Senin, 28 Juli 2008

Menghilangkan sikap malas

Menghilangkan sikap malas
Sikap malas adalah salah satu bentuk penyakit rohani, di mana Rasululah saw. memerintahkan umatnya untuk selalu berdo’a dan berlindung agar terhindar darinya. Sebagainya disebutkan dalam haditsnya
اللهم إني أعوذبك من الهم والحزن وأعوذبك من الجبن والبخل وأعوذبك من العجز والكسل وأعوذبك غلبة الدين وقهر الرجال
Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari sikap takut dan rusuh, dari sikap penegcut dan kikir, dari sikap lemah dan malas, dari sikap lililatan hutang dan desakan orang lain.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Namun demikian, masih ada sebagian manusia yang cenderung bersikap malas. Hal ini disebabkan, bahwa sikap malas adalah salah satu upaya dan strategi syaithan untuk menjerumuskan manusia dari jalan Tuhan. Syaithan menanamkan dan menumbuhsuburkan khayalan dan angan-angan kosong dalam hati dan fikiran setiap manusia agar dia menjadi pemalas. Malas akan menjadikan manusia miskin, dan miskin membuat manusia dekat dekat dosa, ma’siat dan kekukufuran. Itulah yang diingtkan Allah dalam surat an-Nisa’ [4]: 120
يَعِدُهُمْ وَيُمَنِّيهِمْ وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطَانُ إِلَّا غُرُورًا
Artinya: “Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka.”
Begitu juga dalam surat al-Baqarah [2]: 268 Allah swt berfirman, “Syaithan menakut-nakuti kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat keji, dan Allah menjanjikan kamu ampunan dan karunia dari sisi-Nya dan Allah Maha Luas Karunia-Nya lagi Maha Mengetahui”.
Seseorang menjadi pemelas, secara umum disebabkan oleh kurangnya semangat atau girah hidup. Dan ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang menjadi kurang gairah dan semangat. Dengan mengetahui hal-hal tersebut, sikap malas akan bisa diatasi. Di antara penyebab seseorang kurang semangat adalah;
Pertama, tidak memiliki harapan atau cita-cita. Harapan atau cita-cita menjadi penting sebagai sesuatu yang akan mengarahkan hidup seseorang. Ibarat berlayar di tengah lautan, di mana semangat dan kesungguhan dalam mengayuh perahu akan selalu ada, jika ada pulau yang hendak di tuju. Jika berlayar tanpa tujuan atau pulau yang hendak dicapai, tentulah tidak akan ada semangat dalam mengayuh perahu. Begitulah pentingnya cita-cita dalam menumbuhkan gairah dan semangat. Dan cita-cita baru bernama cita-cita jika dibarengi dengan usaha dan kesungguhan untuk mewujudkannya. Jika tidak ada usaha dan kesungguhan untuk mencapainya, maka itu baru bernama khayalan atau angan-angan. Dan angan-angan atau khayalan bukannya akan menjadikan manusia rajin, namun sebaliknya akan membuat manusia menjadi pemalas.
Oleh karena itu, jika ingin menghapus sikap malas dan bersemangat menghadapi sesuatu, maka sebelum melakukannya perlu ditetapkan tujuan dan harapan yang hendak dicapai. Apakah nanti akan terwujud atau tidak, disitulah letaknya tawakkal kepada Allah. Karena, bagaimanapun keputusan akhir tetap berada “di tangan” Allah. Namun demikian, tentulah Dia tetap akan memberlakukan sunnah-Nya yang sudah ditetapkan untuk makhluk-Nya, bahwa yang rajin dan bersungguh sungguh akan memperoleh bagian dari usahanya.
Kedua, timbulnya sikap bosan dan jemu terhadap sesuatu. Sikap bosan dan jemu ini kemudian berdampak kepada munculnya dalam diri seseorang sikap kurang semangat serta hilangnya gairah dan akhirnya berujung pada munculnya sikap malas. Adalah fitrah setiap manusia jika dia dihinggapai rasa bosan dan jemu dalam menghadapi sesuatu, jika hal itu dilakukan dengan kaku dan menoton tanpa adanya variasi. Bukankah bani Israel pernah diberi makanan yang sangat istimewa dari sorga, namun mereka merasa jemu dan bosan karena yang dimakan hanya satu jenis saja, sehingga mereka minta variasi yang lain sekalipun nilainya lebih rendah dari yang pertama. Begitulah yang disebutkan dalam surat al-Baqarah [2]: 61
وَإِذْ قُلْتُمْ يَامُوسَى لَنْ نَصْبِرَ عَلَى طَعَامٍ وَاحِدٍ فَادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُخْرِجْ لَنَا مِمَّا تُنْبِتُ الْأَرْضُ مِنْ بَقْلِهَا وَقِثَّائِهَا وَفُومِهَا وَعَدَسِهَا وَبَصَلِهَا قَالَ أَتَسْتَبْدِلُونَ الَّذِي هُوَ أَدْنَى بِالَّذِي هُوَ خَيْرٌ اهْبِطُوا مِصْرًا فَإِنَّ لَكُمْ مَا سَأَلْتُمْ…
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu: sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya dan bawang merahnya". Musa berkata: "Maukah kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta…”
Dengan demikian, untuk menghilangkan rasa jemu dan bosan dalam diri manusia yang berdampak pada munculnya sikap malas, perlu kiranya manusia menciptakan pola hidup variatif. Janganlah terpaku dan menoton pada satu kegiatan, satu bentuk, satu cara dan sebaginya. Dengan membuat pola hidup bervariasi, maka akan hilanglah rasa jemu dan muncullah kesegaran dalam melakukan sesuatu.
Allah swt. juga mengajarkan dalam banyak ayat-Nya di dalam al-Qur’an pola hidup variatif. Misalnya, Allah berfirman dalam surat an-Nahl [16]: 69
ثُمَّ كُلِي مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلًا يَخْرُجُ مِنْ بُطُونِهَا شَرَابٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: “kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.”
Selanjutnya dalam surat ar-Ra’d [13]: 4
وَفِي الْأَرْضِ قِطَعٌ مُتَجَاوِرَاتٌ وَجَنَّاتٌ مِنْ أَعْنَابٍ وَزَرْعٌ وَنَخِيلٌ صِنْوَانٌ وَغَيْرُ صِنْوَانٍ يُسْقَى بِمَاءٍ وَاحِدٍ وَنُفَضِّلُ بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ فِي الْأُكُلِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
Artinya: “Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon korma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebahagian tanam-tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.”
Begitu juga dalam surat Fathir [35]: 27
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجْنَا بِهِ ثَمَرَاتٍ مُخْتَلِفًا أَلْوَانُهَا وَمِنَ الْجِبَالِ جُدَدٌ بِيضٌ وَحُمْرٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهَا وَغَرَابِيبُ سُودٌ
Artinya: “Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat.”
Dalam surat Ali ‘Imran [3]: 191 Allah swt. juga berfirman
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ…
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring….”
Begitulah hidup variatif digambarkan Allah swt, sehingga untuk satu jenis minuman pun mesti diciptakan warna yang beranekaragam. Jika manusia meminum satu jenis makanan dan minuman saja, tentulah dia akan merasakan jemu dan bosan. Oleh karena itulah, Allah menciptakan aneka jenis minuman dengan berbagai warna dan rasa.
Begitu juga halnya dengan pohon-pohon yang ada di bumi, sebagiannya bercabang dan sebagian yang lain tidak bercabang. Andaikata semua pohon yang ada di bumi ini bercabang atau semuanya tidak bercabang, tentulah mata manusia akan bosan dan jemu memandangnya. Keindahan baru terasa, karena pohon-pohon diciptakan Allah dalam bentuk dan ukuran yang sangat bervariasi. Begitu juga dengan bukit-bukit, buah-buahan, bunga-bungaan dan sebagainya. Semuanya diciptakan dalam keadaan bermacam-macam, baik bentuk, ukuran, warna, rasa dan sebagainya. Semua itu tentu saja bertujuan agar manusia tidak mengalami kejemuan dan kebosanan yang berdampak kepada hilangnya gairah dan semangat manusia.
Begitu juga hendaknya manusia dalam beraktifitas, semestinya dia menciptakan beberapa variasi. Membaca misalnya, ketika bosan dalam keadaan duduk cobalah berdiri atau sambil berjalan atau bahkan sambil tidur. Ketika bosan belajar di kampus atau di dalam ruangan cobalah di tempat terbuka atau ke tempat-tempat yang menyenangkan seperti pinggir pantai dan sebagainya. Begitu juga, hendaklah manusia membagi waktunya dengan beberapa aktifitas. Seperti ada waktu belajar, waktu beribadah dan berzikir, waktu beristirahat, waktu bermain dan seterusnya. Sehingga, dia tidak menoton dalam satu pekerjaan yang pada akhirnya membuatnya bosan dan malas.
Ketiga, mengutamakan dan menyibukan diri dengan hal-hal yang kecil dan sepele. Jika manusia memiliki target dan tujuan yang rendah dalam hidupnya, maka kecenderungan manusia tersebut akan menjadi pemalas dan puas dengan sesuatu yang kecil. Kenapa sebagian siswa kurang bersemangat dan malas dalam belajar? Sebab, sebagian mereka hanya punya target sampai naik kelas saja, atau sampai nilainya mencapai rata-rata enam saja. Akan berbeda keadaannya dengan siswa yang memiliki terget menjadi juara satu atau juara umum di sekolahnya. Terget yang tinggi akan membuat seseorang bersemangat dan giat dalam berusaha.
Kita bisa lihat fenomena sebagian masyarakat bangsa ini yang sebagian besarnya adalah miskin dan cenderung pemalas. Sebabnya adalah karena sudah tertanam target hidup dalam masyarakat Indonesia, yaitu “cukuplah kita mendapatkan makan tiga kali sehari”. Tentu saja akan berbeda dengan orang-orang yang hidup di negara-negara maju yang memiliki target hidup menjadai penguasa dunia, baik secara politik mapun ekonomi.
Dengan demikian, untuk menghilangkan kurang gairah dan semangat dalam diri manusia serta sikap malas, perlu setiap manusia memiliki target besar dalam hidupnya. Sehingga, target yang besar ini akan mendorongnya berbuat yang besar pula dengan penuh semangat dan kesungguhan.
Dalam sebuah kisah dituturkan, bahwa Ibn Thulun seorang penguasa dinasti Thuluniyah (sebuah dinasti Islam di Mesir yang berdiri pada tahun 837-903M) memiliki seorang anak laki-laki yang sangat pemalas. Setiap hari kerjanya hanyalah bermain, tidur, dan makan berbagai jinis makanan. Hobinya yang selalu mengisi perutnya dengan penuh turut mendorongnya menjadi pemalas. Ibn Thulun menjadi resah melihat sikap anaknya yang merupakan putera tunggal pewaris tahta kerajaan. Dia tidak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan anaknya nanti terhadap kerajaan dan rakyatnya, jika dia berkuasa dengan kebodohan dan sikapnya yang tidak terpuji tersebut.
Maka berniatlah Ibn Thulun memanggil seorang ulama terkenal untuk datang ke istana dan menjadi guru bagi anaknya. Dia kemudian memberitahukan anaknya bahwa setiap hari sehabis maghrib dia harus belajar di istana. Pada hari yang ditentukan datanglah ulama tersebut ke istana Ibn Thulun. Sesampainya sang guru di istana Ibn Thulun memerintahkan salah seorang pegawainya untuk menjemput anaknya yang sedang berada di rumah. Dia berbepesan kepada pegawainya, jika nanti anaknya meminta izin makan terlebih dahulu jangan diberi izin. Hendaklah anak itu dibawa dalam keadaan belum makan.
Sesuai perintah Ibn Thulun, berangkatlah pegawai tersebut menjemput anaknya yang berada di rumah. Sesampainya di rumah pegawai tersebut menyampaikan perintah Ibn Thulun kepada anaknya agar sesegera mungkin ke istana. Seperti yang diperkirakan Ibn Thulun, anaknya itu meminta izin makan terlebih dahulu. Namun, pegawai itu menolak dan mengatakan bahwa makannya di istana saja nanti. Maka berangkatlah anaknya itu bersama pegawai istana menuju Ibn Thulun yang sudah menunggu mereka.
Selesai shalat maghrib, sang guru mulai membuka pelajaran untuk putera ibn Thulun. Beberapa waktu berlalu, anaknya merasakan lapar sudah mengerogoti perutnya, dia mulai gelisah karena belum ada tanda-tanda akan berakhir pelajaran dan datangnya makan malam. Ibn Thulun terus memperhatikan kedaan anaknya yang sudah gelisah karena tidak sanggup menahan rasa lapar. Ibn Thulun memberikan isyarat kepada sang guru agar pelajaran terus dilanjutkan tanpa menghiraukan kondisi puteranya.
Putera Ibn Thulun sudah benar-benar tidak kuasa lagi menahan lapar, dan Ibn Thulun menyadari akan hal itu. Maka, dia memberikan isyarat kepada seorang pegawainya untuk mendatangkan makanan berupa satu panci nasi putih dengan di beri kol yang sudah direbus di atasnya. Melihat nasi yang berada di dalam panci dan kol yang direbus, putera Ibn Thulun langsung menghentikan pelajarannya dan makan sepuasnya. Tidak beberapa lama, nasi yang ada di dalam panci itupun habis dan dia pun terduduk lemas kekenyangan.
Setelah lima menit kemudian, datanglah beberapa jenis makanan yang sangat enak dan lezatnya. Bahkan, sebagian makanan itu belum pernah dirasakan oleh putera Ibn Thulun sebelumnya. Ibn Thulun bersama sang guru pun menyantap makanan yang begitu lezat tersebut dengan nikmatnya. Sementara putera Ibn Thulun hanya bisa melihat dan menyaksikan ayah dan gurunya dengan penuh penyesalan. Sebab, dia tidak bisa makan lagi karena perutnya sudah terisi penuh, sehingga tidak ada celah lagi yang bisa di isi.
Setelah selesai makan, Ibn Thulun berkata kepada anaknya, “Anakku, hal inilah sebenarnya yang ingin ajarkan kepada engkau. Janganlah engkau mengutamakan dan menyibukan diri dengan hal-hal yang kecil dan sepele. Seluruh makanan ini, saya sediakan untukmu jika saja engkau bisa sabar dan menahan diri agak “lima menit” saja. Akan tetapi, engkau tidak bisa menahan diri melihat nasi putih dan kol yang direbus tadi. Sebenarnya engkau berhak memperoleh dan mendapatkan yang lebih hebat dari apa yang telah engkau makan tadi, jika engaku mau berjuang menahan keinginanmu yang rendah”.
Ibn Thulun kemudian melanjutkan perkataannya, “Anakku, saya tidak melarang engkau bermain, tidur, makan dan sebagainya. Namun, janganlah hal-hal yang rendah itu engkau jadikan tujuan hidupmu. Engkau harus belajar dan menambah pengalaman, karena itu jauh lebih berarti untuk masa depan dan kebahagianmu”. Putera Ibn Thulun menyadari kesalahannya dan muali saat itu, dia menjadi anak yang rajin dan giat belajar dan bekerja.

1 komentar:

CintaIbu mengatakan...

Subhanallah... Bagus sekali.. dimana saya bisa membaca kisah yang lain?