Tabarruj dan Pakaian Menurut Islam
Dalam surat al-Ahzab [33]: 33 Allah swt berfirman
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى....
Artinya: “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu…”
Kata tabarruj berasal dari kata burj yang berarti benteng atau tower (menara yang tinggi). Kata tabarruj kemudian dipahami sebagai upaya seorang perempuan memperlihatkan aurat atau perhiasannya, sehingga menjadi daya tarik sekaligus menjadi fokus perhatian orang banyak. Hal itu sama seperti benteng yang tinggi atau menara jika dipandang dari kejauhan, tentu ia yang menjadi fokos perhatian atau objek pandangan mata yang pertama.
Ayat di atas melarang secara mutlak seorang perempuan menjadi titik dan pusat perhatian mata orang banyak, baik sikap maupun penampilannya seperti gaya pakaian atau perhiasan. Di sinilah pentingnya Islam menyuruh para wanita menutup aurat mereka dan tidak menampakan perhiasan. Seperti yang diingatkan Allah dalam surat an-Nur [24]:31
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَائِهِنَّ أَوْ ءَابَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya : “Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
Begitu juga surat al-Ahzab [33]: 59
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Artinya: “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Perhiasan yang paling utama bagi perempuan adalah tubuhnya. Sebab, jika salah satu bagian tubuh wanita terbuka, maka pastilah semua mata akan tertuju kepadanya. Sehingga, al-Qu’an memberikan petunjuknya bagaimana seharusnya tubuh atau aurat tersebut ditutup dengan pakaian.
Pakaian dalam al-Qur’an, Allah ungkapkan dengan tiga sebutan; Pertama Allah sebut dengan istilah libâs (sesuatu yang dipakai untuk maksud keindahan). Pakaian dinamakan libâs, karena memang dengan pakaian manusia menjadi indah dan kelihatan cantik. Hal itu seperti yang terdapat dalam surat an-Nahl [16]: 14
..... وَتَسْتَخْرِجُوا مِنْهُ حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَا......
Artinya: “....dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai…”
Kedua, pakaian Allah sebut dengan istilah tsiyâb yang secara harfiyah berarti kembali. Pakaian disebut tsiyâb, karena dengan pakaian manusia kembali kepada fitrahnya yaitu menutup aurat. Seperti yang disebutkan Allah swt dalam surat al-A’raf [7]: 20-22
فَوَسْوَسَ لَهُمَا الشَّيْطَانُ لِيُبْدِيَ لَهُمَا مَا وُورِيَ عَنْهُمَا مِنْ سَوْآتِهِمَا وَقَالَ مَا نَهَاكُمَا رَبُّكُمَا عَنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ إِلَّا أَنْ تَكُونَا مَلَكَيْنِ أَوْ تَكُونَا مِنَ الْخَالِدِينَ(20)وَقَاسَمَهُمَا إِنِّي لَكُمَا لَمِنَ النَّاصِحِينَ(21)فَدَلَّاهُمَا بِغُرُورٍ فَلَمَّا ذَاقَا الشَّجَرَةَ بَدَتْ لَهُمَا سَوْآتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفَانِ عَلَيْهِمَا مِنْ وَرَقِ الْجَنَّةِ وَنَادَاهُمَا رَبُّهُمَا أَلَمْ أَنْهَكُمَا عَنْ تِلْكُمَا الشَّجَرَةِ وَأَقُلْ لَكُمَا إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمَا عَدُوٌّ مُبِينٌ(22)
Artinya: “Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya dan syaitan berkata: "Tuhan kamu tidak melarangmu dan mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga)."(20). “Dan dia (syaitan) bersumpah kepada keduanya. "Sesungguhnya saya adalah termasuk orang yang memberi nasehat kepada kamu berdua (21) “maka syaitan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan mereka menyeru mereka: "Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu: "Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?.”
Begitulah, disebutkan Allah bahwa Adam dan Hawa sebelum digoda iblis, berada dalam kondisi aurat tertutup. Kemudian iblis membisikan godaanya agar masing-masing memperlihatkan aurat mereka. Ketika keduanya mengikuti rayuan iblis dan melanggar larangan Allah swt, pakaian yang semula menutupi aurat mereka, serta merta hilang dan lenyap dari tubuh mereka. Maka Adam dan Hawa berusaha menutupi aurat masing-masing dengan daun-daun sorga.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa menutup aurat adalah fitrah manusia. Oleh karena itu, jika ada manusia yang senang membuka auratnya, maka dia telah keluar dari fitrhanya dan mengikuti kehendak syaithan. Sebab, ide membuka aurat sesungguhnya datang dari syaithan dan yang suka melihat aurat manusia juga syaithan.
Diriwayatkan, bahwa ketika Rasulullah saw didatangi orang tak dikenal (malaikat Jibril) saat menerima wahyu pertama, beliau menggigil ketakutan dan minta diselimuti oleh isteri beliau Khadijah. Selama beberapa hari Nabi Muhammad saw. tidak berani keluar rumah karena takut. Maka Khadijah berkata “Ya Muhammad, jika nanti dia datang lagi kepadamu, panggillah aku, nanti aku akan membuka pakaianku dan perhatikanlah, jika dia lari maka yang datang kepadamu adalah malaikat, karena malaikat takut melihat aurat manusia. Namun, jika dia tetap di situ maka yang datang padamu adalah syaithan, karena ia senang melihat aurat manusia”. Begitu juga dalam sebuah haditsnya Rasulullah saw bersabda “Malaikat akan selalu bersama kamu, kecuali saat kamu masuk wc dan saat melakukan hubungan suami istri”. Sehingga saat masuk wc dan melakukan hubungan suami istri, Rasulullah saw menyuruh umatnya untuk selalu berdo’a meminta perlindungan Allah dari syaitan yang suka dengan aurat manusia.
Di antara bukti bahwa pakaian atau menutup aurat adalah fitrah manusia, dapat dilihat dari seruan Allah dalam al-Qur’an. Di mana dalam al-Qur’an terdapat tiga bentuk seruan Allah, pertama Yâ aiyuhâ al-nâs (Wahai Manusia), di mana yang diseru adalah semua manusia, ketika al-Qur’an turun baik kafir maupun mukmin. Kedua, Yâ aiyuhâ al-ladzîna âmanû (Hai oarng-orang yang beriman), yaitu seruan khusus bagi yang sudah beriman. Ketiga, Yâ Bani Âdam (Hai anak cucu Adam), di mana yang diseru adalah seluruh manusia semenjak manusia pertama sampai manusia terakhir. Seruan ini hanya terdapat empat kali dalam al-Qur’an. Dan semua panggilan Ya Bani Âdam tersebut, berbicara tentang pakaian atau menutup aurat, yaitu dalam surat al-A’raf [7]: 26, 27, 31, 35. Di antaranya surat al-a’raf [7]: 27
يَابَنِي ءَادَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْآتِهِمَا إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ لِلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ
Artinya: “Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya 'auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman.”
Pakaian dalam Islam tidak hanya berfungsi menutup aurat dan sebagai perhiasan penambah kecantikan serta pelindung manusia dari gangguan luar. Akan tetapi, pakaian juga berfungsi sebagai pelindung manusia dari perbuatan jahat. Sebab, seorang yang berpakaian seperti pakaian seorang ustadz atau kiyai walaupun dia bukan ustadz dan kiyai, akan berfikir “seribu kali” untuk berbuat jahat karena terhalang oleh pakaian yang sedang dipakainya tersebut. Wanita yang berjilbab tentu akan berfikir panjang untuk bergandengan tangan dengan seorang pria yang bukan muhrimnya, karena malu dengan pakian yang sedang dipakainya. Begitulah perlindungan yang diberikan oleh pakaian kepada manusia.
Selanjutnya pakaian juga berfungsi menunjukan identitas manusia. Manusia baik-baik akan ditunjukan oleh pakaian yang sedang diapakainya walaupun belum tentu sepenuhnya benar. Bila seorang perempuan selalu memakai pakaian minim, sudah tentu dia bukan wanita baik-baik dan terhormat. Begitulah yang dikatakan Rasululah saw dalam haditsnya
من تشبه بقوم فهو منهم
Artinya: “Siapa yang menyerupai suatu kelompok maka dia adalah bagain dari mereka”
Ketiga, pakaian Allah sebutkan dengan istilah sarâbil seperti yang terdapat dalam dua surat, yaitu surat an-Nahl [16]: 81
وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِمَّا خَلَقَ ظِلَالًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنَ الْجِبَالِ أَكْنَانًا وَجَعَلَ لَكُمْ سَرَابِيلَ تَقِيكُمُ الْحَرَّ وَسَرَابِيلَ تَقِيكُمْ بَأْسَكُمْ كَذَلِكَ يُتِمُّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تُسْلِمُونَ
Artinya: Dan Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang telah Dia ciptakan, dan Dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung, dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya).
Begitu juga dalam surat Ibrahim [14]: 50
سَرَابِيلُهُمْ مِنْ قَطِرَانٍ وَتَغْشَى وُجُوهَهُمُ النَّارُ
Artinya: “Pakaian mereka adalah dari pelangkin (ter) dan muka mereka ditutup oleh api neraka.”
Dari kedua ayat di atas dapat disimpulkan, bahwa pakaian dalam bentuk sarâbîl memiliki dua fungsi. Fungsi pertama adalah memberikan kenyamanan, ketenangan, dan perlindungan dari gangguan luar seperti panas, dingin dan sebagainya. Akan tetapi, tentu saja jika pakaian dipakai menurut semestinya dan sesuai aturan yang digariskan oleh ajaran agama. Namun, di sisi lain pakaian (sarâbîl) berpotensi menjadi siksaan bagi pemakainya, seperti panasnya timah yang mendidih, tentu jika pakaian dipakai tidak menurut semestinya. Pakaian yang menampakan bagian-bagian tertentu dari tubuh pemakainya, bukan hanya tidak akan melindunginya namun berpeluang mendatangkan bahaya bagi pemakainya, seperti dilecehkan orang lain, atau bahkan diperkosa jika dia seorang wanita. Oleh kerena itu, maraknya tindakan kriminal berupa pelecehan seksual dan pemerkosaan saat ini, belum tentu sepenuhnya kesalahan pelaku. Agaknya hal itu juga dipicu oleh gaya berpakian wanita yang seakan “menantang” kaum lelaki untuk berbuat jahat.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar