Senin, 28 Juli 2008

Sifat Terpuji Dan Tercela Seekor Anjing

Sifat Terpuji Dan Tercela Seekor Anjing

Allah swt. berkali-kali menegaskan di dalam al-Qur’an al-Karim pada beberapa ayat-Nya, bahwa tidak satupun ciptaan-Nya yang mengandung kesia-siaan. Tidak satupun yang diciptakan Tuhan yang tidak mengandung manfaat dan kegunaan. Begitulah yang ditegaskan dalam ayat-ayat berikut, seperti surat al-Anbiya’ [21]: 16
وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاءَ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا لَاعِبِينَ
Artinya: “Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan bermain-main.”
Begitu juga dalam surat ad-Dukhan [44]: 38
وَمَا خَلَقْنَا السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا لَاعِبِينَ
Artinya: “Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dengan bermain-main.”
Selanjutnya dalam surat al-Baqarah [2]: 26, Allah juga menekankan hal yang senada, dengan firman-Nya
إِنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَحْيِي أَنْ يَضْرِبَ مَثَلًا مَا بَعُوضَةً فَمَا فَوْقَهَا فَأَمَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا فَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَأَمَّا الَّذِينَ كَفَرُوا فَيَقُولُونَ مَاذَا أَرَادَ اللَّهُ بِهَذَا مَثَلًا يُضِلُّ بِهِ كَثِيرًا وَيَهْدِي بِهِ كَثِيرًا وَمَا يُضِلُّ بِهِ إِلَّا الْفَاسِقِينَ
Artinya: “Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?" Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik.”
Anjing adalah salah satu di antara makhluk Allah yang juga diciptakan-Nya untuk maksud dan kegunaan yang besar. Sekalipun ia dipandang sebagai makhluk yang haram, hina dan menjijikan, namun di balik itu semua terkandung maksud, manfaat serta kegunaan yang teramat besar. Manfaat dan kegunaan dari penciptaan anjing tersebut, tentulah ditujukan untuk manusia sebagai khalifah dan wakil Allah di muka bumi.
Manfaat dan kegunaan yang dimaksud, tentu bukan hanya sekedar untuk dinikmati oleh indrawi manusia sebagai suatu kebutuhan, seperti untuk dimakan, dinikmati mata, telinga atau kulit dan sebagainya. Akan tetapi, manfaat dalam bentuk pelajaran (i’tibar) tentu tidak kalah jauh lebih penting dan agungnya bagi manusia. Bukankah salah satu ciri manusia yang paling tinggi kualitas kecerdasannya (ulul al-bab), adalah manusia yang merenungi penciptaan Allah, lalu mengambil pelajaran dari padanya sambil berkata,”Ya Tuhan! Tidaklah ada ciptaan Engkau yang sia-sia” Begitulah yang disebutkan dalam surat Ali ‘Imran [3]: 191
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
Berikut, kita akan mencoba melihat beberapa sikap terpuji sekaligus sikap tercela yang dimiliki makhluk yang disebut anjing untuk kemudian kita jadikan pelajaran dalam kehidupan ini. Sikap yang terpuji mestilah dimiliki dan diikuti oleh mansuia, sementara sikap tercela janganlah ditiru dan hendaklah dijauhi.
Adapaun sikap terpuji anjing adalah;
1. Gemar mengosongkan perut serta tidak suka makan berlebihan.
Kita bisa melihat ketika seekor anjing memakan satu tumpuk makanan. Ia tidak akan memakan makanan itu sampai perutnya penuh (gendut). Sekelipun makanan itu banyak, ia hanya mengisi perutnya dalam ukuran yang sederhana. Sehingga, sulit bagi kita membedakan antara anjing yang sudah makan dengan yang belum, karena ukuran perutnya yang relatif sama. Berbeda halnya dengan binatang ternak seperti sapi, kerbau dan lain-lain yang suka makan berlebihan sampai perutnya “buncit” dan “gendut”, dan kemudian tidur sambil memamah makanan itu kembali. Begitulah yang digambarkan Allah di dalam al-Qur’an tentang salah satu sikap hidup orang kafir. Seperti yang terdapat dalam surat Muhammad [47]: 12
…وَالَّذِينَ كَفَرُوا يَتَمَتَّعُونَ وَيَأْكُلُونَ كَمَا تَأْكُلُ الْأَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَهُمْ
Artinya: “…Dan orang-orang yang kafir itu bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang-binatang. Dan neraka adalah tempat tinggal mereka.”
Itulah sikap hidup yang mesti dimiliki oleh setiap manusia khususnya seorang mukmin. Janganlah mengisi perut secara berlebihan dengan makan dan minum. Sebab, mengisi perut secara berlebihan dengan makan dan minum bukan hanya berdampak buruk secara jasmani, namun juga akan merusak rohani. Secara jasmani, orang yang makan secara berlebihan akan sangat rentan dengan berbagai macam penyakit. Karena, sebagian besar penyakit bersumber dari persoalan perut (makan dan minum). Secara rohani, orang yang makan berlebihan cenderung menjadi orang yang pemalas. Sebab, setelah perut diisi dengan penuh dan berlebihan, bisanya seseorang akan diserang rasa kantuk yang hebat untuk kemudian tidur. Rasa kantuk yang disebabkan kekenyangan inilah yang membuat manusia menjadi malas bergerak, termasuk juga malas melaksanakan ibadah, bahkan malas itu akan berujung pada meninggalkan kewajiban. Begitulah gambaran Rasulullah saw. dalam salah satu haditsnya tentang akibat makan dan minum secara berlebihan.
إياكم والبطنة في الطعام والشراب فانها مفسدة للجسم وتورث السقم عن الصلاة
Artinya: “Jauhilah olehmu mengisi perut dengan penuh terhadap makanan dan minuman, sebab mengisi perut dengan penuh akan membahayakan tubuh dan menyebabkan malas shalat.” (H.R. Bukhari)
Begitu juga yang diperingatkan Allah tentang ketidaksenangan-Nya kepada orang yang melampaui batas, termasuk makan dan minum. Seperti disebutkan dalam surat al-A’raf [7]: 31
يَابَنِي ءَادَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
2. Tidak tidur di malam hari, kecuali sangat sedikit
Adalah sudah menjadi kebiasan seekor anjing untuk sedikit tidur di malam hari. Agaknya, karena sebab itulah manusia menjadikannya sebagai makhluk penjaga rumah atau penjaga bagi para musafir di padang pasir ketika berkemah di malam hari. Ia adalah salah satu dari makhluk Allah yang tidak pernah tidur dengan pulas, apalagi sampai hilang kesadaran di malam hari. Kalaupun seekor anjing tidur maka tidurnya sangatlah tipis, sehingga hentakan kaki manusia dari jarak jauhpun bisa didengarnya di saat tidur.
Inilah sikap hidup yang semestinya juga dimiliki oleh setiap mukmin. Tidur di malam hari adalah suatu kemestian, bahkan adalah bagian dari kewajiban untuk memenuhi hak jasmani. Adalah menzhalimi diri sendiri, jika manusia tidak menggunakan malam hari untuk waktu tidur. Sebab, Allah swt. mendatangkan malam adalah untuk tujuan agar manusia beristirahat dari kelelahan dan kesibukanya di siang hari. Namun demikian, hendaklah seseorang tidak tidur nyenyak sampai pagi, tanpa terbangun dari tidurnya dan beribadah kepada Allah. Begitulah yang dipesankan Allah dalam surat adz-Dzariyat [51]: 14-18
ذُوقُوا فِتْنَتَكُمْ هَذَا الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ تَسْتَعْجِلُونَ(14)إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ(15)ءَاخِذِينَ مَا ءَاتَاهُمْ رَبُّهُمْ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِينَ(16)كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ(17)وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ(18)
Artinya: “(Dikatakan kepada mereka): "Rasakanlah azabmu itu. Inilah azab yang dahulu kamu minta supaya disegerakan (14). Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam taman-taman (surga) dan di mata air-mata air (15). Sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka oleh Tuhan mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik (16). Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam (17) Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah) (18).”
Begitu juga dalam surat al-Isra’ [17]: 79
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا
Artinya: “Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.”
3. Istiqamah dalam bertuan dan tetap setia dalam kondisi apapun.
Jika seekor anjing sudah memiliki tuan dan diberi makan setiap hari, bagaimanapun tuannya mengusir dan menghardiknya bahkan dipukul sekalipun, ia akan tetap setia dan tidak akan pergi meninggalkan tuannya. Bagaiamanpun tuannya memarahi bahkan memukulnya, ia tidak akan marah, melawan apalagi mendendam dan berbuaut sesuatu yang bisa mencelakakan tuannya. Jika pun dia pergi ketika dihardik dan diusir, namun beberapa saat kemudian ia akan kembali kepada tuannya dan tetap memperlihatkan kesetiaannya.
Begitulah sikap yang mesti ditunjukan seorang mukim kepada Tuhannya. Janganglah seorang mukmin hanya setia, tunduk, patuh atau memuji Allah, jika diberi nikmat dan kesenangan. Sementara, jika Allah memberikan suatu kesulitan kepadanya atau hal yang tidak menyenangkan menurut ukurannya, dia langsung mengumpat dan mencela Allah kemudian berpaling dan meninggalkan-Nya. Dan memang begitulah salah satu sikap manusia yang dicela oleh Allah swt. Seperti yang disebutkan dalam surat al-Fajr [89]: 15-16
فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ(15)وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ(16)
Artinya: “Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata: "Tuhanku telah memuliakanku (15). Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezkinya maka dia berkata: "Tuhanku menghinakanku (16).”
Allah swt. adalah Dzat Yang Maha Penyayang yang tidak boleh dinisbahkan kepada-Nya sikap marah, benci dan sebagainya. Kalaupun Allah memberikan kepada hamba-Nya sesuatu yang menurut pandangan manusia menyakitkan dan dirasakan sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan, itu tetap dalam kerangka kasih sayang-Nya. Tidak lantas kemudian manusia memvonis bahwa Tuhan telah membenci dan memarahinya. Kalaupun manusia tidak mampu memahaminya, hal itu semata dikarenakan keterbatasan manusia dalam memandang Allah secara utuh dan menyeluruh. Oleh Karena itulah, Allah memuji dan berjanji akan selalu melimpahkan petunjuknya bagi yang berteguh hati kepada-Nya di saat ditimpakan suatu musibah dan kesulitan. Seperti yang disebutkan dalam surat al-Baqarah [2]: 155-157
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ(155)الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ(156)أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ(157)
Artinya: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (155). (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun"(156). Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk (157).”
4. Tidak suka mempertahankan status quo
Adalah kebiasan seekor anjing, jika ia tidur pada suatu tempat kemudian meninggalkannya untuk beberapa saat, lalu datang anjing lain dan menempati tempat itu, ia tidak pernah marah apalagi mengusir anjing yang sudah menempati tempatnya. Seekor anjing tidak akan berkelahi dengan saudaranya yang mengambil posisinya apalagi yang telah ditinggalkan. Ia akan dengan senang hati berpindah dan mencari tempat lain untuk ditempati.
Begitulah sikap yang mesti ditunjukan oleh seorang mukmin terhadap saudaranya. Dia tidak marah jika ada saudaranya yang menduduki suatu jabatan, posisi apalagi posisi yang pernah ditinggalkannya. Janganlah seorang mukmin iri, dengki, atau marah kepada saudaranya yang menempati jabatan dan kedudukannya. Karena tanpa jabatan dan posisi itu, bukankah dia masih bisa melanjutkan eksistensinya atau bahkan mencari posisi dan kedudukan yang mungkin lebih baik dari yang ditempati saudaranya di tempat lain atau di waktu yang lain. Bukankah bumi Allah sangat luas, di manapun manusia berada dia pasti akan mendapatkan Tuhan dan rahmat-Nya di sana. Begitulah yang ditegaskan Allah dalam surat al-Baqarah [2]: 148
وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya: “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Begitu juga dalam surat an-Nisa’ [4]: 97
إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنْتُمْ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الْأَرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا فَأُولَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?". Mereka menjawab: "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)". Para malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?". Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali”.
Selanjutnya dalam surat al-‘Ankabut [29]: 56
يَاعِبَادِيَ الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّ أَرْضِي وَاسِعَةٌ فَإِيَّايَ فَاعْبُدُونِ
Artinya: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, sesungguhnya bumi-Ku luas, maka sembahlah Aku saja.”
Begitu juga dalam surat az-Zumar [39]:10
قُلْ يَاعِبَادِ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا رَبَّكُمْ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَأَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةٌ إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Artinya: “Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”
5. Bersifat qana’ah dan berpuas hati dengan suatu pemberian
Anjing adalah makhluk yang memiliki sifat qana’ah yang tinggi terhadap pemberian tuannya. Ia akan sangat senang dan memperlihatkan penghargaan yang tinggi kepada tuannnya atas suatu pemberian, sekecil apapun dan serendah apapun kualitasnya. Jika seekor anjing diberi oleh tuannya sepotong daging, ia akan menerima dan memakannya dengan lahapnya. Jika diberikan nasi yang sudah menjadi sisa tuannya, ia juga akan menikmati pemberian itu dengan lahapnya sama seperti menikmati sepotong daging. Bahkan, jia tuannya memberikan kotorannya sekalipun, ia dengan senang hati menikmatinya sama halnya seperti ia menikmati sepotong daging. Begitulah qana’ahnya seekor anjing terhadap pemberian tuannya.
Itulah sikap yang semestinya dimiliki setiap mukmin terhadap pemberian Allah. Apapun yang diberikan Allah kepadanya dan sekecil apapun nilainya, dia tetap bersyukur dan menerimanya sebagai suatu pemberian yang besar. Bahkan, rasa syukurnya tidak kurang hebatnya ketika dia mensyukuri suatu pemberian bernilai besar. Sebab, betapapun miskin dan jeleknya keadaan dan kondisi manusia di dunia ini, tetap saja bahwa nikmat Allah sungguh sangatlah banyak terhadap dirinya. Bahkan, jika saja manusia mencoba menghitungnya, dia tidak akan mampu. Begitulah yang ditegaskan Allah dalam surat an-Nahl [16]: 18
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya: “Dan jika kamu menghitung-hitung ni`mat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
6. Bersikap sederhana dan jauh dari gaya hidup mewah
Seekor anjing senantiasa menikmati keadaannya, sekalipun ia tidur di atas alas kaki manusia atau potongan kain kumuh dan lusuh. Dia tidak membutuhkan kandang bagus, kasur empuk atau selimut tebal. Seekor anjing bisa tidur dengan tenang, sekalipun di sebidang tanah, di atas rumput, di atas batu dan sebagainya, asalkan ia terlindung dari hujan dan panas. Begitulah keserdahanaan seekor anjing dalam hidupnya, yang tidak terlalu sibuk dan berambisi dengan kemewahan dan kemegahan hidup.
Begitulah sikap seorang mukmin hendaknya, yang lebih memilih hidup sederhana, bersahaja serta tidak sibuk dan terlalu silau dengan kemegahan serta kemewahan duniawi. Kebahagian bukanlah ditentukan oleh rumah bertingkat dan mewah, mobil yang bagus serta fasilitas duniawi memukau lainnya. Namun, kebahagian ditentukan oleh ketenangan dan kepuasan hati. Banyak tokoh sufi yang pada mulanya tinggal di istana atau hidup dengan kemewahan, namun mereka tidak memperoleh kebahagiaan kecuali setelah melepaskan ikatan gemerlapan duniawi itu. Karena dunia dan gemerlapannya tidak lain hanyalah sebuah permainan dan senda gurau. Kalaupun kelihatan menyenangkan, itu hanyalah sesat dan bersifat semu. Begitulah yang disebutkan Allah dalam surat al-‘Ankabut [29]: 64
وَمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
Artinya: “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.”
7. Memiliki sikap tawakkal yang tinggi
Bila seekor anjing sedang makan, kemudian tuannya datang dan membawanya pergi ke suatu tempat, maka ia tidak akan pernah membawa bekal atau membawa makanan yang masih tersisa. Sebab, ia yakin bahwa di tempat yang baru, rezikinya pun sudah ada dan tersedia. Lihat bedanya dengan seekor monyet yang jika dibawa pergi oleh tuannya ketika sedang makan, maka makanan itu akan dibawanya dengan kedua tangannya, setelah sebelumnya mengisi penuh kedua tempat makanan yang ada di mulutnya.
Begitulah sikap yang mesti dimiliki oleh setiap mukmin, bahwa hendaklah dia memiliki sikap tawakkal kepada Allah. Seseorang tidak perlu takut tidak akan mendapatkan rezeki ke manapun dia pergi atau di manapun dia berada. Bukankah Allah meliputi langit dan bumi? Oleh karena itu, cukuplah manusia menjadikan Allah sebaik-baik Pelindung dan tempat berserah diri. Begitulah di antara pesan Allah dalam surat ‘Ali ‘Imran [3]: 173
...حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ
Artinya: “…Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung."
8. Penuh harap terhadap suatu pemberian
Adalah tabi’at seekor anjing, jika melihat tuannya atau siapapun yang lewat di hadapannya membawa suatu jenis makanan, ia akan terus menatap dan mengharap diberi makanan. Seekor anjing baru akan selesai memandang pemilik makanan itu, sampai dilemparkan makanan tersebut kepadanya.
Begitulah seharusnya sikap seorang mukmin terhadap nikmat dan karunia Allah. Allah adalah Dzat Yang Maha Kaya dan Pemilik segalanya. Lalu kenapa manusia tidak mau meminta karunia-Nya itu? Bukankah Allah menjanjikan pengabulan akan setiap permohonan yang diajukan kepada-Nya? Begitulah yang ditegaskan Allah dalam al-Qur’an. Seperti disebutkan dalam surat al-Baqarah [2]: 186
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
Artinya: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo`a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
Begitu juga dalam surat al-Mu’min [40]: 60
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
Artinya: “Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.”

Adapun sifat tercela seekor anjing adalah
1. Susah merobah dan meniggalkan kebiasaan yang buruk.
Anjing adalah salah satu jenis binatang yang suka memakan makanan yang berbau busuk dan menjijikan, seperti kotoran dan bangkai. Walau bagaimanapun tuannya mengurung dan mengikatnya agar tidak bebas berkeliaran di luar, kemudian memandikannya dengan sabun, diberi farfum ditidurkan di atas kasur empuk, diberi selimut dan seterusnya. Akan tetapi, jika nanti ia sempat lepas dari ikatan atau kurungannya, ia tetap akan kembali mencari kotoran atau bangkai untuk dinikmati.
Begitulah sifat tercela seekor anjing yang semestinya tidak dimiliki manusia. Manusia sebagai makhluk yang sempurna, tentulah tidak akan terlalu sulit untuk meninggalkan segala kebiasaan buruknya, apalagi kalau sudah melalui serangkaian latihan. Kebiasaan meninggalkan yang buruk dan merobah diri ke arah yang lebih baik, tentu akan bisa dilakukan jika saja hal itu muncul dari dalam diri manusia itu sendiri. Seekor anjing tidak pernah bisa meninggalkan kebiasaan buruknya, Karena yang menginginkan ia baik bukanlah dirinya sendiri, namun adalah keinginan tuan sang pemiliknya. Mungkin itulah yang diisyaratkan Allah dalam surat ar-Ra’d [13]: 11
….إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ…
Artinya: “…Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…”
2. Selalu mengeluh dan merasa kepayahan
Seekor anjing dalam kondisi apapun lidahnya selalu dijulurkannya. Saat dia berlari, berjalan, berdiri, atau bahkan sedang tidur sekalipun lidahnya tetap dijulurkan. Sepertinya ia selalu berada dalam kepayahan, kesulitan, atau habis memikul beban yang berat. Begitulah yang disebutkan Allah dalam surat al-A’raf [7]: 176
وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ….
Artinya: “Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga)…”
Itulah sikap hidup yang semestinya dijauhi manusia, yaitu mengeluh dan merasa susah setiap saat. Orang yang seperti ini, cenderung tidak pernah bersyukur terhadap nikmat apapun yang diterimanya. Hendaklah seseorang menyadari bahwa betapapun buruk kondisi dan keadanya, bila dia membandingkan dengan yang lain, pastilah dia akan menemukan betapa banyak kelebihan yang diperolehnya.
3. Selalu ribut, bertengkar dan berkelahi karena persoalan betina
Seringkali sekelompok anjing terlibat baku hantam, pertengkaran dan berujung pada perkelahian, hanya disebabkan persoalan betina. Jika masa kawin seekor anjing betina sudah tiba, maka beberapa anjing jantan akan mendekatinya, dan masing-masing saling berebut untuk mendapatkan betina itu. Sehingga, terjadilah perkelahian hebat antara sesama anjing jantan, sampai ada yang menjadi pemenang dan akhirnya mendapat yang betina.
Itulah sikap yang semestinya tidak terdapat dalam diri setiap mukmin. Janganlah sesama mukmin bertengkar dan berkelahi memperebutkan satu wanita. Bukankah wanita tidak satu di muka bumi ini? Lalu kenapa harus memperebutkan satu wanita? Oleh karena itulah, dalam aturan Islam seseorang tidak boleh meminang di atas pinangan orang lain, atau tidak boleh meminang perempuan yang sudah dipinang orang lain. Karena itu, bisa menyebabkan keretakan hubungan antara sesama atau bahkan akan menyulut perpecahan dan pertikaian.
4. Salah satu binatang yang menyebarkan penyakit berbahya dan mematikan.
Anjing adalah salah satu jenis binatang yang mulut dan ludahnya mengandung bisa. Ia juga salah satu jenis binatang yang efektif sebagai penyebar bibit penyakit dan virus. Bahkan, di mulut anjing terdapat satu jenis bibit penyakit mematikan “rabies”, yang jika seorang manusia atau mungkin binatang lain digigitnya, akan mengalami kegilaan. Oleh Karena itulah, anjing termasuk bintang yang ditakuti oleh manusia.
Itulah salah satu hal yang semestinya tidak dimiliki seorang mukmin, di mana jangalah kita menjadi penyebab tersebarnya “penyakit” di tengah masyarakat. Janganlah seorang mukmin menjadi penyebab terjadinya kerusuhan dan kekacauan di tengah masyarakatnya. Jangan sampai orang lain takut, menghindar dan menjauhkan diri, karena takut akan tertular sikap dan perangai buruk kita. Hendaklah kita menjadi rahmat bagi siapapun dan di manapun kita berada. Kehadiran kita hendaknya menjadi harapan dan dambaan setiap orang. Sebab, umat Islam selalu ditunut oleh Allah untuk menjadi panutan, teladan dan patron bagi umat lainnya. Seperti yang disebutkan dalam surat al-Baqarah [2]: 143
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ…
Artinya: “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi (teladan/patron) atas seluruh manusia…”
5. Sedikit malu (suka mengubar seksual dan mempertontonkan kemalunnya)
Anjing adalah di antara makhluk yang paling tidak punya malu. Beberapa jenis binatang tertentu, cenderung memilih tempat yang tersembunyi untuk melakukan hubungan seksual. Sementara sepasang anjing, seringkali mempertontonkan hubungan seksual mereka kepada siapapun dan di manapun, termasuk di tengah kerumunan manusia sekalipun. Bahkan, kondisi perkawianannya yang “berbeda” dengan makhluk lain itupun, dipertontonkannya tanpa rasa segan dan malu. Dan khusus bagi yang jantan, di saat buang air kecil dia akan mengangkat sebelah kakinya dan memperlihatkan kemaluannya kepada siapaun. Bahkan, tempat buang air kecilnya seringkali dipilih tempat di mana manusia sedang ramai, sehingga kemaluannya diperlihatkan kepada banyak orang.
Inilah sikap yang tidak boleh dimiliki oleh manusia, apalagi seorang mukmin. Potensi untuk melakukan hubungan seksual adalah suatu karunia Allah kepada setiap manusia, namun tentu manusia memiliki cara dan aturan yang membedakannya dengan binatang. Manusia sebagai makhluk paling sempurna dan dibekali separangkat aturan termasuk atauran hubungan seksual yang diikat melalui tali perkawinan. Dan hubungan seksual untuk sepasang suami isteripun bukan untuk dijadikan konsumsi umum atau sebagai bahan cerita. Seksual adalah suatu yang mesti ditutupi dan hanya diketahui oleh sepasang suami isteri saja. Bahkan, dalam riwayat disebutkan bahwa Rasulullah saw. melakukan hubungan dengan isterinya tanpa saling melihat kemaluan yang lain.
Akan tetapi, hari ini kita sudah dihinggapi penyakit hilangnya rasa malu seperti yang dimiliki sepasang anjing. Sepasang manusia, bahkan yang tidak memiliki hubungan perkawinan melakukan hubungan seksual dan mempertontonkannya kepada khalayak ramai. Dengan bangga sang pelaku menyebarkan video rekaman hubungan seksulnya kepada orang lain. Sehingga, kemaluannya pun ikut menjadi tontonan manusia lain. Untuk mendapatkan popularitas dan ketenaran, manusia tidak peduli lagi dengan namanya rasa malu, termasuk untuk melakukan hubungan seksual demi dijadikan tontonan umum sekalipun.
Begitu juga, kemaluan adalah suatu yang mesti ditutupi, bukan untuk dipertontonkan kepada orang lain. Bahkan, termasuk saat buag air kecil sekalipun. Oleh karena itulah, dalam aturan Islam buang air kecil tidak boleh berdiri jika ditempat terbuka. Hendaklah dia mencari penutup atau tembok yang bisa mengalangi pandangan orang lain saat buang air kecil apalagi buang air besar. Terlebih lagi, jika itu adalah hubungan seksual yang melibatkan dua jenis manusia yang berlainan. Alangkah besar aibnya jika dipertontonkan kepada manusia lain.


6. Buang kotoran di tempat terhormat
Anjing adalah jenis binatang yang bukan hanya suka sesuatu yang kotor dan menjijikan, namun juga suka membuang kotoran dan mengotori tempat yang baik dan terhormat. Seekor anjing jika buang air kecil, ia akan memilih tempat seperti tembok atau pagar rumah dan tempat-tempat yang dilalui manusia. Jika ia buang kotorannya, seringkali tempat yang dipilihnya adalah lapangan tempat manusia bermain, atau jalan tempat manusia lewat. Sehingga, tidak jarang manusia menginjak tahinya di saat berjalan.
Begitulah sikap yang mestinya dijauhi setiap mukmin, bahwa janganlah membuang “kotoran” yang akan membuat manusia lain merasa terganggu. Apakah kotoran itu dalam pengertian yang berbentuk fisik (hakiki) atau prilaku yang menyebabkan orang lain terusik dan terganggu.
7. Mudah dihasut dan dipropokasi
Anjing adalah binatang yang paling banyak dipergunakan manusia untuk pekerjaan berburu. Hal itu disebabkan karena anjing adalah binatang yang paling mudah dihasut dan dipropokasi. Dengan teriakan “hayo, hayo” dari tuannya, ia akan dengan cepat mengejar dan memburu makhluk yang menjadi suruhan tuannya. Tanpa ia pernah berfikir apakah makhluk lain itu punya ikatan atau tidak dengannya, apakah dari jenisnya sendiri atau jenis lainnya, apakah ia sanggup menghadapinya atau tidak. Yang penting begitu dihasut, ia akan langsung menerkam dan memburu tanpa mempertimbangkan akibat di belakangnya. Sehingga, tidak jarang seekor anjing menjadi mangsa makhluk lain yang diburunya, karena lebih kuat diri dirinya.
Itulah sifat yang tidak boleh dimiliki oleh setiap mukmin. Janganlah mudah dihasut dan propokasi. Hendaklah sebelum bertindak dan berbuat, mengkaji segala kemungkinan dan dampak yang akan ditimbulkannya. Janganlah manusia gegabah dalam bertindak dan berbuat. Kalaupun diberitahukan suatu informasi dan berita, maka telitilah terlebih dahulu sebelum memutuskan dan mengambil tindakan. Jika tidak demikian, penyesalan akan datang di kemudian hari, atau akan menimpakan petaka kepada orang yang tidak bersalah. Begitulah di antara peringatan Allah dalam surat al-Hujurat [49]: 6
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
8. Makhluk yang tidak bisa menjaga persatuan
Adalah sudah menjadi kebiasaan anjing, bahwa mereka bersatu ketika berburu suatu target atau msuh. Saat berburu, mereka memiliki niat dan maksud yang sama, yaitu membunuh buruan. Begitu kokohnya persatuan mereka, sehingga binatang besar dan kuat bisa mereka taklukan. Akan tetapi, ketika buruan telah roboh, mereka mulai bertengkar untuk memperebutkan dagingnya. Sehingga, seringkali terjadi perkelahian hebat dan pembunuhan karena memperebutkan daging buruan mereka. Alangkah lebih baiknya, jika saja mereka sama-sama berbagi dan menikmati hasil buruan itu. Namun, sikap rakus telah mengalahkan diri mereka, sehingga masing-masing ingin menguasai buruan itu secara utuh. Sehingga, mereka lupa akan tujuan bersama yaitu sama-sama menikmati makanaan.
Begitulah sikap hidup yang tidak boleh hinggap dalam diri setiap mukmin. Persatuan yang sudah dibentuk hendaklah selalu dijaga dan dipertahankan. Janganlah persatuan dicabik-cabik oleh perebutan hal-hal rendah dan kecil yang lebih dimotifasi oleh ambisi pribadi atau kelompok. Memang, sudah menjadi pengalaman sejarah umat manusia, bahwa ketika melawan musuh bersama semua kelompok masyarakat bersatu padu. Namun, ketika sudah memperebutkan kekuasaan, masing-masing kelompok merasa paling berhak, sehingga terjadilah perpecahan yang hebat. Begitulah yang pernah dialami banyak bangsa di dunia mungkin termasuk Indonesia. Di mana, ketika menghadapi penjajah misalnya, kita semua bersatu padu, namun ketika membagi kekuasaan mulailah terjadi perpecahan sesama tokoh dan kelompok para pejuang sendiri. Begitu juga, ketika melawan orde baru semua faksi bersatu, namun ketika menentukan penguasa yang baru, partai yang tadinya bersatu kembali berpecah dan saling sikut, saling hantam untuk memenuhi ambisi kelompoknya masing-masing. Sehingga, potensi dan kemampuan yang besar habis hanya untuk bertengkar dan berebut kekuasaan, sementara tujuan yang paling utama yaitu kemakmuran dan kesejahteraan bersama menjadi terabaikan.

Tidak ada komentar: