Pentingnya Amal
Dalam surat Al-Munafiqun [63]: 4, Allah swt berfirman
وَإِذَا رَأَيْتَهُمْ تُعْجِبُكَ أَجْسَامُهُمْ وَإِنْ يَقُولُوا تَسْمَعْ لِقَوْلِهِمْ كَأَنَّهُمْ خُشُبٌ مُسَنَّدَةٌ يَحْسَبُونَ كُلَّ صَيْحَةٍ عَلَيْهِمْ هُمُ الْعَدُوُّ فَاحْذَرْهُمْ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ
Artinya: “Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar.
Dalam ayat di atas Allah swt mengatakan, bahwa ada di antara manusia yang begitu mengagumkan, dan sepertinya di mata manusia lain dialah orang yang paling sempurna. Bila dia tampil dihadapan manusia, maka penampilannya begitu memukau, baik karena wajah yang gagah, ataupun karena penampilan fisiknya yang tanpa cacat. Semua orang ketika melihatnya, akan berharap sekiranya kesempurnaan itu mereka miliki pula. Begitu juga, ketika dia berbicara maka untaian katanya, argumentasinya, dan gaya bicaranya begitu menakjubkan dan menyihir orang lain. Orang-orang menjadi terpaku ketika dia berbicara, baik kerena keluasan ilmunya maupun karena gaya bicaranya. Namun demikian, kata Allah orang itu tidak lebih baik dari kayu yang disandarkan atau benda mati lainnya.
Kenapa Allah swt menyamakan manusia yang begitu hebat dengan kayu yang tersandar? Apa yang tidak mereka miliki?. Untuk menjawab pertanyaan di atas sejenak kita malihat firman Allah dalam surat At Tîn [95]: 4-6
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
Dalam ayat ini, Allah swt menegaskan bahwa manusia diciptakan dalam penciptaan yang paling sempurna. Kesempurnaan penciptaan manusia itu, terdiri dari tiga aspek; pertama kesempurnaan fisik, kedua kesempurnaan akal dan ketiga kesempurnaan rohani. Secara jasmani, fisik manusia diciptakan oleh Allah dalam bentuk dan rupa yang paling sempurna. Manusia adalah maha karya Allah yang begitu sempurna, bila dibandingkan dengan semua ciptaan Allah yang lain. Manusia memiliki organ tubuh dengan struktur yang sangat indah. Masing-masing organ, Allah tempatkan di tempat yang disesuaikan dengan fungsinya. Seperti mata yang berfungsi untuk melihat, Allah tempatkan di atas, dan keduanya di bagian depan, serta Allah hiasi dengan alis dan bulu mata yang juga memiliki fungsi sendiri disamping sebagai hiasan. Begitu juga hidung, telinga, mulut dan sebagainya dari semua organ tubuh manusia, yang masing-masingnya diletakan sesuai dengan fungsinya masing-masing disamping bentuk yang sangat indah.
Kesempurnaan penciptaan fisik ini, Allah lengkapi dengan memberikan manusia akal. Dengan akal ini, manusia mampu mengembangkan dirinya. Dengan akal ini juga, manusia diserahi tugas menjadi khalifah yang akan memakmurkan bumi. Dengan akal ini juga, manusia mampu menciptakan peradaban di pentas bumi ini. Hal ini berbeda dengan binatang atau malaikat yang tidak pernah mengalami perobahan dan kemajuan, dan bersifat statis. Seekor burung, hanya bisa membuat sarang yang persis sama seperti sarang yang dibuat oleh nenek moyang mereka, tanpa mampu menciptakan perobahan dan inovasi. Malaikat hanya melakukan suatu tugas yang diberikan kepada mereka semenjak dulu, tanpa ingin merobah atau mengganti tugasnya dengan yang lain. Akan tetapi, manusia selalu menciptakan perobahan dan inovasi seiring perobahan zaman di mana mereka hidup, dan tentunya karena dia diberikan akal yang sempurna.
Manusia dianggap sebagai makhluk yang paling sempurna bukan hanya karena fisik yang indah dan akal yang sempurna, akan tetapi Allah lengkapi dengan memberinya rohani. Rohani yang diberikan kepada manusia merupakan bagian dari roh Tuhan ( Baca: Q.S. Sajadah [32]:7-9 dan Shad [38]: 71-72). Sehingga, dengan unsur ini pula manusia menjadi objek sujud makhluk selain Allah. Namun demikian, manusia tidak selamanya bisa mempertahankan diri menjadi makhluk yang paling sempurna, karena dalam ayat berikutnya Allah swt mengatakan;
ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ
Artinya: “Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka).”
Ditegaskan oleh Allah swt, ada sebagian manusia yang dikembalikan ke tempat dan kondisi yang paling rendah. Kondisi, di mana mereka ketika itu masih sebagai benda mati yang dalam bahasa al-Qur'an disebut amwâtan. Persis seperti yang dikatakan Allah swt dalam surat al-Munafiqun[63]: 4, bahwa mereka seperti kayu yang disandarkan. Akan tetapi, ada yang tidak dekembalikan ke bentuk dan tingkat yang paling rendah, yaitu orang-orang yang beriman dan beramal shalih. Seperti lanjutan ayat;
إِلَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ
Artinya: “Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.”
Di sinilah kita lihat pentingnya amal ibadah untuk menjaga kesempurnaan manusia di depan Allah. Fisik yang gagah dan akal yang sempurna, tidak menjamin kesempurnaan manusia tetap terjaga. Ada faktor ketiga yang paling menentukan yaitu kesehatan rohani manusia. Sebab, ketiga unsur yang ada dalam diri manusi haruslah dijaga dan diberikan makan yang seimbang untuk tetap sempurna. Jasmani atau fisik harus dijaga dan diberikan makanan seperti yang sudah biasa dilakukan. Akal harus dipelihara dan diberi makan, berupa ilmu pengetahuan melalui proses belajar yang terus menerus. Rohani juga harus dipelihara dan diberi makan berupa amal ibadah, agar dia selalu sehat dan berada dekat dengan Allah. Rohani yang dekat dengan Allah adalah rohani yang sehat dan jauh dari segala macam penyakitnya. Apabila ketiga unsur ini dijaga dan deberikan makannya yang seimbang, maka kesempurnaan manusia akan tetap terjaga. Namun, bila salah satunya sakit akibat tidak diberikan makanan yang seimbang, maka kesempurnaan manusia menjadi hilang atau ternoda.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar