Senin, 28 Juli 2008

Mukmin Yang Sesungguhnya

Mukmin Yang Sesungguhnya

Mukmin adalah sebuah posisi atau tingkatan manusia dalam pandangan Allah. Menurut informasi al-Qur’an, seorang mukmin lebih tinggi posisinya dari seorang muslim. Seperti yang disebutkan dalam surat al-Hujurat [49]: 14
قَالَتِ الْأَعْرَابُ ءَامَنَّا قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ وَإِنْ تُطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَا يَلِتْكُمْ مِنْ أَعْمَالِكُمْ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya: “Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman." Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Di dalam surat al-Anfal [8]: 2-4, Allah swt menyebutkan ciri-ciri mukmin atau manusia yang disebut beriman. Sebagaimana firman-Nya
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ ءَايَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ(2)الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ(3) أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ(4)
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal (2). (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka (3). Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (ni`mat) yang mulia (4).”
Dalam ayat di atas, Allah swt. menyebutkan lima ciri orang yang mukmin sesungguhnya. Pertama, orang yang apabila disebutkan nama Allah, maka bergetarlah hatinya atau hatinya akan berdebar dengan keras. Seseorang akan berdebar hatinya jika mendengar nama Allah, tentu karena hubungan yang begitu dekat dan akrab, atau bahkan orang yang telah menjadikan Allah swt. sebagai kekasihnya. Kenapa seseorang berdebar jantungnya jika mendengar nama kekasihnya disebut oleh orang lain? Ada beberapa jawaban, pertama karena rindu ingin bertemu. Kedua, karena cemberu jangan-jangan orang yang menyebut nama kekasihnya itu, memiliki hubungan pula dengannya atau bahkan lebih dekat dari dirinya. Ketiga, rasa memiliki yang sangat besar, sehingga dia tidak ingin ada orang lain yang menyebut namanya apalagi dekat dengannya.
Begitulah seorang mukmin dengan Allah, bahwa ketika disebutkan nama Allah dia merasa rindu ingin bertemu dengn-Nya. Dia juga tidak ingin ada orang yang lebih dekat kepada-Nya melebihi kedekatannya dengan Allah dan akan sangat cemburu bila ada orang lain yang lebih dekat kepada Allah dari dirinya. Serta dia merasa kalau Allah itu hanyalah miliknya saja, seakan dia tidak ingin ada yang lain memiliki-Nya pula.
Kedua, orang yang jika dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, bertamabahlah keimanan mereka. Di dalam al-Qur’an, semua kata membaca yang menggunakan kata talâ-yatlû-tilâwah (تلا- يتلو- تلاوة), objek yang dibaca adalah kitab suci yang diturunkan kepada nabi dan rasul Allah swt. Berbeda dengan kata qara’a, yang objeknya bisa bacaan yang tertulis, baik yang datang dari Allah maupun yang ditulis oleh manusia sendiri, ataupun sesuatu yang tidak tertulis.
Orang yang benar-benar beriman akan bertambah keimanannya ketika mendengar bacaan ayat-ayat Allah, tentunya karena dia mengerti dan memahami apa yang didengar dan dibacakan tersebut. Sebab, bagaimana mungkin seseorang akan bisa menambah keimanannya ketika mendengar ayat-ayat Allah, jika dia sendiri tidak memahaminya. Logikanya adalah, bahwa salah satu syarat menjadi orang yang sempurna imannya adalah harus mengerti dan memahami al-Qur’an. Maka di sinilah perlunya setiap muslim mempelajari al-Qur’an dan berupaya memahaminya. Tentu, tidak cukup hanya sampai bisa membacanya saja, namun mesti sampai ke tingkat mampu memahaminya.
Ketiga, orang-orang yang bertawakkal atau menyerahkan dirinya kepada Allah. Bertawakkal secara harfiyah artinya menjadikan Allah sebagai sebagai wakil dalam memutuskan sesuatu yang terkait dengan diri seseorang. Seseorang biasanya mewakilkan urusannya kepada orang lain dengan beberapa alasan. Pertama, karena orang tersebut tidak mampu melakukannya, maka perlu mencari orang yang cakap dan mampu untuk malakukan hal itu sebagai wakil dirinya. Kedua, karena seseorang ingin menghormati atau memberi kehormatan kepada orang yang dijadikan wakil. Sebenarnya, dia mampu mengerjakannya, namun dia ingin memberikan kepada orang lain sebuah kehormatan untuk melakukan hal tersebut. Manusia menjadikan Allah sebagai wakilnya, tentu bukan kerana alasan kedua. Namun, karena manusia tidak mampu mengetahui apa yang terbaik untuk dirinya. Karena, boleh saja dia menganggap sesuatu itu baik, namun hal itu buruk baginya begitupun sebaliknya. Hanya Allah lah Dzat Yang Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk hamba-Nya. Begitulah yang ditegaskan Allah dalam surat al-Baqarah [2]: 216
…وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Artinya: “…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
Keempat, orang-orang yang mengerjakan shalatnya dengan benar dan sempurna. Pemahaman kata mengerjakan shalat dengan benar dan sempurna diperoleh dari penggunakan kata yuqîmûna yang berarti mengerjakannya dengan benar dan kokoh. Sebab, betapa banyak manusia yang mengerjakan shalat, namun hanya sebatas shalat belum termasuk mendirikan shalat. Mendirikan shalat adalah melaksanakannya secara sempurna sesuai aturan syari’at, mulai dari berwudhu’ yang sempurna, pelaksanaannya, sampai kekhusu’an di dalamnya. Jika shalat dikerjakan hanya sebatas menurut definsi shalat, yaitu melakukan serangkaian perkataan dan perbuatan yang dimulai dari takbir dan disudahi dengan salam, maka itu baru sekedar shalat belum mendirikan shalat.
Kelima, orang-orang yang memberikan sebagian rezeki yang telah diberikan kepadanya untuk orang yang membutuhkannya. Orang yang sempurna imannya adalah manusia yang memiliki kepedulian sosial. Dia bukan orang yang kikir kepada orang lain, namun mau berbagi dengan sesama. Sikap hidup ini lahir dari empat sikap sebelumnya. Di mana, seorang yang merasa dekat dengan Allah, memahami al-Kitab, selalu bertawakkal, dan mendirikan shalat maka buahnya adalah hubungan yang baik dengan sesama yang terwujud dalam bentuk kepedulian kepada sesama.

2 komentar:

KhazzanahTour mengatakan...

menarik sekali
kunjungi web saya ya
http://www.ardytravel.com

Unknown mengatakan...

Alhamdulillah..sangat bermanfaat