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي تُسِرُّونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَأَنَا أَعْلَمُ بِمَا أَخْفَيْتُمْ وَمَا أَعْلَنْتُمْ وَمَنْ يَفْعَلْهُ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad pada jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus.”

Tidak ada komentar: